1. Titik Terendah

16.5K 822 9
                                    

Kota Jogja memiliki ribuan kenangan untuk siapa saja yang pernah menjejakan kaki disana. Setiap sudut kotanya, memiliki cerita yang membangkitkan kenangan siapapun yang pernah mengunjunginya.

Kisah sedih berderai air mata, kisah pilu yang menyayat hati, kisah tangis haru bahagia dan kisah cinta yang dapat membuat siapapun tersenyum mendengarnya, ada di kota ini. Siapa sangka bahwa di kota ini juga, seseorang sedang berjuang di gembleng menjadi perwira. Dia adalah Abdil.

Sore itu di kawasan Jakarta Selatan tumpah siswa-siswa sekolah menengah atas dan sekolah teknik mesin di jalanan. Macam-macam benda tajam dan tumpul saling hantam diikuti percikan darah segar. Metromini habis ikut menjadi korban keganasan tawuran antar pelajar SMA dan STM.

Setelah itu, bunyi sirine mobil polisi terdengar dari seluruh penjuru. Seluruh aktivis tawuran itu berhamburan kemana-mana, termasuk Abdil.

Kakinya terluka tersayat tajamnya samurai. Dengan tertatih ia berlari ketempat yang aman. Celana abu-abunya kini berwarna hitam karena darah. Perih tak tertahankan. Abdil lanjut berlari sekuat tenaga walaupun tenaganya mulai habis.

"bangsat!!"

Abdil terjatuh dekat trotoar. Tak sanggup lagi ia bangun dan pasrah dibawa polisi.

Di kantor polisi, Abdil bersama siswa lain yang terciduk duduk dilantai. Kakak laki-laki dan kakak perempuannya menjemput beberapa saat kemudian. Didalam mobil, tidak ada satupun yang buka suara. Namun sampai dirumah, kegaduhan terjadi.

"gue kecewa sama lu Dil!! Otak lu yang cemerlang itu cuma sampah, kalau kerjaan lu Cuma tawuran doang! Liat Bang Yuda!"

Abdil perlahan mengangkat pandangannya. Sejurus kemudian, telapak tangan Bang Yuda mendarat keras di pipi Abdil.

"Abang!"
Kak Kiki memeluk Abdil dengan berderai air mata.

"tega ya lu Dil! Dari Mamah sama Papah masih hidup, kerjaan lu cuma ngecewain mereka. sekarang mereka udah enggak ada Dil! Lu masih bengal begini?!! Enggak punya otak lu!"

Abdil hanya menunduk. Ingin rasanya ia teriak sejadi-jadinya. Namun emosi itu ia telan dalam-dalam.

"udah, Bang! Udah!!"

suara pintu dibanting dengan keras. Bang Yuda pergi diikuti Kak Kiki. Abdil teriak sambil memukul tembok.

Selama beberapa hari di skors, Abdil tidak pernah keluar kamarnya. Setiap malam, ia merenung sambil menatap foto Mamah dan Papahnya. Air mata mengalir seraya Abdil memegang foto kedua orangtuanya. Kata-kata Bang Yuda menghunjam hatinya.

Sebuah titik kesadaran, jauh dari lubuk hatinya mulai merangkak keluar.

Hari senin, Abdil kembali masuk sekolah. Hanya tinggal empat bulan sebelum ujian nasional. Kegiatan pendalaman materi, try out dan ulangan harian menyita kesibukannya.

Setiap hari, Abdil pulang tepat waktu dan belajar keras setiap malam. Tidak jarang Kak Kiki menemukan Abdil tertidur dimeja belajarnya.

"Dek?"

"hmmm? ya?"

Abdil bangun dari tidurnya sambil mengusap wajahnya.

"kebawah yuk, Bang Yuda mau ngobrol."

Di depan tv yang tidak dinyalakan, Bang Yuda duduk sambil memegang beberapa kertas.

"Dil, gua bawa oleh-oleh nih buat lu."

Melihat Bang Yuda tersenyum, Abdil merasa canggung. Kertas yang diberikan oleh Bang Yuda kemudian ia ambil. Sebuah senyuman, yang lama tidak menghiasi wajah Abdil terukir.

"hahaha nah, gimana bro?"

Bang Yuda menunggu Abdil untuk menjabat tangannya. Abdil dengan penuh senyuman memeluk abangnya.

Halo, readers! 😄 selamat membaca dan menyelami kehidupan Abdil ya! Don't forget to vote 😙
Thank you💕

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang