Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan.
Semua takkan mampu mengubahku.
Hanyalah kau yang ada direlungku.
Hanyalah dirimu, mampu membuatku jatuh dan mencinta.
Kau bukan hanya sekedar indah, kau tak akan terganti.
(Marcell - Takkan terganti)
Akhirnya hari itu tiba, Abdil akan berangkat tugas membantu evakuasi medik SAR. Sebelum berangkat, Rasmi yang berdiri diambang pintu membelai lembut wajah Abdil. Kemudian Abdil mencium perut Rasmi.
“tunggu Ayah ya, Nak!” seperti menanggapi, bayi yang ada didalam perutnya Rasmi bergerak saat Abdil membelainya.
"Pinternya, anak Ayah! Jadi enggak sabar mau cepet-cepet ketemu dedek!" Masih berlutut, Abdil memeluk bayi yang masih dalam kandungan serta istrinya. Keduanya, melengkapi hidup Abdil.
"Doakan semoga persalinanku lancar ya, Mas."
"Pasti, sayang." Abdil berdiri menatap Rasmi. Entah, Rasmi merasa tatapan suaminya itu begitu dalam.
“jemput aku, saat aku pulang ya!”
Rasmi mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang sudah tergenang dibawah matanya. Kemudian Abdil mengecup kening Rasmi begitu lama. Sampai Rasmi menepuk dada Abdil pelan.
“aku pergi dulu ya!”
Abdil hormat kepada Rasmi layaknya hormat prajurit kepada komandannya. Rasmi membalas hormat Abdil sambil tersenyum. Senyuman yang akan mengantar Abdil pulang.
•••
Mbok Ajeng, Kak Kiki dan istrinya Bang Yuda berjalan mondar-mandir diluar ruang bersalin. Bang Yuda sibuk mencari tempat dengan sinyal terbaik disudut Lorong rumah sakit sambil menelpon Abdil.
“Assalamu'alaykum! Halo? Dil aduh, putus-putus nih! Rasmi lagi diruang bersalin!”
“Bang! Di–sini sinyalnya jel—ek! Apa?!! Ras—mi??!”
“aduh Dil! Coba keluar dulu gih, cari sinyal!”
Beberapa detik kemudian, seorang suster membuka pintu ruang bersalin diikuti suara bayi menangis.
Suster itu memberitahu bahwa Rasmi telah selesai persalinan dan anaknya berkelamin laki-laki.
“ALHAMDULILLAH!! DIL ELU UDAH JADI BAPAK!”
“Ba-pak?!!”
“elu punya jagoan cilik!!”
“Al—hamdulill—ah!!”
Setelah dipindahkan kekamar rawat inap, Abdil kembali menelpon setelah berhasil mendapatkan tempat sinyal yang bagus.
“iyo, Mas?” Rasmi berkata pelan.
“maafkan aku ya sayang, enggak ada disampingmu tadi..”
Rasmi tersenyum lemah. Padahal hanya dengan mendengar suara Abdil, Rasmi merasa senang dan tenang.
“jangan ngomong gitu terus Mas, bosen hehe”
“fotoin dedek bayinya dong Sayang..”
“nanti ya Mas, belum dianter kesini sama susternya..”
“yasudah, kamu istirahat ya! Besok aku telepon lagi..”
"Tunggu! Ojo ditutup dulu Mas!"
"Kenapa sayang?"
"Ngomong opo kek gitu, ben aku denger suaramu..."
"Hahahah iya deh.. aku ceritain situasi terkini di lokasi ya! Jadi aku sampai disini jam setengah 3 sore, dari atas aku lihat semua bener-bener hancur..
Sampai sekarang, banyak korban yang belum ditemukan tapi alhamdulillah semua pengungsi sudah di evakuasi ketempat yang aman.
Bantuan logistik, posko-posko darurat bencana dan dapur darurat, alhamdulillah sudah mulai banyak. Mohon doanya ya, biar kami disini diberi perlindungan dan berkah selamat.."
Abdil menceritakan semuanya. Dari awal berangkat tugas, hingga h+5 setelah bencana. Ombak masih tinggi dan gempa bumi masih mengguncang walaupun dengan skala kecil.
"Hati-hati ya Mas, aku ndak pernah absen doakan kamu."
Beberapa hari kemudian, Abdil kembali menelpon. Kali ini Rasmi sudah kembali di rumah.
"Aku lagi bedong dedek nih, sebentar ya! Abis ini aku vidcall Mas..”
“kangen ya? Mau vidcall-an? hehe”
Beberapa saat kemudian, Rasmi menelpon lagi dengan fitur video.
Wajah yang begitu Abdil rindukan muncul bersama senyumannya. Namun, kali ini ada yang berubah pada wajah istrinya. Kantung matanya sedikit menghitam karena begadang setiap malam.
“mana si kecil Mah?”
Rasmi tersenyum mendengar Abdil memanggilnya Mamah.
“iniiii!”
Kini, wajah bayi kecil yang menghiasi layar ponselnya Abdil.
“Mirip aku ya!! halo dedek! Ini Ayah! Sebentar lagi kita ketemu ya Dek!”
"Halo Ayah! Pulang dong, aku kangen!" Rasmi berkata dengan meniru suara anak kecil.
"Itu Mamahnya yang kangen apa anaknya?" Abdil ikut meniru suara anak kecil.
"Mamahnya dong!"
"Aduh, jadi pengen nyubit hidung Mamahnya! Hahahah."
"Ih! Ayah ndak boleh nakal, nanti aku gigit huaaa!" Rasmi mengarahkan kamera depan ke wajah bayi laki-laki yang sedang menguap.
"Gemesnya anak Ayah! Hahaha nguapnya persis banget kamu! Tuh tuh! Ndusel-ndusel mukanya! Persis kamu kalau lagi ngantuk! Hahaha" Rasmi ikut tertawa.
“Mas, mau dikasih nama siapa si dedek?”
“Oh iya, belum dikasih nama ya?!”
“Belum nih.”
“Emm.. siapa ya? Zafran Angkasa Aditya! Gimana?” Rasmi mengangguk senang.
Terulang lagi. Esoknya sebuah berita duka datang mengetuk pintu rumah. Rasmi kaku berdiri diambang pintu. Sesuatu dalam hatinya yang biasa mengisi dan menguatkan hatinya, telah hilang direnggut oleh takdir.
Kakinya lemas, Rasmi terjatuh dan menangis sejadi-jadinya.
Abdil gugur dalam tugas. Helikopter yang ia bawa terjatuh akibat alam yang dengan dahsyat mengamuk dan memporak-porandakan apapun yang ada dihadapannya.
Akhirnya jasad Abdil dibawa ke Jogjakarta dan dimakamkan disana.
Rasmi menjemput peti kayu yang ditutupi oleh bendera merah putih. Ia menangis diatasnya. Ia tidak ingin membuka peti mati itu untuk melihat jasadnya Abdil.
Ia hanya ingin, selalu mengingat Abdil dalam keadaan baik seperti dulu. Rasanya separuh nyawa Rasmi akan habis menangisi Abdil.
Semua terasa dan terlihat pilu. Air matanya Rasmi belum juga surut. Ia memanggil-manggil Abdil sambil mendekap erat peti mati itu. Ia berbicara kepada peti mati seakan-akan Abdil didalamnya dapat mendengar. Jemarinya dengan lemah mengusap peti mati itu berkali-kali.
Kini Rasmi mejemput Abdil dan menyambut kepulangannya dengan seluruh duka. Abdil telah pulang. Pulang menghadap Sang Pencipta.
Tiada cinta yang setulus cinta Abdil pada dirinya, takkan ada pengganti Abdil. Ia, adalah seluruh cinta bagi Rasmi. Selamanya.
“sekarang, tunggu aku di Surga ya Mas.. kita akan bersama lagi nanti..”
Halo lovely readers, maaf ya sad ending 😢😢😢 next part, adalah part terakhir Kota Jogja Saat Pesiar. Keep on reading ya! 😄💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)
General FictionAda pemandangan yang tidak biasa saat Abdil melihat keluar dari bis IDAFA dikala pesiar. seorang perempuan berlari kencang. Entah sedang dikejar atau mengejar. Pada awalnya, Abdil hanya mengira mungkin perempuan itu sedang terburu-buru. Ternyata tid...