21_This Is, Ardan

2.5K 444 49
                                    

Hari Selasa, Drupadi berkali-kali melihat jam di pergelangan tangan. Di luar sana matahari Kota Surabaya tidak seberapa terik, dan dia masih terjebak dengan rutinitas kuliah. Dilihatnya bibir Ibu Dosen masih bergerak-gerak menerangkan, rasanya susah sekali untuk fokus padahal dari rumah niatnya sudah bulat untuk tidak memikirkan acara wisudanya Ardan. Narendra aslinya juga ingin hadir, tapi karena terikat dengan magang pada akhirnya hanya Faraz dan Rio yang akan menemui laki-laki yang membuat Drupadi galau akhir-akhir ini.

Ada kabar baik sebenarnya, perjuangan Narendra akan membuahkan hasil karena setelah lebaran proses pendaftaran ujian akhir mulai dibuka. Narendra dan Faraz akan segera mengikuti jejak Ardan. Drupadi senang sekali, melihat satu per satu orang yang ia kenal lulus kuliah membuatnya semakin semangat menuntaskan pendidikan demi menyandang gelar Sarjana Ekonomi.

PKL akan dimulai saat bulan puasa, namun tidak menyurutkan niat Drupadi. Sudah bagus dia diterima dengan tangan terbuka untuk menimba ilmu di kantor audit pajak milik teman sang ayah. Meskipun tidak berada di perusahaan besar, tapi itu cukup membantu untuk mendapatkan nilai.

Sudah selesai belum ya?

Diliriknya jendela kelas, lalu fokusnya kembali pada buku yang ia pakai untuk mencatat. Seandainya Drupadi punya sayap atau pintu doraemon, mungkin menyempatkan sebentar melihat Si Pejuang Toga akan menyenangkan. Sayangnya dia hanya bisa berkhayal. Narendra saja tidak akan datang ke acara kelulusan, apalagi dirinya. Seseorang yang bukan siapa-siapa bagi pemuda tersebut.

Kayaknya memang harus gini deh, Dru. Terima ajalah Mas Ardan beneran pergi ninggalin kamu. Nasib.

..

"Selamat ya, bro!"

Ardan tersenyum saat menerima ucapan telepon dari Narendra yang katanya sudah temangsang di stasiun Bojonegoro. Pagi-pagi sekali kakaknya Drupadi itu sudah diajak si bos mengunjungi proyek rel ganda -lagi.

"Thank's, bro! Kamu cepetan nyusul, biar bisa nglamar Ana."

Yang disinggung tertawa keras di seberang. Mereka sama-sama tahu kalau Narendra ingin serius dengan Ayana, tapi waktunya tidak sekarang. Sepertinya calon pasangan itu sama-sama mengerti dan mau menunggu. Indahnya kalau hidup selancar Narendra, kadang Ardan bingung mau mulai dari mana dengan Drupadi. Mau cepat-cepat mengikat juga tidak mungkin, dia ingin memantaskan diri untuk memiliki Drupadi, mencari nafkah yang utama. Sedangkan setahu dirinya, yang naksir Drupadi ada tiga orang. Entah itu bualan Narendra atau memang nyata terjadi. Serba salah kan.

"Nanti malam kumpul, bisa gak?" Ardan terlihat sumringah, beberapa teman dan adik kelas sempat mengajaknya berfoto. Ada Rio dan Faraz yang sibuk mengobrol dengan orang tuanya.

"Nanti malam gak janji. Kalau besok aku oke."

Ardan menoleh pada Faraz dan Rio, meminta pendapat kalau acara diundur sampai Narendra bisa. "Iya, nunggu Naren aja. Kasian ntar dia sedih lo tinggal, Met. Mana gak pake pamit lagi."

"Haha, bener juga."

Narendra yang mendengar ikut protes di seberang sana. "Aku musti ngajak siapa ini? Tempatnya di mana?"

"Kafe Ndelik, kayak biasa. Manggung di sana sebelum cabut merantau."

"Halah lebay. Ya wes, aku ajak Ana ya? Oleh ora?"

Mendengar nama Ayana yang terucap membuat binar Ardan yang mulanya menyala kembali meredup. "Selain Ayana juga boleh." Ardan sedang berharap ada opsi lain terucap selain nama gebetan Narendra tersebut.

"Drupadi gak bisa."

Jawaban singkat Narendra membuat hati Ardan kecewa, sedikit tidak yakin ia berdehem. "Kan biasanya kamu bisa ajakin adekmu, Nar."

Asmarandana [Macapat Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang