Kanaya menatap rumput yang sedang ia beri asupan air yang mengalir lewat selang yang kini ia pegang. Terlihat segar, hijau dan rapi, bahkan bunga anggrek miliknya juga telah mekar, membuat iri ibu-ibu tetangga ketika berkunjung ke rumah.
"Heh!" Bahu turun perlahan setelah perempuan itu menarik nafas panjang. Kenapa dirinya mendadak muram seperti ini? Sebegitu besarkah efek kalimat Bimo kemarin siang? Padahal kan sudah ada Abiyasa yang jelas-jelas memberinya kepastian, tapi kenapa Tuhan mengjungkirbalikkan perasaannya secepat itu?
Ini pasti hanya efek sesaat, pasti! Kanaya bukan tipikal perempuan yang akan bermain hati dengan banyak laki-laki. Sudah saatnya ia berpikir serius, kalau dipikir lagi, tidak ada kekurangan yang berarti pada diri Abiyasa. Laki-laki itu mendekati sempurna sebagai kepala keluarga kelak.
Sikap sopan, berbicara santun, hormat pada keluarga, mapan pula. Tidak ada alasan Kanaya menolak, bukankah ia juga menyukai laki-laki itu? Iya, Kanaya tidak sabar lamaran itu tiba agar hatinya lebih terjaga. Tujuh minggu lagi, dia akan terikat dengan Abiyasa dan siapa tahu pernikahan akan dilakukan secepatnya.
Itu impian Kanaya. Impian ayah dan bundanya, impian saudara-saudaranya.
"Aya!"
"Iya, bunda?"
"Ponselmu bunyi terus dari tadi."
Kanaya menoleh ke belakang, dilihatnya sang ibu membawakan benda berkotak tersebut. "Siapa?"
"Pak Bim, tulisannya gitu. Temenmu, Aya?"
Untuk sesaat Kanaya tertegun, setelah sedari tadi ia berusaha mati-matian meyakinkan diri untuk tidak memikirkan Bimo, kini pertahanan hatinya mulai diuji.
"Diangkat coba, takutnya serius."
Kanaya menerima ponsel dalam genggaman, ada enam panggilan tidak terjawab dari Bimo, dan dua dari Abiyasa. Dilihatnya ada satu chat dari laki-laki mantan supervisinya tersebut. Menanyakan kabar dan mengabari jika dia telah tiba di Jakarta dengan selamat.
Membaca pesan Bimo membuat sudut bibir Kanaya tertarik ke atas. Dia tersenyum melihat pesan lucu dari laki-laki tersebut. Tapi tak lama, senyum tipis itu pudar saat bunda menanyakan kapan Abiyasa datang lagi ke rumah.
Astaga! Kanaya mendadak resah.
------
Bandara Juanda terlihat ramai, tapi berkebalikan dengan hati Drupadi yang akan mendadak sepi dalam hitungan menit. Tadi Ayah dan Ibu Ardan sudah terlebih dahulu berangkat menuju Bandung dengan penerbangan lebih pagi dari Ardan. Dan kini, tibalah saat yang tidak diharapkan.
Long distance relationship dengan Ardanu Januarisman!
Sebenarnya Drupadi tidak terlalu kuatir dengan hatinya nanti, tapi tetap saja rasanya ingin menolak kenyataan. Meski dia belum pernah merasakan pacaran yang sesungguhnya sehingga belum berpengalaman dan tidak protes, tapi kan dia iri kalau nanti melihat saudara-saudaranya berpasang-pasangan.
Bayangkan saja, Kanaya sebentar lagi dilamar setelah lebaran, kemudian disusul pernikahan Ananta, bahkan bisa jadi setelah kelulusan Narendra, tahun depan akan ada acara ngunduh mantu di rumah.
Ah! Membayangkan saja membuatnya ingin merutuki kenapa laki-laki itu harus kerja jauh di pelosok sana. Desas-desus sih dikirimnya setelah lebaran. Nah, pas sekali kan? Di saat orang-orang yang ia kenal asik bersuka ria memadu kasih, Drupadi malah gigit jari.
"Dek."
Bibir gadis itu sudah layak dikuncir, dengan sendirinya mengerucut. Sementara dua matanya melihat calon imam masa depannya sibuk bertelepon, berdiri di samping troli yang berisi banyak barang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmarandana [Macapat Series]
Romance[Tamat] Asmarandana berasal dari kata 'asmara' yang berarti cinta kasih. Filosofi tembang Asmarandana adalah mengenai perjalanan hidup manusia yang sudah waktunya untuk memadu cinta kasih dengan pasangan hidup. Ini adalah cerita tentang Drupadi dan...