18. Hujan dan Kepedulianmu

1.2K 75 4
                                    

Teruntuk kamu yang memberikan kepedulian sederhana yang tak terhingga bagiku. Terima kasih. Karena pernah membuatku merasa berarti untukmu.

☁☁☁

Mataku terbelalak dengan bibir yang sedikit terbuka.

El!

Kenapa aku harus berurusan lagi dengan makhluk halus itu di suasana segenting ini?

"Eh, lo bisa denger gak? Minggir! Gue mau lewat!" omelnya tajam.

Aku menarik napas dalam, menekan emosiku yang sebetulnya ingin sekali kuluapkan semuanya.

Aku berlari meninggalkan El yang terus meneriakiku dan mengumpatiku segela sumpah serapahnya, lebih baik aku menjauh agar urusannya tidak semakin berbelit.

Hujan turun semakin deras, susah payah aku menahan agar aku tetap berdiri menunggu angkutan umum yang lewat, tanganku sudah mengigil, sebenarnya aku sangat rentan terhadap air hujan, tapi apa yang bisa kuperbuat selain hal ini?

Sebuah motor navy berhenti di hadapanku, ya aku tahu siapa pemiliknya, Arza, dia berhenti di depanku.

"Lea? Kenapa lo hujan-hujanan gini?" ia bertanya dengan nada cemasnya, kuharap demikian.

Kupaksakan segaris senyum untuk kepeduliannya. "Gue mau ke sekolahan, Atthar, Ar," ucapku pelan.

Ia menendang standar motornya lalu menghampiriku. "Kenapa gak neduh? Lo bisa sakit, Le."

Aku tersenyum kecil, sikap manis Arza membuatku tidak peduli dengan hujan yang semakin kuat menerpa tubuhku.

"Gak apa, Ar."

Ia menggeleng kuat. "Gak papa gimana sih ya ampun, Le!? Cepet naik, gue anter lo pulang!"

Aku menggelengkan kepalaku cepat. "Enggak Ar, gue... gue gak mau pulang gue gue harus jemput Atthar dulu, dia masuk BK, Ar."

Arza membulatkan matanya seperersekian detik kemudian ia terlihat panik lagi. "Cepet gue anter ke sekolah adik lo, tapi lo ikut gue dulu."

"Ke—"

"—Naik"

Dengan berat hati aku menaiki motor Arza yang entah akan membawaku ke mana, aku takut Atthar semakin tertekan dan bingung jika aku belum juga tiba.

☁☁☁

Motor Arza berhenti di depan rumah mewah dengan pagar setinggi tiga meter yang menjulang. Ah, seharusnya aku ingat bahwa rumah gadis ini dekat dengan sekolah Atthar.

Setelah berbicara sebentar dengan penjaga rumah, motor Arza memasuki pelataran rumah Hana dan ia memakirkan motornya di bawah atap.

Arza menarik pergelangan tanganku pelan, menggiringku menuju teras untuk menekan bel.

Aku tersenyum geli melihat Arza yang menekan bel itu berulang kali yang terkesan terdesak, ia sesekali mendesis karena pintu tak kunjung terbuka. "Buka elah! Lama banget!" sungutnya sambil terus menekan bel dengan emosi.

"Sabar dikit kek." Pintu terbuka menampilkan Hana yang masih mengenakan seragam dengan wajah sebalnya. "Astaga! Kalian kena—" Hana mengangguk ke arah Arza lalu tanpa meneruskan ucapannya ia mengajak kami masuk ke rumahnya.

"Lo kenapa bisa gini sih, Le? Ya Tuhan!" ia masih menggiringku entah ke mana.

Aku mendecak pelan, "Ini Arza yang terlalu drama, Han."

Hana mendengus. "Lo yang gak mau dipeduliin kayaknya, Le."

Ingin sekali aku membantah ucapannya. Tapi, aku sadar, mereka sudah sangat baik memedulikanku, sangat tidak tahu diri jika aku membantah tiap ucapannya.

Hilang.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang