ingin menguak lebih jauh

47 7 0
                                    

"Kesan pertama bertemu Alex adalah jengkel. Dan dihari kedua aku mengetahui namanya. Alex. Dia adalah Alex."
Laura

Pagi itu, aku dan teman sekelasku berada dilapangan utama sekolah, tepatnya lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain sepak bola.

" olahraganya sepak bola? Males ah!" Desis Andien.
" enakan sepak bola kali! Lebih Seru!" Balasku sambil mengambil satu bola didepan Andien.

"Kamu bilang gitu karena kamu emang suka main bola, lah aku? " Kata Andien sedikit berteriak padaku yang berjalan menuju sisi lain lapangan.

Aku tetap diam sambil tersenyum dari balik tubuh.

" pacarin aja tuh bola!" Sambungnya.

" sekalian aja suruh nikahin!" Jawabku keras.

Kulihat sedang ada dua mapel olahraga yang tertubruk di jam yang sama. Kelasku dan kelas sebelas. Entah kelas sebelas apa aku tak tahu pasti, tapi aku yakin itu kakak senior.

Aku tak mau ambil ribet karena pembagian wilayah lapangan. Aku hanya fokus ke bolaku yang kumainkan dengan beberapa temanku.

" hei, bolanya!" Teriak seseorang. Sepertinya dia sedang berbicara padaku. Tapi entahlah aku sama sekali tak maumenghiraukannya.

Lalu kudengar suara itu mendekat, dan lebih keras.

" hey, tolong ambilin bolanya!" Ucapnya.

Aku menengok, dengan terpaksa karena nada itu ditujukan padaku.

Aku terperangah melihatnya. Akupun terdiam sama sekali belum berkedip.

Dia melihatku lalu berjalan kearahku. Eh, bukan! dia malah berjalan melaluiku?.

" lo gak punya kuping ya? Dipanggil gak ada suara." Ucapnya dengan sinis.

" oh, iya apa?" Jawabku sontak karena terkejut. Kurasa dia mulai sadar jika saat dia bicara denganku, aku sedang melamun.

" gila ini cewek!" Desisnya hampir tak terdengar olehku.

Aku melihatnya berjalan dengan angkuh didepanku, dan apa katanya tadi? Aku gak punya terlinga?

" minta tolong pake bentak-bentak, kirain aku babu apa." Cetusku.

ingin sekali kulempar bola ke kepalanya, biar sekalian patah tulang tengkoraknya. Terus dia kesakitan dan merengek minta tolong.

" Dasar kakak kelas gak tau diri!"

" siapa? Dia?" Sambung Niko, teman sekelasku.

" iya lah, jadi kakak kelas judes banget." Jawabku.

" namanya Alex." Ucap Niko.

Aku menengok lalu mengangkat alis.

" Bodo amat! Mau dia namanya Alex, Ilex, bukan urusanku! " balasku sambil berjalan meninggalkan lapangan.

Kurasa moodku hari itu jadi buruk gara-gara si Alex atau siapalah itu.

" hikkks!" Desisku kesal.

                             ***

Sepulang sekolah aku dijemput Abangku. Karena aku baru di SMA, jadi ayahku belum mengijinkan aku membawa motor sendiri. Lagu pula kakakku juga lagi senggang di rumah. Dia adalah mahasiswa yang baru menginjak semester 2 di Universitas luar negri. Namanya Tesa.
Tesa Hermanto Raysada. Yang biasa kupanggil teddy sebagai panggilan sayangku padanya.

" wajahmu kenapa?" Tanya Tesa padaku.

" capek habis olahraga." Jawabku lirik sambil memasangkan helm dikepalaku.

" kok kesel gitu?"

" iya kan tadi aku bilang capek."

" yakin, bukan karena ditolak cowok?" Ledeknya.

" kakak apaan sih? Gak lucu!" Balasku yang sudah duduk diatas motor gedhe Bang Tesa.

" ya udah, gausah marah dong!" Ucapnya yang tak lama menyalakan mesin motor lalu pergi.

Disepanjang perjalanan pulang aku terus saja memikirkan wajah Alex, si pria judes itu. Wajah abstraknya itu yang membuatnya tak mau hilang dari fikiranku.

" andai aja dia enggak kakak kelas, udah kutendang dia jauh-jauh." Gumamku

                           ****
Sesampainya di rumah,

" Laura, ibu udah masak buat makan siang kamu. Kamu belum makan kan?" Kata Ibuku dari balik koridor.

" iya, Laura ganti baju dulu." Jawabku.

Ibu yang melihat ekspresi muramku langsung bertanya pada bang Tesa.

" kenapa dia?" Tanya ibu.

" katanya capek habis olah raga." Jawab kakakku.

" oh,kalau gitu kamu ya yang antar makanan ke kamar adek. Kasihan dia lagi capek." Ucap ibu pada kakakku.

" hem"

Jadi seperti itulah awal Alex masuk dalam fikiranku. Secara tidak sengaja. Dan tanpa keinginan dari hatiku. Tapi aku merasa senang memikirkan Alex yang dulu. Sikap dingin dan angkuhnyalah yang kini membuatku slalu merasa istimewah didekatnya.

Beku yang dinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang