9. Mbah Gus (Special Part)

4.6K 358 4
                                    

1949

Sesaat setelah Belanda berhasil menguasai lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta yang pada saat itu adalah Ibukota Indonesia menjadi kacau balau. Matahari siang itu belum sampai keatas ubun-ubun kepala manusia. Tiga pesawat tempur milik Belanda berputar diatas kota dan menjatuhkan bom.

Menghancurkan apapun yang ada disekelilingnya, bunyi ledakan terdengar susul menyusul. Sedang suara deru mesin pesawat terbang, bunyi tembakan senapan dan Meriam terdengar memecahkan gendang telinga.

Seorang Ibu yang berlindung bersama masyarakat lain sedang menangis sambil menelungkupkan kedua telinga anak laki-lakinya dengan kedua tanganya. Anaknya baru menginjak umur 6 tahun, menangis karena suasana kota saat itu begitu mencekam.

Sedang Ibunya menangis karena tahu, nyawa sang suami yang sedang ikut berjuang di Maguwo bisa kapanpun gugur. Meninggalkan dirinya dan anak semata wayangnya di dunia yang keras ini.

"Gus, cah Bagus sing paling disayang Bapak dan Ibu.. ojo nangis terus ya Leh!"



1965

Terdapat beberapa orang duduk sembari bercakap-cakap diluar sebuah rumah. Didalam, duduk sepasang pengantin baru. Wajah mereka berdua berseri-seri, sesekali saling melempar tatap dan tersenyum.

"selamat yo Gus!"
seorang tamu menjabat tangan Agus.

Sebuah senyuman menghiasi wajah Ibunya Agus yang mulai menua. Kerutan-kerutan mulai menghiasi wajahnya.

Setelah menikah, Agus bekerja disebuah pabrik sepeda dan beberapa tahun kemudian ia berhasil mendirikan bengkel reparasi dan jual beli sepeda. Ia kemudian membeli rumah dengan halaman yang besar.

Namun dari pernikahannya, ia belum juga dikaruniai seorang anak. Sesaat menghadiri acara 7 bulanan sahabatnya, Karno. Agus dan Karno saling berjanji kelak akan menjodohkan anak mereka.

Dipenghujung tahun, yang dinanti-nanti datang juga. Istrinya mengandung. Sayang, menginjak usia janin 5 bulan istrinya keguguran dan penyakit mengharuskan Rahim istrinya itu diangkat.

Berita duka lain datang dari adik perempuannya. Suaminya meninggal. Akhirnya, adik perempuannya itu berserta anak laki-lakinya yang bernama Anto tinggal dirumah Agus. Anto kemudian tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan.

Saat mereka berkunjung kerumah Karno, Anto diperkenalkan kepada Izah anak semata wayangnya Karno. Benih-benih cinta diantara mereka tumbuh subur sampai ke kursi pelaminan.

Awal tahun 90, Anto dan Izah dikaruniai seorang anak perempuan yang mereka berinama Bhanurasmi. Matahari. Kehadiran bayi mungil ini memang seperti matahari yang mengusir awan gelap. Saat itu, bisnis Anto yang redup dan hampir gulung tikar kembali jaya seiring kehadiran Rasmi.

Ketika Rasmi berumur genap 5 tahun, Anto yang sedang berada di puncak kejayaan mejadi gelap mata dan mulai berselingkuh.


Pertikaian dalam rumah tangga mulai terjadi. Anto bermulut kasar dan mulai melakukan kekerasan fisik terhadap Izah.

Batinnya Izah tak sanggup memikul semua itu. Lantas Ia mulai sakit-sakitan. Mengetahui Izah sakit keras, Anto meninggalkannya dan kabur berasama selingkuhannya. Sejak saat itu, Izah dan Rasmi berjuang melawan derasnya arus kehidupan berdua. Berdampingan saling menguatkan satu sama lain.

Mulai dari berdagang nasi kucing dipinggir jalan sampai jualan asongan mereka jalani.


Lagi-lagi fisiknya Izah melemah. Ia tidak lagi bisa beraktivitas seperti sediakala. Penyakitnya membuat Izah tidak dapat meninggalkan tempat tidur.

Malam itu sebuah ketukan pintu terdengar, Rasmi segera membuka pintu.

"Assalamu'alaykum!"

"Wa'alaykumussalam.. Mbah Gus?"
Rasmi berhamburan memeluk Mbah Gus. Air matanya yang selama ini ia tahan dihadapan Ibunya telah pecah dihadapan Mbah Gus.

Mereka kemudian duduk disamping ranjang Izah. Mbah Gus menyesali semua perbuatannya yang telah menjodohkan Izah dan Anto. Berkali-kali Mbah Gus mengucap kata maaf sampai-sampai Rasmi dan Izah memangis mendengarnya.

"Mbah! Sudahlah.."

Rasmi berkata sambil menyeka air matanya. Setelah meminta maaf berulang kali, Mbah Gus akhirnya menyampaikan tujuannya datang. Ia menyerahkan sebuah kunci kepada Rasmi.

"Mbah hibahkan, rumah Mbah untuk kalian."

Rasmi bergantian menatap kunci itu, Ibunya dan Mbah Gus.

"pakailah bekas pabrik batik Eyang Ti untuk mulai usaha."

Setelah menerima kunci itu, esoknya Rasmi pergi kerumah Mbah Gus. Membuka pintu samping pabrik batik rumahan yang dulu dikelola istrinya Mbah Gus sebelum meninggal beberapa tahun yang lalu.

Rasmi membersihkan pabrik dibantu oleh Mbok Ajeng, tetangga yang biasa merawat Mbah Gus.

Author's note:
Nahhhh... Udah tahu kan, siapa Mbah Gus? Hehe kalau udah don't forget to vote ya 😊 terimakasih😘😘😘

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang