diterima!

24 5 0
                                    

" setiap kata diammu ada, maka bicaraku akan semakin panjang.
Untuk apa? Untuk menguji kesabaran yang kamu punya.
Bisa tidak kamu berteriak saat aku sedang cerewet-cerewetnya.
Karena yang sebenarnya aku ingin hanyalah melihat kamu bicara."
Laura



Hari yang melelahkan,
Seleksi futsalku yang terakhir jatuh pada hari selasa, 2 september 2016. seharusnya akan ada 2 seleksi lagi kedepannya. Tapi kak Alex meminta timnya supaya tidak ribet mengurus calon anggota baru, karena itu seleksi terakhir dilakukan pada hari itu. Dan pastinya akan sangat kecil kemungkinan terpilih disana.

" kok jadi berubah gini si keputusannya?" Gerutuku sambil berjalan meninggalkan papan pengumuman.

" semangat dong, Ra!" Ucap Mia yang dari tadi ikut bersamaku.

" gimana kalau nanti aku gak kepilih?" Ujarku kemudian.

" eitss! Gak boleh ngomong gitu lah! Kamu yang optimis dong!" Balasnya.

Aku tersenyum tipis, menutupi keraguan akan kemampuanku sendiri yang tak pernah kulihat dari sudut pandangku selama ini.


                           ****

Sesampainya di lapangan futsal, semua peserta dibagi menjadi 3 bagian. Masing-masing akan diambil beberapa orang untuk diadu melawan kakak kelas. Dan mulai darisananlah perasaan minderku muncul.

" Laura, kamu ikut main!" Ucap kak David didepan aku dan peserta lainnya.

" oh?" Jawabku singkat namun penuh ketidak mungkinan.

Banyak teman-teman yang memberiku selamat karena dari banyaknya peserta, aku terpilih jadi salah satu yang masuk ke babak final. Dan itu suatu keberuntungan yang tiada taranya.

" wah lawan kita berat gengs!" Ucap kak Jesika sambil memandang kearahku.

Aku diam melihat teman-teman futsal kak Jesika melotot melihatku.

Pertandingan dimulai dengan sengit. lawan yang berat, setidaknya itu menurutku. Aku bahkan sulit menembus pertahanan mereka yang bisa dibilang profesional dan terlatih.

" semangat, Ra!" Gumamku sambil melihat Alex yang menonton di sisi kanan lapangan.

Kurasa dia menoleh kearahku. Akupun tersenyum, walau tak mungkin terlihat darinya.

Menit demi menit berlalu......

Gooooooooal....!!! Teriakku bersamaan dengan sorak teman-temanku.

Menit-menit terakhir kubalikkan skor menjadi 1-0, satu untuk gol hasil tendanganku, sedangkan kakak kelas yang kurasa hebat itu masih dengan angka kosongnya.

Pertandingan hari itu selesai, dengan kemenangan pada timku. Sungguh diluar dugaan jika nanti aku terpilih menjadi anggota tim futsal berkat gol yang kuciptakan.

" selamat, Ra!" Ucap kak Jesika padaku sambil mengulurkan tangannya.

Aku tersenyum lalu menjabat tangannya dengan perasaan bangga.

" gak salah sekolah dapet talent kaya lo." Sambungnya.

" aku yang beruntung kali, kak. Bisa dilatih supaya hebat sama kaya kakak." Jawabku.

" aku duluan ya?"

" oh iya, kak."

Kak Jesika pergi meninggalkan aku sendiri bersama dengan rasa senang yang tak terkira harganya. Lolos seleksi? Woow! Jadi tim futsal inti? Amazing! Apalagi bisa bareng-bareng sama kak Alex. Itu sih keren banget!


                           ****

Sepulang sekolah, aku di jemlut ayah. Padahal aku sangat berharap dapat diantar kak Alex lagi saat itu. Lalu aku ingat apa yang kak Alex katakan tempo lalu, jika dia tak akan mengijinkan aku bareng dia lagi. Payah!!!

" kayaknya anak ayah lagi bahagia ini, ada apa?" Tanya Ayahku.

" Itu... Laura lagi seneng aja, Laura keterima jadi anggota tim futsal." Ucapku dengan sangat bersemangat.

Ayah diam. Dan itu kali pertama aku lihat wajah Ayah berubah jengkel.

" Ayah? ayah gak marah kan?" Tanyaku sambil memegang tangan Ayah.

Ayah menggeleng.  lalu aku ingat, kalau sebelumnya ayah belum mengijinkan aku kembali menjalani rutinitas futsal karena cedera yang kualami dua minggu lalu.

" Laura ngerti, kenapa ayah tiba-tiba diam. Karena Ayah khawatir sama kesehatan Laura kan?"

Ayah masih diam.

" Ayah kan tau Laura suka sama bola. Laura janji kok, Laura akan jaga kesehatan Laura!" Ucapku sambil menoleh wajah ayah yang dari tadi lurus-lurus aja ke arah jalan.

" ayah jangan marah ya?" Ucapku pelan sambil menyenderkan kepala ke bahu ayah.

" Ayah mana bisa marah sama kamu?" Jawabnya.

Aku bangun, lalu tersenyum pada Ayah.

" mau beli jagung bakar?" Ucap ayahku.

" mau.!!!" Jawabku dengan penuh semangat.

Aku dan ayah mampir membeli jagung bakar, setelah itu membeli martabak untuk ibuku. Aku senang melihat ayah yang kembali memsupport hobbyku.  Dan aku lega mendengar ayah yang mendukungku penuh untuk tim futsal baruku.

Beku yang dinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang