12. Salah Paham

4.1K 331 0
                                    

“Rasmi, aku mohon dengarkan dulu. Kamu salah pa-”

“apa Mas?! Salah apa?! Memang bodoh aku! Terlalu berharap padamu! Aku sudah salah selama ini!

Tahu kah kamu Mas? Seberapa sering aku menahan rindu dan bertahan? Setelah berjanji akan kembali, tapi apa?

Kamu menghilang tanpa jejak Mas! Tiba-tiba mengirim surat mengabari! Kenapa kamu tega mengkhianati janjimu Mas!!”

“tapi Rasmi, dia itu sepupuku! Kamu salah paham..”

“iyo Mi, wong tadi sepupunya iku sudah ceritakan semuanya sama aku!”

“kamu sahabatnya siapa sih Ndah?! Kok kamu lebih percaya dia?!!”

kemudian seorang perempuan memasuki kamar inap.

“dia itu Arini, sepupuku!”

Abdil berkata sambil menunjuk perempuan yang baru saja masuk kedalam kamar inap.

“keluar kamu Mas! aku ndak mau ngeliat kamu lagi!! Sana pergi!”

“Ndah! Aku mau pulang saja ke Jogja! Ayo Ndah kita pulang! Untuk opo toh kita capek-capek kesini buat ketemu laki-laki yang ndak iso menjaga dan menepati janjinya!

Pergi kamu Mas! aku kecewa sama kamu!
Tega kamu Mas! bertahun-tahun aku menunggu kamu! Penat menahan rindu! Bosan selalu berharap dan berdoa kamu akan datang! Lama aku menunggumu Mas!”

Rasmi menangis sambil meluapkan amarahnya. Hatinya terluka. Ia terus menangis sampai Abdil dan sepupunya pergi.

Ingin dia berlari, menjauh dari semua ini. Ia begitu kecewa dan marah sampai tak bisa berkata apapun selain menangis.

Rasmi masih dirawat keesokan harinya dan merasakan kepalanya sangat sakit. Semalaman ia menangis. Sehabis sholat subuh, ia baru bisa tertidur pulas.

Saat ia membuka matanya, Endah tidak ada disana. Suara sepatu pantofel terdengar mendekati kamar inap. Rasmi segera memejamkan matanya.

Suara pintu terbuka terdengar dan langkah sepatu itu berjalan mendekati ranjang yang ditempati Rasmi. Kemudian, terdengar suara bangku yang digeser.

Rasmi bisa mendengar suara nafas seseorang yang kini tengah duduk disamping ranjangnya. Firasatnya mengatakan seseorang yang sedang berada disampingnya, tidak lain ialah Abdil.

Jangan pergi, Mas batin Rasmi. Ternyata benar, memang Abdil lah yang kini sedang duduk disampingnya.

Abdil mengenggam tangan Rasmi dan menciumnya. Tanpa disadari, Rasmi yang sedang berpura-pura tidur itu meneteskan air matanya dalam pejaman matanya.

Aduh, kenapa aku jadi nangis gini? Bisa ketauan nanti!

Abdil yang memandangi wajah Rasmi, segera menghapus air mata Rasmi.

“Rasmi?”

Abdil berbisik lembut. Rasmi tidak dapat membohongi perasaanya yang kini dipagari oleh tembok ego yang keras.

Ia merindukan Abdil. Sangat merindukannya. Namun amarah masih membakar hatinya Rasmi. Apakah dengan belaian lembut dan sentuhan cinta Abdil, dapat meluruhkan tembok ego dan menyiram amarah Rasmi?

“maafkan aku Rasmi.. aku harus pergi. Nanti malam, aku kesini lagi.”

Abdil menghentakan kakinya sehingga terdengar ia sedang berjalan. Rasmi dengan cepat membuka kedua matanya. Dan mendapati Abdil masih berada disampingnya, tidak melangkah satu jengkalpun.

Rasmi kaget dan panik.

“enggak usah kaget gitu.”

Wajah Rasmi kini seperti kepiting rebus. Malu ketahuan pura-pura tidur.

“ngapain kamu kesini Mas?!”

“Mau jelasin semuanya ke kamu.”

“ndak perlu! sana pergi!”

Mereka berdua saling tatap sejenak. Ingin rasanya Rasmi memeluk Abdil yang kini kembali hadir dihadapannya. Namun tidak mungkin ia melakukannya.

“Kok ndak pergi-pergi? Sana!”

Temenin aja Mas, jangan kemana-mana!

Terjadi perdebatan batin dalam hati Rasmi.

“enggak perlu disuruh, ini juga mau balik. Tapi izinkan aku kembali ya? Nanti malam, kita harus menyelesaikan masalah ini Mi. Enggak bisa dan enggak boleh masalah ini berlanjut.”

Siang itu, hujan lebat kembali mengguyur Bogor. Endah datang bersama Fajar dan Teh Irma. Rasmi meminta maaf karena tidak bisa membantu pernikahan adiknya kemarin, malah merepotkan karena kecelakaan.

Menjelang sore, Lek Parman menjemput anak dan istrinya dirumah sakit. Meninggalkan Rasmi dan Endah diruang inap yang begitu sengang.

“Ndah, tadi pagi Mas Abdil menjenguk. Dia bilang nanti malam mau kesini lagi.”

“memang! Dia kesini mau meluruskan semuanya, biar ndak ada salah paham lagi!”

“menurutmu Ndah, aku salah opo ndak?”

“buanget!”

“masa sih?”

“kamu iku harusnya dengerin dulu penjelasan bojomu! Iki mah malah marah-marah mirip orang kesurupan!”

“hahahahah!!”

“eh? Beneran kesurupan?!!”

“ihhh kamu iku ngomong sembarangan!”
Endah memutar bola matanya.

“tapi beneran Mi, kamu harusnya tenang dulu.. kasih Mas Abdil kesempatan buat jelasin semuanya..”

“iyo Ndah..” untuk kesekian kalinya, ia menunggu Abdil datang. Kali ini, untuk menjelaskan kesalahpahaman yang membelit mereka.

Halo lovely readers, apdetnya agak lola ya maklum pejuang skripsweet. Kadang mikirinnya jauh lebih sering daripada ngerjainnya😅 aku tinggal lanjut bab 4 & 5, mohon doanya ya semoga sebelum akhir Juni udah selesai 🙏🙏🙏 thank u 💕

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang