Bagian 30: Selamat Datang, Briantama Prasaja!

2.4K 236 24
                                    

Di Rumah Keluarga Bagas, Jakarta.

PLAKKKKK

Tamparan ayahnya terasa berkali kali lebih menyakitkan daripada yang sebenarnya ia sedang rasakan.

"Pak, tenang pak."

Ratih yang masih berurai air mata langsung berlari menuju Bagas tapi tangan Bagas memberikan kode agar ia tetap berdiri di tempatnya.

"Bagas! Kamu memang anak yang gak bisa dididik! Kamu itu cuman bisa buat malu nama keluarga! Buat malu saya!" bentang Bapaknya.

"Bagi Bapak, Bagas hanya alat untuk dipamerkan ke teman teman Bapak. Kapan Bapak pernah bertindak sebagai seorang ayah? Kapan Bapak pernah mendengar apa yang Bagas mau?"

"Kamu bahas ini sekarang. Lihat kalau kamu dibebaskan? Kamu hamilin perempuan ini. Perempuan macam apa pula! Tatoan! Latar belakang tidak jelas!"

Ratih tidak bergeming. Ya, ia sudah biasa menerima perlakuan macam itu, meskipun dalam hatinya,.. ia terluka mendengar itu dari mulut orang tua dari pria yang sangat ia sayangi.

"Gas, gak apa apa aku bisa besarin anak ini sendiri," jawab Ratih perlahan menenangkan Bagas.

Bukannya makin tenang, Bagas malah makin emosi dan membentak Bapaknya. "Bapak minta maaf sama Ratih! Tarik omongan Bapak!"

"KAMU YANG HARUSNYA MINTA MAAF! KAMU SUDAH BIKIN MALU NAMA KELUARGA INI!"

"Pak, udah pak," Ibu Bagas mencoba menenangkan suaminya, tetapi Bapak Bagas sudah terlanjur emosi dan tidak bisa mengontrol tindakannya.

"PERGI..."

Bagas menatap Bapak nya sekali lagi. Ia tidak bisa membalas omongan sang ayah barusan.

"Bapak bilang pergi. Gak usah kembali lagi ke sini. Bapak gak peduli mau kamu besarin anak itu atau mau kamu gugurin. Terserah. Jangan pernah bilang kamu anak saya!" ujar sang Bapak tepat di depan wajah Bagas yang berdiri tegap tanpa ada keraguan. Bagas menatap sang ibu dan sang ibu mulai memohon.

"Pak, kasihan dia, Pak."

Bagas memeluk ibunya dan mengecup kening ibunya.

"Ibu, maafin Bagas ya. Maafin Bagas udah ngecewain ibu. Maafin Bagas harus pergi dari ini. Bagas sayang sama ibu. Kalau ibu ada waktu, dan kalau ibu mau. Ibu main ke Bandung. Main sama anak Bagas kalau udah lahir," isak Bagas. "Bagas sayang sama ibu."

Bagas melepas pelukannya. Ia melewat Bapaknya tanpa berkata apapun. Ia siap untuk meninggalkan kehidupan lamanya.

Ratih menahan tangan Bagas. "Kamu tinggal di sini aja, biar aku pergi sendiri," bisiknya. Bagas tersenyum penuh arti dan menggandeng tangan Ratih. "Kita akan selalu bersama, untuk anak ini."

Bagas melangkah keluar dan langkah itu adalah langkah baru di dalam hidupnya. Hidupnya bersama perempuan yang baru ia kenal beberapa minggu, tetapi.. ada sesuatu di hatinya yang berkata dan berbisik. "Dia lah masa depanmu."

.

.

.

Bagas dan Ratih duduk di halte bis. Matahari sudah tenggalam. Hujan turun di malam itu dan satu satunya penerangan yang ada hanya lampu jalanan. Belum ada bis lewat yang akan mengantar mereka ke stasiun.

"Gas, kamu belum tau siapa aku," ujar Ratih lirih.

"Calon mami dari anakku."

"Kamu harusnya pilih tinggal sama orang tua kamu," lanjut Ratih lagi.

Mio FiglioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang