dicuekin?

29 5 0
                                    

"Sedingin apapun dia, tetap memiliki sisi halus.
Seburuk-buruknya dia dimataku, tetap dia bisa menunjukkan lebihnya dia melalui kepeduliannya terhadapku.
Dan kurasa aku salah mengiranya sombong,
Buktinya dia baik."
Laura

Pritt...pritt...pritt

Suara peluit wasit ditiup, dan awal perseteruan antara kelas sepuluh IPA1 dengan kelas sebelas IPA2 berlangsung sengit.

Suasana tegang berubah ketika aku melihat wajah si Alex yang sombong itu. Tanpa kusadari konsentrasiku teralihkan padanya. Dan itu yang membuat permainanku kacau.

" kamu mainnya yang fokus dong, Ra!" Ucap Vera.

" iya, maaf." Jawabku.

Di awal pertandingan timku kalah satu poin, dan itu juga karena kelalaianku.

" sebenernya kamu ini kenapa si, Ra? Gak fokus, kedodoran. Gak kaya tadi. Kelas kita bisa kalah kalau kamu mainnya kaya gini." Kata Vera dengan nada kesalnya.

Aku masih diam, lalu berfikir sebentar. Hanya gara-gara dia, aku kehilangan konsentrasi, juga dukungan dari teman-temanku. Maka aku akan menyalahkan si tukang judes itu jika seandainya timku kalah.

Fokus ra, fokus!

" ayo ayo semangat!" ucapku mencoba memberi harapan kemenangan pada diri sendiri.

Waktu terus berjalan. dan dalam tempo cepat, aku dapat menyamakan skor menjadi 1-1. Dan itu belumlah cukup untuk menebus kesalahanku pada timku. Aku harus membawa timku pada kemenangan. Itu bukan hanya sekedar omong kosong tapi itu adalah janji dari  seorang Laura Aprilia.

" aow!"

" Laura? "

Aku terguling dan lepas keseimbangan. Kakiku terasa kaku, sakit luar biasa. Kurasa ini yang disebut cedera. Sungguh seumur-umur aku bermain bola tak pernah merasa sesakit seperti ini. Sial, pikirku hari itu.

Teman-teman mulai mengerumuniku, lalu dibubarkan oleh wasit. Petugas kesehatan datang membawa tandu untuk mengangkatku. Tubuhku seakan mati rasa, lemas selemas lemasnya. Permainan dihentikan sejenak, lalu kembali dimainkan setelah situasi kembali kondusif.

Aku dibawa ke UKS oleh anak-anak ekstrakulikuler PMR. Yang kebanyakan dari kelas sebelas.

" panggil Alex, cepat!" perintah salah satu petugas PMR disana.

Apa? Alex? Mau apa cowok judes itu dipanggil kesini?

" mampus aku!" Gumamku sambil sedikit menahan rasa sakit kakiku.

Tak lama kudengar suara hentakan kaki diluar UKS. Dan kurasa itu Alex.

Benar saja, itu menang Alex. Ya, Alex yang sama seperti yang kutabrak dulu. Kini dia berdiri di sampingku, walau aku tidak mau melihatnya tapi aku kenal dengan suaranya yang pernah mengacuhkanku dulu.

" mana yang sakit?" Tanya dia.
" ini." Jawabku sambil menunjuk kearah kaki kananku, tentu saja dengan memalingkan wajah.

Tak lama dia langsung memegang kakiku yang cedera,

" aow! Sakit tauk!" Ucapku sontak berbalik melihatnya.

Dia menatapku dengan tatapan dinginnya lagi. Dan itu yang aku tak suka darinya.

Alex menempelkan es pada kakiku. Tanpa berkata apapun, tetap dengan raut wajah menjengkelkannya.

Petugas PMR keluar, tinggallah aku dan Alex disana. Dan sungguh suasana berubah senyap. Rasanya hanya ada aku sendiri disana. Dan Alex yang ada didepanku itu bukan orang melainkan patung hidup. Diam, dan seperti es beku, dingin.

" pelan- pelan dong! Sakit!" Ucapku sambil meringis kesakitan.

" namanya cedera ya sakit!" Jawabnya.

" aow!!!" Ucapku sontak menepuk tangan Alex yang memijit kakiku.

Dia terdiam memasang wajah jengkelnya itu.

" kakak gak pernah cedera ya? Gak tau apa ini sakit banget?" Ucapku setengah marah.

Dia masih diam, lalu kembali memijat kakiku.

" pelan pelan!" Seruku lagi.

Alex berhenti, kini dia terlihat marah.

" lo bisa diem gak sih? Namanya cedera gak ada yang gak sakit."

" saya yang ngerasain sakit, situ yang marah marah..."

" baru cedera gitu aja, udah ngeluh! Dasar lemah!" Katanya pelan

Aku denger tauk!

Alex berhenti memijitku lalu beralih membereskan perlengkapan disana. Tanpa melihat kearahku ataupun bicara denganku.

Alex kembali, lalu memberikan perban pada kakiku. Dia diam dan akupun diam.

Senyap. Sangat senyap.

Taklama kemudian, dia berjalan menuju pintu keluar.

" kak Alex!" Panggilku.

Dia menoleh.

" makasih." Ucapku sambil mengulas senyum kakuku.

Dia mengangguk pelan lalu pergi.

Kok gue jadi ngerasa aneh gini ya... gak gak, gak mungkin! Itu gak mungkin terjadi!

Beku yang dinginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang