20. Kota Jogja Saat Pesiar (END)

7.6K 470 51
                                    

Hari yang cerah itu mengantar Rasmi dan puteranya yang sudah menyelesaikan Susparadas di lapangan Lanud Sulaiman, Bandung. Selain diikuti oleh taruna AAU, Susparadas diikuti juga oleh siswa Sekbang PSDP.

Wingday dilaksanakan dengan penyematan brevet tanda para taruna dan taruni telah sukses melaksanakan kursus payung udara dasar dan mendapatkan brevet wing terjun. Tangan Rasmi bergetar saat menyematkan brevet itu pada PDL loreng taruna Zafran.

“Mah..”

Zafran memegang tangan Rasmi. Brevet itu kini sudah tersemat pada dada Zafran. Berkilauan terkena cahaya mentari. Rasmi lekat memandang anaknya.

Tubuh tegap, alis tebal, hidung mancung dan senyumannya Zafran benar-benar "cetakan" Abdil. Kadang Rasmi bercanda berkata.

"Kamu ndak sayang Mamah toh, Leh? Bener-bener persis Ayahmu! Wajahmu, gaya bicaramu.. aduh Mamahnya ndak dianggap?" Kalau sudah berkata seperti ini, Zafran segera memeluk Rasmi dan bermanja-manja ria.

"Aku tetep cah bagusnya Mamah sampai aku beruban!"

Rasmi teringat sosok Abdil. Mas, putera kita sudah besar sekarang.. dia mirip sekali denganmu.. Rasmi berkata dalam hati. Berharap bisikan hatinya sampai kepada Abdil.

Zafran yang sangat mengenali tatapan Mamahnya itu, berpikir pasti Mamahnya sedang kembali memikirkan Ayahnya.

“gimana? lebih stil Ayah atau aku Mah?”

Rasmi tertawa mendengarnya.

“lebih stil Ayahmu, lah! hahahah”

Zafran memeluk Rasmi. Jangan tinggalkan Mamah, ya nak. Batin Rasmi.

Setiap akhir minggu, kini pabrik batik kembali ramai dengan celoteh Zafran yang datang setiap kali pesiar dan terkadang datang bersama teman-temannya.

Zafran selalu melaporkan segala kegiatannya di Ksatrian AAU dari bangun pagi sampai pagi lagi. Rasmi sangat senang mendengar cerita Zafran karena Abdil sebelumnya tidak pernah bercerita semacam itu.

“Kalau Ayahmu iku, ndak pernah cerita-cerita koyok ngene karo Mamah.. Leh!”

“Terus, kalau lagi pesiar ngapain dong?”

"Bantuin Mamah anter batik, bungkus-bungkusin pesanan batik, masukin pesanan kodi ke karung terus..."

"Itu pacaran apa lagi nguli, Mah? Hahahah"

"Hahahah yo.. begitulah Ayahmu, dia nerima Mamah apa adanya, tulus sekali cintanya. Ndak isin punya bojo cuma lulusan SMA, tukang jualan batik lagi! Padahal dia bakal Marsekal yang di segani, dan di hormati.."

Rasmi terdiam sejenak menatap Zafran yang tumbuh besar. Melihatnya dengan Pakaian Dinas Harian yang biasa dipakai taruna saat pesiar, mengingatkannya kepada Abdil dulu. Semasa almarhum masih taruna.

Setelah kepergian Abdil, Rasmi kembali ke Jogja. Kembali fokus dengan bisnis batik yang sejak dulu ia rintis bersama almarhumah Ibunya. Perlahan, Rasmi bangkit dari segala kepedihan hatinya atas kepergian Abdil dan menjadikannya sebagai semangat hidup.

Rasmi tahu betul, Abdil adalah sosok yang bangkit dari titik terendahnya. Ia mengajarkan Rasmi tentang arti sejati kehidupan. Mampu mengobati luka dalam hati dan menjadi insan yang kuat.

“tuh kan, Mamah kebiasaan.. pasti lagi flashback alias nostalgila.”

Rasmi tertawa sambil mencubit pipi Zafran. Seperti Abdil, senyuman Rasmi sungguh berarti untuk Zafran. Rasmi tersenyum menatap seorang taruna dihadapannya. Pada Zafran, ia melihat Abdil. Cinta pertama dan terakhirnya.

Alhamdulillah! Kota Jogja Saat Pesiar udh  TAMAT! Matur nuwun yo, lovely readers yang udah mengikuti kisah Abdil dan Rasmi, serta jiwa-jiwa sederhana dalam cerita ini. Mohon maaf atas kesalahan dalam cerita ini, ambil positifnya dan buang negatifnya ya! 🙏💕💕💕😘😘😘

Jangan lupa baca ceritaku yang lain yaaa hehehe

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang