Bagian 29: Dunia Boleh Tertawa Karena Kita Bahagia

2.7K 231 21
                                    

Tahun 2000

Bagas menunggu di sebuah kursi taman sambil menunggu dengan gelisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagas menunggu di sebuah kursi taman sambil menunggu dengan gelisah. Ia melihat sms yang dikirimkan seorang gadis bernama Ratih yang baru ia kenal selama seminggu. Seminggu sepertinya waktu yang sangat pendek, tapi mungkin tidak akan pernah ia lupakan.

Kebiasaan nongkrong sampai pagi di depan warung tempatnya bersekolah dulu pun sudah ia tinggalkan. Bagas sudah tidak peduli teman temannya mencarinya sampai menelpon ke rumahnya. Hanya ada 1 wanita yang ada di pikirannya.

Kata orang ia gila. Ini baru 7 hari sejak pertemuan mereka di malam tahun baru, tapi Bagas seperti sudah dimabuk oleh cinta gadis bernama Ratih tersebut.

"Gas?"

"Tih? Aku kira kamu gak akan dateng," kata Bagas bernapas lega melihat Ratih duduk di sampingnya.

"Biasa. Aku harusnya ada kumpul kumpul sama temen- temen tapi EGP deh."

Bagas mengelus wajah Ratih mesra.

"Gas, aku masih gak biasa."

"Kenapa?" tanya Bagas heran.

"Kamu tau kan, di mata orang orang aku cuman cewek begajulan apalagi tatoan gini, gak biasa dimanisin ama.... ya cowok kayak kamu." Ratih menunjuk sebuah tato besar yang tergambar indah di tangannya.

"Aku suka tatonya," ujar Bagas sambil mengelus tangan Ratih yang saat itu mengenakan tank top, celana jeans pendek, kemeja yang diikatkan di celana jeannya dan sebuah topi. Rambutnya berwarna kecoklatan. Terlihat aura rebel dan berani yang saat itu masih belum terlalu wajar bagi seorang perempuan apalagi di mata keluarga tradisional seperti keluarga Bagas.

"Brondong jaman sekarang sukanya gombal," tawa Ratih yang terlebih dahulu merangkul Bagas.

"Beda 6 tahun jangan dipermasalahin, Tih. Kamu tetep cantik kok," coba Bagas menggombal lagi. Ratih yang sudah terbiasa dengan cowok gombal hanya tertawa ngakak.

"Kamu tau gak? Aku sering banget digombali cowok," ujarnya sambil mencubit hidung Bagas.

"Terus?"

"Gombalan kamu paling gak jago, itu-itu aja."

Bagas menunduk agak malu.

"Tapi gak apa apa. Gombalannya culun, tapi tulusnya berasa," kata Ratih tersenyum ke arah Bagas. Ia mengecup kening Bagas, ya Ratih terlihat sedikit lebih agresif dari Bagas yang agak sedikit salting.

"Gini gini aku kan anak Band," Bagas membela dirinya.

"Terus?"

"Emang gak suka anak band?" kata Bagas memamerkan.

"Biasa aja, kok," jawab Ratih sambil sok sok menghadap ke arah lain. Bagas gemas dan akhirnya bertanya. "Sukanya emang anak apa?"

"Anak bola, dulu sih pengen punya pacar pemain bola," kata Ratih menggoda Bagas.

Mio FiglioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang