35_Mengenalmu Lebih Dalam

2.3K 402 55
                                    

Mereka berada di dalam mobil milik Rio. Faraz sibuk dengan chat yang sedari tadi mengusik ketenangannya, lalu Narendra terlihat berbicara dengan seseorang, disimak oleh Ardan. Sedangkan si pemilik mobil? Tentu saja fokus menyetir.

Mereka pergi ke suatu tempat omong-omong. Tempat yang mungkin akan disimpan dalam memori maping Ardan nantinya.

"Masuk gang itu, Yo." Titah Narendra saat sebuah gapura terlihat.

"Emang adekmu gak bawa kunci rumah lagi?" Rio membelokkan kemudi memasuki gang perumahan yang dimaksud.

"Lagi gak bawa dia. Kasian nanti gak bisa masuk rumah."

"Oh!" Bibir Rio membulat. Dia nurut saja mengikuti arahan Narendra.

"Dru ngapain sih di sini?" Ganti Faraz yang bertanya. Dia sudah selesai dengan urusan ponselnya.

"Ngajar nari." Narendra mengambil tas selempang. Dia tidak pulang rumah malam ini, berhubung Mbok Lastri tadi pamit pulang cepat, terpaksa ia menyempatkan diri memberikan kunci rumah pada Drupadi. Ayah mereka dinas ke Kediri, kemungkinan sampai rumah malam sekali. Tadi Narendra sudah minta tolong Ananta dan Amelia menemani karena Kanaya tidak bisa.

Ardan manggut-manggut. Ini akan menjadi pertemuan kesekian kalinya dengan Drupadi. Kemarin dirinya sempat melihat adik Narendra tersebut mengajari anak kecil menari di kediaman Keluarga Pak Surya, tapi hanya sebentar, sepintas lalu. Jujur, Drupadi terlihat menarik saat mengibaskan selendang. Meski Ardan tidak mengerti arti lagu bahasa Jawa yang sedang diputar, kemarin ia yakin lagunya bercerita tentang anak-anak. Drupadi terlihat melompat kecil diikuti anak asuhnya. Menggemaskan.

"Udah sampai." Narendra menunggu Rio membuka kunci mobil.

"Aku ikut turun, Nar."

Semua mata tertuju pada Ardan, "ngapain turun, Met?" Rio menoleh ke belakang.

"Mau buang hajat. Ada toilet kan ya?" Ardan membuka pintu mobil, segera mengikuti Narendra yang telah lebih dahulu jalan menuju sanggar.

"Eumm.. bilang aja mau ngecengin Drupadi." Rio bergumam ketika dua kawannya sudah menghilang, sedangkan Faraz malah cengegesan. "Napa ketawa, Raz?"

"Kok saudara sepemikiran dengan saya?"

Rio dan Faraz tos ala anak kekinian. "Mamet tuh kalau suka kliatan banget ya? Bodo banget tu anak, gak ngerti apa gimana protektifnya Naren?"

Faraz mengedikkan bahu. "Kalau gak gitu gak ada tantangannya, bro!"

"Bener juga lu. Tumben pinter."

"Sialan!"

..

Ardan sedang berpikir untuk sedikit memperpanjang waktunya di sini. Ayolah, setelah ini juga dia dan punakawan akan menyelesaikan tugas bersama. Masih ada waktu sepanjang malam, tapi waktu untuk melihat Drupadi kan terbatas. Ditambah, gadis itu seperti antipati padanya. Padahal dia kan sudah mandi, kebetulan saja saat Drupadi diajak Narendra mampir ke kosan, kamarnya super berantakan karena ditinggal naik gunung. Memang dasarnya Drupadi saja yang rewel masalah kebersihan, bukan salah Ardan sepenuhnya. Lagipula kan di laki-laki, wajar kalau sesekali jorok. Beda dengan anak gadis yang seharusnya menjaga kebersihan dan lebih telaten merawat diri. Kodratnya kan begitu.

Namun sebenarnya itu hanya pembenaran versi Ardanu Januarisman saja, saudara-saudara!

Kembali ke Ardan yang sudah selesai dengan kegiatan bertapa. Dia tidak bohong mengatakan ingin buang hajat, tapi membuat bonus waktunya sendiri tidak dilarang juga kan?

Alunan musik gendhing terdengar sedari tadi. Ardan celingukan mencari Narendra saat keluar dari toilet. Sementara di tengah aula, ia melihat Drupadi sedang menari. Masa bodo kalian nunggu. Ardan berpikir ini kesempatan langka, kapan lagi dia bisa melihat gerakan halus, menghentak dan gemulai Drupadi kalau tidak di saat seperti ini?

Asmarandana [Macapat Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang