Di lapangan sepakbola
"Bri!" panggil Muti seselesainya latihan hari itu.
"Mut. Keren gak gue barusan?" kata Brian yang memang hari itu udah nge-golin gawang lawan 4 kali. Saat ini Brian sudah resmi dianggap sebagai andalan tim bola kampusnya.
"Haha. Kapan sih lo gak keren Bri..." jawab Muti. Tapi ya.. dalam hati. Mana berani Muti terang-terangan menunjukkan kekagumannya pada Brian. "Itu keepernya culun, Bri." Kalimat itulah yang akhirnya keluar dari mulut Muti.
"Hahaha. Gak mengakui!" kata Brian menepuk punggung Muti.
"Malem ini kemana, Bri? Latihan ekstra gak?" ajak Muti. Brian mengingat jadwalnya dan menggeleng. Ini sudah kesekian kalinya Brian menolak latihan ekstra. Muti yakin itu bukan karena Brian ngerasa udah jago. Tapi karena alesan lain.
"Sibuk apa sih sekarang?" tanya Muti kepo.
Brian menggeleng pelan, "Gak apa apa."
"Deket ama cewek mana?" tembak Muti. Brian cuman nyengir mendengar tebakan Muti. "Entar deh gue cerita. Kalo udah dapet. Malu kalo udah cerita cerita tapi ujung ujungnya ditolak," ujar Brian sambil merapikan peralatannya.
Muti sangat gemas dan ingin rasanya berkata, "Cewek mana sih, Bri, mau nolak cowok sebaik lo," tapi seperti biasa itu hanya menjadi ungkapan hati Muti. "Kalau lo butuh cerita atau saran.. gue bisa kok."
Brian mengacak rambut Muti iseng, "Gue kalo minta saran mah dari cewek beneran bukan dari lo!"
Brian ngeloyor menuju ke ruang ganti cowok. "Tapi thanks. Gue bakal cerita entar. Bye, Mut!"
Muti memandang Brian dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bye, Bri. Sukses ya!"
Brian mengangguk dan mempercepat langkahnya.
"Jangan kejepit sleting lagi!" teriak Muti sambil tertawa.
----
Di sebuah coffeeshop, malam harinya
"Asik juga tempatnya. Tapi beneran gak boleh main gadget di sini? Gak ada wifi?" tanya Kirana yang masih berusaha mencari sinyal wifi. Ia memandang ke luar memandang pemandangan kota Jakarta di malam hari. Kota yang gemerlap dengan lampu, kendaraan bermotor dan orang yang masih lalu lalang. Kota yang sangat mementingkan image dan pencitraan. Kota yang keras.
Brian mengambil hp Kirana dan meletakkannya. "Kan ke sini mau ngobrol. Jangan main hp, Ran."
Kirana menerimanya dengan pasrah. "Iya. Tapi bagus coffeeshop nya. Mau foto foto deh."
"Entar kayak kemarin, aku jadi fotografer pribadi kamu setengah jam-an lebih," kata Brian mengeluh.
"Maaf deh," kata Kirana nyengir meminta maaf.
"Tapi gak apa apa sih. Modelnya cantik," gombal Brian sambil senyum senyum canggung. Kirana tertawa mendengar gombalan Brian. "EAA bisa gombal. So mau ngapain kita?" tanya Kirana.
"Mengenal lebih jauh satu sama lain?" kata Brian memberi saran. Kirana mengernyit bingung, "dengan cara?"
"Hmmm gini..." Brian mengetuk tangannya berpikir. "Aku nanya kamu satu pertanyaan, terus gantian, terus gantian lagi. Tapi harus jawab!"
Kirana berpikir sejenak. Brian mau nanya apa nih? Tapi akhirnya ia mengangguk setuju. "Oke. Kamu duluan?" pancing Kirana.
"Hmmm apa kenakalan SMA kamu yang paling kamu inget sampe sekarang?" Itulah pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Brian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mio Figlio
Teen FictionNongkrong bareng, tukar-tukaran jeans, hingga sharing masalah cewek bukanlah hal yang aneh bagi Bagaskara Prasaja dan anak laki-lakinya yang sudah menginjak 18 tahun, Briantama Satrya Prasaja. Bagi Bagas yang harus menjadi sosok ayah di usia sanga...