14_Dazzling

2.6K 478 104
                                    

Mereka duduk berhadapan. Terdapat dua gelas es teh di atas meja, ditemani cemilan slondok dan pop mie rasa ayam bawang yang mulai berpindah tempat menuju perut seseorang. Kini matahari sudah hampir di atas kepala, teriknya Kota Surabaya hari ini benar-benar istimewa. Memilih menghabiskan waktu akhir minggu dengan mengitari kebun binatang yang luar biasa panas bukan angan-angan Drupadi. Dia lebih memilih mendekam di rumah daripada berpanas ria, ditambah si kakak seolah menyerahkan tanggung jawab pada orang lain. Menyebalkan.

Drupadi baru saja dua puluh tahun, meskipun sudah kuliah semester enam, tapi tetap saja dia belum masuk kategori dewasa. Bagaimana kalau ada yang mencoba menculik? Kan nanti Pak Surya sedih.

"Ck! Panas banget."

Entah sudah tisu ke berapa menempel di wajah gadis itu. Sementara si laki-laki yang sedang bermodus menjaga, malah khidmat menyeruput mie yang sudah setengah habis. Salahkan penculikan Faraz cs yang membuat kepala Ardan pening karena kepanasan. Padahal biasanya juga tahan mendaki gunung, tapi karena tadi malam dia tidak makan, alhasil energinya tidak maksimal. Padahal menjaga Drupadi salah satu tugas penting yang diembannya saat ini.

Pret! Modus kok dibilang berkorban.

"Nanti juga mendung."

"Emang iya? Langitnya cerah gitu."

"Liat aja nanti. Kalau gerah gini udara saling menekan, ujung-ujungnya hujan."

Drupadi mengamati betapa nikmatnya Ardan mengunyah mie, menyisakan satu gelas es teh yang masih utuh. Buliran embun mulai memenuhi meja, tanda es mencair sedemikian cepatnya akibat suhu yang terlampau ekstrim.

"Di Lembang pernah panas kayak gini?"

Ardan menggeleng. "Sejuk pas siang, tapi tetep ada panas matahari sih."

Drupadi manggut-manggut. Aslinya dia suka kota yang memiliki iklim semacam itu, seperti Temanggung, Wonosobo, Malang, meskipun di Batu mulai panas, tapi tidak seekstrim Surabaya. Di sana udaranya masih bersahabat. Apalagi kalau sudah menjelang sore, benar-benar menyenangkan untuk healing.

"Gak pengen maen Lembang, Dru?"

"Pengen."

"Kalau mau liburan ke sana kabari aku, nanti kuajak jalan-jalan."

Drupadi mengerjap, maunya menjawab iya tapi nanti si mas ganteng satu ini jadi baper. "Mbak Aya punya temen di sana."

"Oh." Ardan tahu Drupadi sengaja menolak tawarannya. Sebegitu susahnya mendapatkan perhatian Drupadi. Tapi ya sudah, toh Ardan juga tidak mau terburu-buru punya kekasih. Minimal kalau mau menembak Drupadi itu kalau dia sudah punya pekerjaan. Supaya langsung di-acc Pak Surya.

"Selesai," katanya ketika seruputan kuah terakhir memasuki kerongkongan, Ardan tersenyum lalu mengelus perutnya.

Udah kenyang aja langsung melek. Drupadi mengalihkan pandangan ke arah lain. "Manisan mangga." Gumamnya saat melihat pedagang manisan sudah parkir di bawah sebuah pohon. Mereka tidak lagi di dalam kebun binatang, omong-omong.

"Mau?"

"Enggak." Jawaban Drupadi itu menolak, tapi wajahnya menampakkan kebalikan. Dia sangat menyukai manisan mangga dengan cocolan garam pedas. Coba ada Kanaya, pasti mereka berdua sanggup menghabiskan empat bungkus sekaligus.

"Nanti dibersihin sama air mineral, jangan pakai airnya."

Drupadi melihat Ardan berdiri, diamatinya sahabat kakaknya itu berjalan di bawah teriknya matahari menuju penjual manisan. Drupadi tidak menghalangi, dia cuma diam menyimak. Tak lama, Ardan sudah kembali membawa satu plastik putih berisi dua manisan mangga yang lumayan besar.

Asmarandana [Macapat Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang