15. M. Abdil Aditya Pov (3)

3.8K 303 0
                                    

Flashback

Upacara Wingday

Menjelang kelulusanku dari sekolah penerbang. Ada satu kegiatan yang tidak akan pernah aku lupakan selama pendidikan penerbang. Yakni tradisi ziarah ke makam Bapak penerbang, Adisutjipto serta long march dari alun-alun utara sampai Lanud Adisutjipto. Setibanya kami di Tugu Jogjakarta, obor dinyalakan dan semua perasaan melebur seketika lagu-lagu perjuangan dan mars Sekbang kami nyanyikan bersama.

Setelah penyematan Wing Penerbang, kami diambil sumpahnya sebagai penerbang oleh KSAU. Sekolah Penerbang telah menetaskan elang-elang muda penjaga dirgantara Indonesia. 32 orang penerbang TNI AU, 7 orang penerbang TNI AD dan 3 orang penerbang TNI AL.

Dari 32 orang penerbang TNI AU, 8 orang termasuk diriku penerbang helikopter, 12 orang penerbang pesawat angkut dan 12 orang lainnya penerbang tempur. Kami siap mengawali tugas dimanapun dan kapanpun sebagai elang khatulistiwa.

Aku dan Fajri berpisah. Ia menjadi penerbang tempur dan mulai mengepakkan sayapnya di Skadron Udara 11, Lanud Sultan Hasanuddin.

Sedangkan aku mulai mengepakkan sayapku di Skadron Udara 8, Lanud Atang Sandjaya. Walaupun persaudaraan kami terpisah antara Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi, tali silahturahmi selalu kita jaga. Walaupun sering kali memalukan, Fajri tidak akan tergantikan. Sepi juga rasanya, jauh dari curut itu!

Jangan tanya bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Endah. Sayangnya, tidak berjalan semulus akal bulusnya si Fajri. Sobatku itu bukan tipenya Endah. Bagi Endah, menjadi istri seorang tentara artinya akan LDR sampai kakek nenek. Fajri tidak bisa mendrobak pendirian Endah atau mungkin, belum bisa mengubah pendirian Endah. Akhirnya, hubungan mereka kandas ditengah jalan.

Sedangkan kisah cintaku? Aku memberanikan diri menulis surat untuk Rasmi. Awalnya aku hendak mengurungkan niatku untuk mengirimkannya surat. Tapi aku merasa ia tetap menantiku. Entahlah.. kepedean atau halu? Aku juga tidak tahu.

Akhirnya aku mengirim surat itu. Kenapa tidak menelpon? Sudah kucoba, tetapi nomernya sudah tidak aktif lagi. Satu-satunya harapan yang aku miliki adalah kartu bisnis pabrik batik yang dulu pernah ia berikan kepadaku saat pertama kali kami bertemu. Disana, tertulis alamat lengkap pabrik batik.

Setelah mengirimkan surat padanya, aku menunggu balasan yang tak kunjung datang. Hujan. Kota hujan ini, menjadi saksi bisu penantianku akan surat balasan dari Rasmi. Kenapa dia tidak membalas suratku? Apakah dia begitu membenciku? Semarah itukah kau Rasmi? Teganya, setelah hati ini kau buat jatuh cinta. Tapi, aku juga yang membuatnya benci kepadaku. Bodohnya diri ini.

Apa sebaiknya aku ikhlaskan saja? Aku lepaskan segala perasaan yang menggebu ini dari Rasmi? Melepaskan rindu dan cinta yang tak pernah padam ini? Ah! Kenapa rumit sekali? Semua ini membuatku pusing. Rasmi, aku ikhlaskan dirimu bersama orang lain. Semoga orang lain itu adalah aku.

•••

"Assalamu'alaykum, ada apa Rin?" Aku mengangkat teleponku.

"Wa'alaykumussalam.. Abang, boleh minta tolong antar Arin ke pertigaan Salabenda ga?"

"Mau ngapain? Jangan keluyuran terus! Kakakmu baru aja melahirkan, bantu dia jagain si Fausi! Itu bocah lagi nakal-nakalnya nanti enggak ada yang jagain, dia malah main jauh-jauh!"

"Ya Allah Bang, enggak keluyuran kok! Orang Arin mau anter pesenan paket hampers wisuda!! Lagian dirumah kan ada Mamah, jadi Fausi enggak bakal keluar rumah! Kenapa sih Bang ngomel-ngomel mulu! Efek kelamaan ngejombs nih!"

"Tuh, dikasih taunya malah ngegas! Yaudah buruan, Abang jemput dimana?"

"Di Mcd Semplak ya, Arin nunggu didalem! Maaci Abang Abdil jones hehe bye!"

Arini. Sepupuku. Baru lulus SMA dan sedang menunggu pengumuman kelulusan SBMPTN. Kerjaannya, keluyuran sama teman-temannya. Nongkrong di Mall dan jalan setiap malam minggu bersama pacarnya. Kalah aku. Setiap malam minggu hanya mendekam di mess.

Sesampainya di Mcd, aku langsung menuju lantai 2. Arini sedang bermain hp saat aku sampai. Dimejanya, ada beberapa bucket bunga dan cokelat yang sudah di hias.

"Arin."

"Arin?!" Kebanyakan keluyuran tapi kurang korek kuping ini anak. Iseng, aku menutup layar hpnya. Ia kemudian menyadari kehadiranku.

"Sorry-sorry! Ayuk Bang kita berangkat!" Aku membantunya membawa bunga dan cokelat itu.

"Bang, kapan lu order bunga kayak gini?"

"Kapan-kapan kalau ada umur."

"Eh Bang, jangan ngomong sembarangan! Makanya cari pacar dong! Apa perlu gue yang cariin?"

"Enggak perlu, cukup doain aja biar cepet ketemu!"

"Ya Allah.. semoga Bang Abdil cepet ketemu jodohnya! Aamiin!"

"AAMIIN QOBUL YA RABB!!!!"

"Hahahahah gileeee semangat amat aminnya!"

Arini meminta berhenti di Masjid At-Taqwa lantaran si calon pembelinya sudah sampai disana dan akhirnya aku mengantar Arini ke parkiran Masjid. Kemudian membantunya menurunkan paket bunga dari bagasi mobil. Tiba-tiba. Aku mendengar seseorang memanggil namaku. Suara itu, terdengar tidak asing. Saat aku menoleh, aku sangat kaget. Suara itu milik Rasmi.

Kejadian yang terjadi setelah itu, membuatku berlari menuju Rasmi. Ia telah tak sadarkan diri setelah ditabrak motor. Darah segar mengalir dari belakang kepalanya.

Halo lovely readers! Ini bagian terakhir flashbacknya Abdil's pov ya🙂 udah kenal sama Abdil kan??? 😄😂😂 nah.. apdetan selanjutnya, diruntut dari bagian "12. Salah Paham" 😊

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang