Bagian 31: Dia Yang Tak Pernah Kembali

2.7K 273 30
                                    


"Teman-teman, kata Pak Icak, tidak ada kelas hari ini. Beliau sedang ada acara di rektorat!" teriak sang ketua kelas yang diiringi sorak sorai mahasiswa yang ada. Salah satu yang paling bahagia tentu saja adalah Bagas.

Ini artinya ada kesempatan untuk Bagas pulang dan bermain bersama Ratih dan Brian. Ia mengetik sms ke Ratih, namun belum ada balasan dari Ratih. Bagas langsung melaju pulang dan melangkah masuk ke kosannya.

"Ayo Brian," ujar Bu Asep.

"Bu Asep. Ratih kemana ya?" tanya Bagas heran.

"Tadi teh Ratih keluar sebentar, katanya mau ketemu temannya. Harusnya sebentar lagi balik."

"Oh," kata Bagas pendek sambil mengambil Brian dan gendongan Bu Asep. "Saya bawa Brian ke kamar ya, Bu."

"Silahkan. Brian hari ini gak rewel. Udah pintar ya Brian?"

"Bri kan pintar, tul kan?" kata Bagas sambil membawa Brian ke kamarnya.

Bagas bermain dengan Brian selama hampir dua jam. Ratih belum membalas pesannya. Bagas menunggu hingga akhirnya terdengar suara pagar bergeser dan Ratih pun masuk.

"Pi, kok gak kuliah?" tanya Ratih bingung mendapati Bagas yang sedang duduk di kasur bersama Brian.

"Pulang cepat. Kamu dari mana? Kok gak bisa dihubungi? Gak bisa ditelepon juga?" kata Bagas dengan nada agak jutek.

"Ih, Papi bete ya? Maaf ya, Mami tadi ada ketemu orang nawarin job. Teman lama."

"Nari?" tanya Bagas.

"Semacam itu. Mungkin aku bakal sering latihan, tapi kalau aku lagi latihan Brian bisa kutitip ke Bu Asep. Bayarannya lumayan? Keperluan Brian juga banyak, Pi."

"Iya, aku tau," jawab Bagas agak minder.

"Aku gak masalahin kok istri kerja, tapi aku cuman pengen tau kerjaan kamu apa, sama siapa. Kalau nari ya nari di mana, kapan latihannya, kapan pentasnya?"

"Pi, aku malu ditontonin."

"Loh, kenapa? Brian kan pasti mau nonton maminya. Betul kan, Bri?" ujar Bagas dengan nada bicara bayi.

"Pi, aku malu beneran deh. Ya sudah, percaya aja, aku bakal bisa bagi waktu dan uangnya lumayan. Ini aja aku dapat honor," ujar Ratih sambil merapihkan koleksi kasetnya. 

"Sekali dateng udah dapet honor?" kata Bagas bingung.

Ratih mengangguk. "Mau jalan jalan gak?"

"Ada baiknya uangnya disimpan, Tih. Kalau butuh apa-apa. Ya kan?" saran Bagas. "Pi, Brian kan jarang jalan jalan. Aku sering lihat di mall atau kebun binatang ada orang bawa anaknya. Brian juga pasti bosan kan di rumah terus. Dia juga udah siap kok untuk pergi. Biar kamu refreshing juga."

Ratih memijit pundak Bagas dan menyenderkan kepalanya.

"Kamu terlalu keras sama diri kamu sendiri. Kamu pikir aku gak sadar setiap malam kamu belajar setelah kita tidur. Kamu lelah, pi."

"Aku harus bisa ngelakuin semuanya."

"Kamu batu. Kamu sadar dong, pi. Kamu itu manusia, punya batas. Aku sebagai istri kan pengen lihat kamu rileks dikit. Nih badannya aja tegang semua. Uang bisa dicari kan? Buat apa sih uang disimpan-simpan."

"Tih, mindset kamu gak bisa kayak gitu. Uang itu harus diatur dengan bijak," kata Bagas menasihati Ratih.

"Maafin aku kalau pemikiran ku masih gini. Aku kan bukan anak kuliahanan. Aku cuman bosan. Aku gak pernah kemana-mana, Gas, beberapa bulan ini. Aku sayang sama Brian, tapi aku.. suntuk. Aku bosan setiap hari kamu tinggal dan gak ngelakuin apa-apa," bantah Ratih.

Mio FiglioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang