22_Lagu Lama

2.4K 429 98
                                    

Malam itu akhirnya datang juga setelah pemuda itu menunggu berjam-jam hanya untuk bisa bersua dengan Drupadi. Duduk di atas bangku, di depan banyak pengunjung sebuah kafe, Ardan menunggu kedatangan rombongan anak-anak Pak Surya.

Kafe ini memang bukan kafe terbesar di Surabaya, tetapi bisa jadi merupakan tempat yang paling banyak dikunjungi muda-mudi Kota Pahlawan. Pengelolanya mengerti betul jika konsep alam menarik minat para pengunjung. Mengusung konsep sky dining, pemilik kafe menyulap atap gedung ini menjadi tempat nongkrong paling nyaman bagi siapa saja yang pada satu minggunya dihimpit aktivitas menyita raga.

Ardan tidak pandai menggambarkan bagaimana sejuknya menatap malam kali ini. Siapapun yang menyaksikan barisan bintang dari titik yang sama dengannya saat ini setidaknya akan mengucap syukur. Semakin melihat ke atas, semakin indah pemuda itu menyaksikan parade hiasan taman langit, maka semakin jatuh tersungkur pula kesombongannya. Ardan mengerti semua konsep yang dibuat oleh Tuhannya pasti indah, seindah perasaannya yang ia jaga akhir-akhir ini.

Kembali pada situasinya saat ini, sesi kedua dimulai. Kertas request sudah beredar, beberapa sudah berpindah ke tangan Rio. Sementara Ardan menunggu, ia memainkan gitar akustik miliknya dengan senandung kecil. Sementara Faraz masih sibuk dengan kertas yang berisi teks lagu.

Menyenangkan. Ardan pernah membaca sebuah kutipan bahwa tidak ada pekerjaan terbaik selain passion yang dibayar. Menyanyi jelas merupakan kesenangan Ardan, banyak orang terhibur dengan suaranya. Dilepaskannya pandangan pada wajah pengunjung, menangkap setiap jengkal ekspresi yang hadir diantara mereka.

Ada beberapa pasang sejoli, ada sebuah keluarga dengan anak-anak yang terlihat usil, lalu rombongan anak-anak kampus, kemudian ada juga pasangan yang terlihat berwajah serius seakan tengah menyelesaikan perselisihan. Ardan pernah melihat berbagai raut yang menemaninya bernyanyi malam ini, mirip dengan malam-malam lalu yang pernah ia lewati saat menghabiskan waktu di kafe.

Atensi Ardan akhirnya jatuh pada serombongan orang yang ia duga sebuah keluarga. Si wanita dewasa sibuk meladeni dua anak yang tertawa sekaligus merengek di saat bersamaan. Terlihat si anak yang lebih kecil merajuk pada lelaki dewasa, sedangkan wanita tadi yang mungkin disebut Ibu oleh dua anak kecil tadi sibuk merapikan meja atau benda apapun yang dimainkan oleh mereka. Ada gelak tawa yang terdengar meski tidak keras, kemudian pelukan kecil dari lelaki yang mungkin disebut Ayah untuk anak yang lebih besar. Pemandangan itu lebih dari cukup menggambarkan betapa keluarga ini cukup bahagia.

Lalu Ardan memiliki kesimpulan sendiri, mungkin mereka dikirim untuk mengingatkan dan mengabarkan kepada semua yang hadir di tempat ini bahwa kebahagiaan dua sejoli sesungguhnya adalah saat mereka telah terikat secara sah di mata agama dan negara. Bukan terikat kalimat manis yang keluar dari muda-mudi tanpa kalimat sakral dari wali mereka.

Ah, pemikiran Ardan kali ini benar-benar mengagumkan. Dia juga tidak mengerti kenapa seiring berjalannya waktu fokusnya tidak lagi mencari kekasih. Meski pernah satu kali berpacaran cukup lama saat di bangku SMA hingga kuliah, Ardan yang masih sangat muda cukup mengerti batasan-batasan dalam berpacaran. Namun sekarang, dia tidak ingin menjalaninya lagi. Baginya, mencari pasangan hidup jauh lebih bermakna dibandingkan sekedar runtang-runtung ke mana-mana berdua dengan yang terkasih. Memperlihatkan pada khalayak banyak seolah kami saling memiliki padahal ikatan sah saja tidak terpikirkan. Ardan benar-benar tidak ingin mengalaminya.

Benar apa kata Kanaya, akan menjadi lucu jika foto wisuda berisi wanita selain pendampingnya kelak. Meski ingin sekali Ardan menyematkan nama Drupadi sebagai pendamping wisuda, tetap saja ia tidak melakukannya. Bukan karena takut, tapi lebih pada sikap netral. Toh Narendra telah memberinya kesempatan berfoto dengan Drupadi tempo hari. Momen itu tidak akan pernah ia lupakan.

Asmarandana [Macapat Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang