Bagian 34: Campione

2.9K 248 29
                                    


Satu Bulan Kemudian, Jakarta

Rumah Tami

"Loh gajadi pergi?" tanya Mas Tama, kakak Tami melihat adiknya masih duduk di sofa ruang tamunya.

Tami memandang bingung meminta saran dari kakak tertuanya. "Mas, aku bingung, aku takut aku ganggu kalau di sana."

"Ganggu siapa?"

"Ratih mau datang dari Bali. Mau nonton Brian tanding di final. Kalau ada aku bakal aneh gak sih?" tanya Tami cemas.

"Kamu takut aneh atau kamu gak mau ngeliat Bagas berdua sama Ratih?" pancing Mas Tama.

"Mas, apa sih!"

"Emang mereka bedua balikan?"

Tami menggeleng. "Enggak tau, Mas. Gimana ya. Bingung aku."

"Ya udah kalau gak enak gak usah dateng. Bilang aja kecapekan."

"Mas, tapi Brian yang kasih tiketnya. Aku... bingung."

"Tami, kamu tuh dari dulu emang selalu yang paling baik di keluarga ini. Kamu selalu mikirin kepentingan orang dan kebahagiaan orang, tapi kebahagiaan lo gimana? Jangan gara-gara Bagas kamu jadi sakit hati."

Tami memikirkan kata-kata kakaknya. Ada benarnya. Entahlah. Ia terlalu kalut untuk berpikir. "Aku gak bisa bohong lagi, Mas. Capek bohongin diri sendiri."

"Bohong apa, Tam?"

"Aku sayang sama Bagas."

.

.

Di ruang Ganti

Brian berjalan dengan gelisah sambil memainkan bola yang menempel lekat di kakinya dengan trik bola andalannya.

"Akhirnya ya, Final." Sadam menangkap bola yang ditendang Brian. "Lo kenapa?"

"Deg-degan," jawab Brian jujur. "Sebulan cuy, gue cuman persiapan final ini sebulan dan bahkan gue gak main di semifinal kemaren."

"Karena lo gak main di final kemaren, makanya kita keteteran," hibur Brian.

"Dan lo pada masih mau nerima gue lagi, broh. Fakuy lah, gue gak ngerti lo pada bisa sebaik itu sama gue."

Sadam tertawa. "Kaku lo. Kemarin gak ada lo, kita ampir kalah, masuk hoki. Kita butuh lo untuk menglengkapin tim ini. Satu aja gak ada tuh kita gak lengkap, broh. Gue juga mikir lo berhak make itu!" Sadam menunjuk ban kapten yang Brian gunakan di lengannya. "You're the leader now, lead us to the victory!"

Ucapan Sadam menumbuhkan semangat yang berapi-api di dada Brian. Kepercayaan yang diberikan oleh Coach Danang dan tim nya tidak boleh ia sia-siakan. Ia pasti bisa! Kita.. pasti bisa! Brian dan Sadar bersalaman. "Campione!" teriak mereka berdua bersamaan,

Terdengar suara ketukan pintu di ruang ganti pria. Sadam membuka pintu dan Muti sudah menunggu mereka di depan pintu. "Udah dipanggil coach?" tanya Brian heran karena seharusnya itu belum waktunya mereka untuk berkupul.

"Hey, gimana?" tanya Muti sambil tersenyum. Kenapa... Brian makin ganteng ya? Ada sinar yang tak pernah Muti lihat sebelumnya di wajahnya.

"Bri, ada yang mau ketemu tuh?"

Brian mengangkat alisnya bingung. Ia melangkah keluar dari ruang ganti dan melihat dua orang berdiri di sana. "Papi? Mami?"

"Muka lo tegang amat. Mau main bola apa mau sunat sih lo?" Bagas menoyor kepala anak laki lakinya.

Mio FiglioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang