Awal benci itu hilang

15 5 0
                                    

" memikirkan kamu membuatku bosan,
Bosan harus terus membayangkan tanpa bisa bertatap muka.
Jujur pertama kali ini aku merasa rindu,
Pada kakak kelas sejudes kamu." Laura

Seminggu bukanlah waktu yang singkat, apalagi disaat aku mulai bosan menghitung jarum jam dindingku yang terus berputar pelan. Awalnya aku rasa biasa saja, tapi semakin kesini kok makin bosan ya?

" Boring!" Desisku sambil memegang hpku yang hanya monoton kugunakan untuk main game.

" Laura, ibu mau ke supermarket. Kamu mau titip apa?" Teriak ibu dari luar.

" enggak usah, bu. Laura lagi gak ingin apa-apa." Jawabku.

" oh ya sudah, ibu berangkat dulu ya?"

" emm..."

Kulempar kembali tubuhku ke kasur, lalu membayangkan bahwa aku sedang di lapangan belakang sekolah. Tidur diatas rumput menjulang. Mungkin hawa angin segar disana akan membuatku hanyut. Ahh tapi itu hanya bayang-bayangku saja.

" gimana kabar kak Alex ya? Ehh... kok tiba-tiba kefikiran dia sih?" Ucapku pelan.

Aku bercermin pada kaca mungilku, dan disana kulihat pipi merahku merekah bak mawar di pagi hari. Aku tertawa malu melihat gambaran diriku saat itu.

" apa bener aku udah mulai suka sama kak Alex? Dan itu hanya gara-gara kejadian di UKS tempo lalu? Ya Tuhan, segitu bapernya aku?" Gumamku.

Taklama kemudian hpku berdering, kulihat telfon dari teddy alias Tesa. Akupun cepat mengangkatnya.

" iya halo?" Ucapku riang.

" tumben langsung diangkat?" Jawabnya mencoba meledek.

" iya, lagi pegang hp tadi."

" kayaknya ada nada- nada bahagia ini?"
" ah biasa aja, kakak mungkin yang berlebihan."
" oh iya?"

"Emm, kakak gimana disana? Udah masuk kuliahnya?" Ucapku mencoba mengalihkan pembicaraan Tesa yang mungkin jika dibiarkan pasti akan memojokkanku.

" Sengaja ganti topik ini?"

" hah? enggak kok! Aku cuma pengen tanya aja keadaan kakak disana." Jawabku sedikit gugup.

"Oh gitu. Aku baik kok, kuliahnya akan dimulai mungkin dua atau tiga harilah. Jadi bisa istirahat dulu."

" kalau aku sih mending cepet sekolah, biar ada kegiatan, gak di rumah terus. Boring!"

"Jadi curhat ini?"

" ah apaan si, enggak!"

Tesa selalu bisa merayuku, bahkan dia tahu bagaimana ekspresiku walau tidak melihatku langsung saat itu.

" kapan kamu boleh sekolah?" Tanya Tesa.
" entahlah."

" udah berangkat aja, lagipula kakimu udah gak sakit-sakit amat kan?" Ucap Tesa

" Iya, tapi ibu pasti gak setuju."

" coba aja dibujuk!"

" iya."

Setelah selesai bertelfonan dengan Tesa, aku menuju ruang tengah. Menemui ayahku yang sedang duduk santai disana.

" ayah, Laura ingin bicara." Ucapku pelan .
" apa?" Jawab ayahku sambil tetap memfokuskan pandangannya pada layar kaca yang saat itu tengah menayangkan pertandingan sepak bola.

" Laura udah boleh sekolah kan, yah?"

" memangnya kamu sudah seratus persen sembuh?"

" ya, kalau seratus sih belum yah. Tapi Laura udah bisa jalan kok. Lagi pula Laura udah ketinggalan banyak materi di sekolah."

" tanya ibumu dulu!" Sambung ayah, masih tetap memandang layar kaca.

" iya, ayah "

Aku kembali menggebukan semangat untuk bisa cepat masuk sekolah. Meminta ijin pada ibu bukanlah hal yang sulit bagiku. Sangatlah mudah merayu ibu yang selama ini lembut padaku.

" entah aku ingin cepat berangkat, karena tertinggal banyak materi. Atau hanya karena rindu pada kak Alex?"Gumamku.

Beku yang dinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang