Sudah

24 3 0
                                    

Karakter: Rosyid, Rosa

.
.
.

Meski tengah hari, langit Jakarta menampakkan warna kelabu, pertanda akan segera datangnya hujan. Dari jok belakang taksi, Rosa dan Rosyid memandang ke arah jendela yang berlawanan. Pikiran mereka melayang jauh.

Setelah menemui Mega, Rosa masih memikirkan Langit dan segala kemungkinan alasan Langit menyukai gadis itu, hingga dia tega meninggalkan dirinya. Sedangkan Rosyid masih tak percaya apa yang baru saja terjadi. Sungguh, dunia ini seperti sedang mempermainkannya.

Bagaimana tidak? Dia tak pernah menyangka kalau dia akan bertemu kembali dengan Maya.

Rosyid tak menyangka bahwa dia telah menyakiti hati gadis itu sebegitu dahsyatnya, hingga berlaku hukum karma. Dan dia merasa sangat menyesal, karena karma itu bukan dia yang merasakan, tapi justru Rosa.

Rosyid bertemu Maya di usianya yang masih sangat muda. Di masa dia belum bisa berpikir benar dan hanya mau bersenang-senang. Dari penjelasan Maya yang dia dengarkan tadi, dia tak pernah menyangka bahwa permainannya mampu membuat Maya hancur.

Rosyid mengusap wajahnya penuh penyesalan. Bodoh banget sih gue dulu!

Kenangan-kenangan bersama Maya yang sebelumnya terkubur dalam ingatannya kini mulai muncul kembali.

Dia ingat bagaimana dulu dia terpesona saat melihat Maya bermain piano. Bagaimana jari-jari lentiknya menari di atas tuts piano dan bagaimana indahnya senyuman yang mengembang di wajahnya. Dia nampak sangat bersemangat menghayati alunan lagu ceria yang dia mainkan, hingga rambut panjangnya yang hitam kelam itu ikut berayun.

Rosyid terpaku di balik pintu kaca, memandangi gadis itu bermain piano hingga selesai. Tak pernah dia sangka, seseorang bisa memainkan piano dengan gairah yang sama seperti dia memainkan drum. Dulu, dia pikir, piano hanya cocok dimainkan secara lembut dan mengalun yang membuat pendengarnya mengantuk, tapi pikirannya berubah setelah melihat permainan piano Maya. Dan seketika, Rosyid ingin lebih mengenalnya.

Sesaat setelah gadis itu selesai memainkan lagunya, Rosyid membuka pintu, melangkah masuk mendekatinya. Saat itu, Rosyid tak tau, gadis bertubuh kecil dengan paras imut itu adalah salah satu tutor di tempat les musiknya. Dan gadis itu juga tak tau bahwa lelaki jangkung yang begitu saja masuk ke kehidupannya itu, nyatanya masih bermental anak-anak yang duduk di bangku sekolah menengah pertama.

Rosyid saat itu hanya tau kalau dia menginginkan sesuatu maka dia harus mendapatkannya. Seperti kegemarannya akan drum. Meski dia tau bahwa dia sudah kelas tiga dan seharusnya mempersiapkan diri untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tapi dia sedang gandrung-gandrungnya dengan drum, sehingga dia meyakinkan papanya dengan berbagai cara untuk mengijinkannya les musik.

Hal yang sama dia lakukan pada Maya. Meski Rosyid kemudian tau bahwa Maya adalah salah satu tutor di tempat les musiknya, dia tak mundur untuk mendekati gadis itu. Justru dia merasa lebih tertantang, bagaimana caranya dia bisa menaklukkan gadis yang jauh lebih tua darinya.

"Bukannya keren anak smp kaya gue bisa dapetin cewek kuliahan?" Kelakar Rosyid kala itu.

"Terus lo ngaku gitu anak smp?"

"Kagaklah! Gue ngaku anak SMA kelas 3, kan cuma selisih setaun tuh ama dia."

daybreak storiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang