3. Senyumannya

8.3K 589 0
                                    

Namun siang itu, Rasmi tidak ada di pabrik.

Kakek yang minggu lalu ia lihat dengan sepeda onthel, Mbah Gus orang-orang kerap menyapanya memberitahu kemana Rasmi. Dengan langkah seribu Abdil keluar pabrik dan hampir menabrak Rasmi yang akan masuk kedalam.

"Astaghfirullah!"

"aduh, maaf ya Mi!"

"piye toh mas? Untung remnya pakem!"

Rasmi berkata sambil tertawa kecil. Melihat Rasmi tertawa, Abdil tersenyum.

"mas Abdil sudah makan malam belum?"

tepat sekali setelah Rasmi bertanya, suara perut Abdil berbunyi seakan menjawab pertanyaanya. Abdil hanya bisa nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.

Mereka makan bersama di depan teras pabrik batik berasama Mbah Gus dan karyawan pabrik. Selesai makan, mereka pergi ke pasar Beringharjo untuk mengantar beberapa kodi pesanan batik.

Sepanjang perjalanan, awalnya Abdil lebih banyak mendengarkan namun beberapa lama kemudian ia mulai nyaman berbicara dengan Rasmi. Ketika hendak pulang dari pasar, Rasmi tertawa cekikikan melihat Abdil yang lupa menaikan standar sehingga motor matic itu belum juga menyala walaupun sudah di starter.

"standarnya lho mas, belum dinaikan. Mas Abdil ini kok ya lucu banget!"

"kamu iki, ketawa melulu dari tadi.. seneng banget kayaknya lihat saya susah.."

"ngapunten toh Mas, ojo nesu gitu dong.."

Rasmi memasang wajah memelas.

"wis jalan!"

"tapi, ojo ngambek gitu.. kalau masih ngambek ben aku jalan kaki aja!"

Rasmi kemudian berjalan meninggalkan Abdil.

"eh eh!! Rasmi! Tunggu!"

Abdil menyalakan motor dan mengejar Rasmi. Kemudian Rasmi tertawa sambil memegang perutnya.

"hahahah aku cuma bercanda Mas! Emang enak, aku kerjain!"

Rasmi memberi energi positif untuk Abdil. Canda dan tawa Rasmi bagaikan mentari yang menyinari hatinya. Segala rasa lelah, penat dan hampa hilang dalam sekejap sesaat melihat senyumannya dan mendengar tawanya yang riang.

Dalam hal seburuk apapun, Rasmi selalu melihat pada sisi positifnya. Saat pesanan batik berkodi-kodi itu dengan mendadak dibatalkan, padahal semua sudah beres dan siap kirim.

"kalau begini, kamu bisa rugi banyak Mi!"

"rapopo toh Mas, kan batiknya bisa dijadikan stok jualan."

"bukan begitu Mi, pembeli yang seperti itu harus kamu blacklist jangan dikasih pesan lagi. Seenak udelnya aja, batal-batalin begitu!"

"bukan rejeki Mas, aku sudah ikhlaskan.. ini satu setel untuk Ibunya Mas Abdil aja, hehe"

Halo readers😀 gimana? Udah ada bibit-bibit cinta antara Abdil dan Rasmi belum nih? Hehe

Maaf ya readers, kalau bahasa Jawanya banyak salah222 maklum, penulis bukan orang Jawa hihi mau beri masukan atau koreksian bahasa Jawa? Boleh banget! I need that! Thankiess 😙

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang