Fate

26 1 2
                                    

Karakter: Ratri / Riri (OC), Royyan (Jonghyun Nuest), Ranendra / Andra (Aron Nuest), Rayhana (OC)

.
.
.

Aku memakai dress selutut warna peach senada dengan blouse ibuku yang dipadu padankan dengan bawahan batik. Batik nya sendiri senada dengan batik yang dikenakan bapak dan Mas Andra.

Hari ini kami akan berkunjung ke kediaman keluarga Al Fatih, keluarga yang akan segera menjadi bagian dari keluarga kami.

"Roti lapis nya udah dibawa kan?" Tanya Ibu padaku.

"Udah Bu, ini.." jawabku sambil menunjukkan beberapa box berisi roti lapis kesukaan Nyonya Al Fatih.

"Buah juga udah kan?" Tanyanya lagi.

"Udah.." Aku jawab lagi dengan sabar. Terlihat Ibu gelisah, wajar saja ini pertama kalinya Ibu berkunjung ke rumah keluarga yang akan menjadi besannya.

"Udah siap? Coba dicek lagi apa yang mungkin belum kebawa.." Tanya Bapak pada Ibu dan aku di kursi belakang.

"Udah semua, Pak.." jawabku.

Bapak melirik Mas Andra yang duduk di kursi kemudi dan menggodanya, "Semua udah siap. Kamu sendiri udah siap kan, Ndra?"

"Bismillah. Siap, Pak." Mas Andra menjawab mantap. Dan aku hanya bisa tersenyum kecil.

"Oke, kalo gitu kita berangkat.."

.
.
.

Setelah perjalanan beberapa menit, sampailah kami ke kediaman keluarga Al Fatih. Rumahnya terletak di perumahan yang tertata rapi. Rumah bercat krem itu terlihat cukup besar dan asri.

Meski kami belum turun, sudah terlihat pria paruh baya yang menunggu di depan pintu. Begitu kami turun, pria itu menghampiri dan menyambut kami.

"Assalamualaikum Pak Al Fatih.." Bapak menyapa lebih dulu.

"Waalaikumsalam Pak Suryo sekeluarga.. selamat datang di gubuk kami.." Pria itu menyambut kami ramah.

Mas Andra pun dengan luwes menjabat tangan pria itu dan menyentuhkannya ke dahinya. Atau kalau dalam adat Jawa disebut salim. Aku pun ikut salim pada Pak Al Fatih.

Muncul pula wanita berkerudung dari dalam rumah, yang kuyakini adalah Bu Al Fatih, ikut menyambut kami. "Mari silakan masuk.." Ucapnya ramah.

Prosesi salim pun diulang kembali dengan Bu Al Fatih.

Kami pun masuk ke dalam rumah dan mulai memberikan hantaran yang sudah dipersiapkan.

"Aduh, kenapa bawa banyak sekali.. Padahal tidak perlu repot-repot loh.." Ujar Bu Al Fatih.

"Enggak repot kok.." Jawab ibu penuh senyum.

Kami pun dipersilakan duduk. Aku duduk di sofa panjang di samping Ibu, di sebelahnya duduk Mas Andra, dan di sebelahnya lagi Bapak.

Pak Al Fatih duduk di sofa lain sendiri. "Kena macet enggak Pak tadi di jalan?"

"Alhamdulillah ramai lancar.." jawab Bapak.

Dan perbincangan pun diisi dengan membahas keadaan jalanan Jakarta yang tidak pernah sepi dan lain sebagainya. Perbincangan basa-basi biasa yang aku tak perlu ikut masuk di dalamnya.

Tidak lama muncul gadis muda berkerudung putih yang disambut dengan senyuman kami semua. Namanya Rayhana, atau biasa kupanggil kak Rayna.

Seperti sebelumnya, gadis itu salim pada Bapak, Ibu, dan Mas Andra. Sedangkan aku yang salim pada Kak Rayna.

Pak Al Fatih pun kemudian bertanya, "Adek, mana Na?"

"Ada.. Bentar lagi turun.." jawab Kak Rayna lembut.

Dan benar, tak lama dari itu muncul lelaki muda yang mengenakan baju koko putih. Prosesi salim pun terulang kembali. Dia salim pada Bapak, Ibu, dan Mas Andra.

Pada saat sampai giliranku. Tanganku gemetar, hatiku berdegup kencang.

Lelaki itu melihatku, tangannya sudah diberikannya padaku untuk kujabat. Dengan gemetar aku jabat tangannya pelan sambil aku membungkukan badanku sedikit sebagai tanda penghormatan.

Saat ku dongakkan lagi wajahku, dia sudah memalingkan wajahnya dariku.

Perhatianku teralihkan saat Pak Al Fatih bertanya, "Katanya, Ratri satu sekolah sama Royyan ya?"

"Ah.. iya, Om.." jawabku sambil memberikan senyuman.

"Royyan bandel ya di sekolah?" Tanyanya lagi.

"Enggak kok, Om.. Malah setau Ratri, Royyan masuk ranking atas kalo di IPS.." jawabku masih sambil tersenyum.

"Oh, kalo Ratri IPA ya?" Tanyanya lagi.

"Iya, Om.."

"Royyan kok diem aja sih, kayak ga kenal gitu.. Disapa dong Ratri nya.." kata Bu Al Fatih pada anak lelakinya.

Royyan cuma bisa senyum sekilas sambil menggaruk kepala. Terlihat sekali dia tidak nyaman, dia juga tidak berani melihatku.

"Kalian enggak saling kenal ya kalo di sekolah?" Tanya Ibu.

"Kenal kok, Bu.. kami pernah sekelas waktu kelas satu." Jawabku sambil tersenyum.

Ibu, Bapak, dan Pak Al Fatih tertawa. "Memang ya kalau anak lelaki tu kurang luwes. Ketemu temennya malah malu.."

Mereka tertawa lagi. Aku pun tidak bisa tidak ikut tersenyum. Sedangkan Royyan masih menunduk. Bisa kupahami kalau dia malu.

Beruntung suasana canggung itu segera usai saat Bu Al Fatih bertanya pada suaminya, "Ini langsung ke ruang makan aja ya, Yah?"

"Oh iya.. langsung ke ruang makan saja biar enak ngobrolnya sambil makan.."

Kami pun dipersilakan masuk lebih dalam ke ruang makan. Ruang makan dengan delapan kursi berhadapan itu sudah dipersiapkan sedemikian rupa lengkap dengan lauk pauknya.

Bapak dan Pak Al Fatih duduk di ujung meja berhadapan, sedangkan di sampingnya adalah istri-istrinya, dilanjut dengan Mas Andra dan Kak Rayna, dan di ujung akhir ada aku dan Royyan.

Setelah sebelumnya diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh Pak Al Fatih, kami pun dipersilakan untuk makan. Lauk pauknya mirip seperti saat Idul Fitri, ada opor ayam, sambal goreng ati ampela, dan rendang. Bapak dan Pak Al Fatih pun makan sambil sesekali membahas sesuatu yang ringan. Aku sendiri memilih untuk diam. Aku berusaha untuk fokus pada makananku, namun mau bagaimana juga aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat lelaki yang duduk di seberangku.

Dia menundukkan wajahnya sepanjang waktu, seperti menyibukkan dirinya agar tak punya waktu untuk terlibat pembicaraan, atau bahkan sekedar melihatku.

Aku bisa melihat dari awal dia gusar. Entah apa yang dipikirkannya sekarang. Sejujurnya aku juga sama gusarnya. Kepalaku pusing jika memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi aku tak bisa sejujur dia. Aku harus tetap tersenyum dan bersikap seolah tak ada apa-apa. Meski sesungguhnya rencana pernikahan Mas Andra dan Kak Rayna memukul telak aku dan Royyan.

Aku menghela napas panjang di sela makanku. Sambil menatap Royyan yang masih menunduk, aku bertanya dalam hati, Kita harus gimana, Yan?

#bgm: N.Flying - Crossroads

.
.
.

A/N: tiba2 semalem kepikiran ini, hahaha.. ga jauh2 sih permasalahan Kwak Siblings y begini .. mau pelan2 aja nulisnya.. soalnya abis ini mau flashback.. oke, see u again.

daybreak storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang