5. Penahan Rindu

6.5K 507 3
                                    

Disisi trotoar, Rasmi terlihat sedang melayani seorang pembeli. Seorang Ibu dan anaknya tengah memilih bunga-bunga yang dijual oleh Rasmi.

"ini Bu, kembaliannya."

"makasih ya Mba"

"nah, ini.. buat kamu!"

Rasmi berlutut, wajahnya kini sejajar dengan wajah anak perempuan itu.

Sebatang bunga Carnation berwarna pink yang dihiasi pita berwarna kuning diberikan kepada anak perempuan itu.

Abdil yang melihatnya dari seberang tersenyum, kemudian menghampiri Rasmi.

Rasmi tengah merangkai sebuah buket yang sederhana nan cantik ketika Abdil sudah berada di sampingnnya.

"bunga-bunganya cantik, sama seperti yang jual.."

"Mas Abdil?!"

"kok kaget gitu?"

"eh? Ndak kok."

Wajahnya Rasmi bersemu merah. Ia kemudian mengalihkan padangannya kepada bunga-bunga yang tengah dirangkainya.

"Mi?"

"sssttt!"

ia asyik merangkai bunga. Sampai-sampai Abdil yang mengemas beberapa bunga yang masih tersisa.

Memasukan bunga ke dalam sebuah kardus dan meletakannya diatas jok motornya Rasmi yang terparkir di sebuah mini market tidak jauh dari tempat Rasmi jualan. Sampai Abdil kembali, barulah Rasmi kembali kedunia nyata.

"Nah! Iki buat Mas Abdil.. karena selama ini sudah membantuku, selalu sabar eng.. dan.. oh! Sing paling mengerti aku!"

Rasmi menyelesaikan kalimat yang ia rangkai dengan susah payah itu dengan senyumannya.

Senyuman itu. Senyuman yang selalu membuat Abdil berulang kali jatuh cinta kepada gadi polos dan berhati besar itu. Ya, Rasmi telah membuat kehidupan Abdil penuh makna. Sulit baginya membuka hati untuk jatuh cinta , selama ini belum pernah ia membiarkan hati kerasnya untuk melembut dan menerima juga memberikan cinta.

Rasmi dengan segala kelebihan dan kekurangannya telah mendobrak hati Abdil sampai kerelung-relung jiwanya, mengisi ruang hampa didalamnya dengan kehangatan dan kemurnian cinta.

Senja itu, mereka sudah meninggalkan tempat Rasmi berjualan bunga. Kali ini, mereka tidak berkendara menuju pabrik batik. Motor yang mereka naiki terus melaju, keluar masuk gang sampai berhenti disebuah rumah kontrakan sederhana yang berada dibelakang Masjid kecil.

"ini rumahnya siapa, Mi?"

"wis, ayuk ikut saja!"

Rasmi mengetuk pintu diikuti oleh suara parau dari dalam rumah. Pintu kemudian terbuka dan muncul sosok pria tua, seperti Mbah Gus namun kakek ini sudah bungkuk dan pedengarannya sudah berkurang.

"Assalamu'alaykum, Mbah Teguh! Iki Rasmi, Mbah.. bawa hasil jualan bunga!"

Rasmi berbicara agak kencang.

"Alhamdulillah! Matur Nuwun, Nduk.. semoga rezekimu akeh! Batikmu makin laku! Senantiasa dalam lindungan Gusti Allah.."

"Aamiin.. matur nuwun Mbah!"

Mbah Teguh melirik Abdil kemudian tersenyum.

"Saya Abdil, Mbah.."
Abdil mencium tangan kanan Mbah Teguh.

Mbah Teguh kemudian masuk kedalam rumahnya. Rasmi dan Abdil saling melempar tatap penuh tanda tanya. Beberapa waktu kemudian, Mbah Teguh kembali keluar memakai pakaian Veterean.

Beliau kemudian berusaha berdiri tegap dengan susah payah walaupun punggungnya tetap bungkuk. Didepan Abdil, Mbah Teguh memberi hormat layaknya hormat prajurit kepada komandannya.

Abdil mengambil sikap tegap dan membalas hormat Mbah Teguh. Kemudian beliau menepuk pundak Abdil dan mereka saling mengangguk. Seperti tengah berbicara dari hati ke hati, menyerahkan tombak perjuangan para pahlawan yang telah memerdekakan negeri ini kepada penerus bangsa.

Mbah Teguh meberikan tombak perjuangannya kepada Abdil untuk mengaja kesatuan dan kedaulatan negeri ini.

Dalam perjalanan pulang, Abdil banyak bertanya tentang Mbah Teguh ternyata salah satu pejuang dalam peristiwa Bandung Lautan Api.

"Alhamdulillah masih pada sehat dan Panjang umur ya!"

"iyo Mas! alhamdulillah.."

"terus sekarang Mbah Teguh jualan bunga?"

"Mbah Teguh iku senang berdagang, apa aja Mbah suka jualin Mas.. untuk menyambung hidup. Kalau jualan bunga Cuma kalau wisuda saja, tapi karena saiki si Mbah asam uratnya kambuh.. dadi aku yang menggantikan."

"loh, kok kamu bisa tahu asam uratnya kambuh?"

"wong Mbah Gus, iku kemarin minta tolong dibuatin jamu asam urat. Terus aku tanya, buat sopo toh Mbah? Terus Mbah Gus jawab, iku loh buat Mbah Teguh. Abis buatin jamunya.. aku anter malam-malam naik motor sama Mbok Ajeng.

Pas aku sampai disana, aduh Mas! aku ndak tego liatne Mas! sendirian dirumah, sedang tertidur megangin kakinya! Terus, iku bunga akeh Mas ning rumahne!

Firasatku kayaknya dia besok mau jualan di acara wisuda. Nah tadi subuh, aku bantu jualain di UMY."

Abdil mendengarkan sambil tersenyum. Ia tak pernah bosan mendengar kicauan Rasmi.

"kalau jamu penahan rindu, ada?"

"ada!"

"yang bener?"

"Mas Abdil mau tak buatin?"

"mau."

"siap! Tak buatin yang paling spesial karetnya 2!"

"itu jamu apa nasi goreng bungkus?" Rasmi tertawa kecil.

Abdil udah mulai gombal-gembel 😅 kira-kira, Rasmi baper enggak yah?
Happy reading💕

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang