43_Halal

5.2K 445 95
                                    

"Dru."

"Hem..?"

"Drupadi."

"Iya."

"Bu Ardan."

Alis Drupadi bertaut, dipalingkan wajah ke samping. Ardan mendadak pasang senyum terganteng versinya dia sendiri. "Kenapa, Mas?"

"Gak apa-apa."

Tatapan Drupadi jatuh pada jemari Ardan yang bergerak meraih jemarinya. "Gandengan? Kan gak lagi nyebrang."

Modusnya Ardan terulang lagi. Kadang dia senyum-senyum sendiri setiap kali melihat polah sang istri. Drupadi tetap Drupadi yang pencilakannya masih ada, yang slengekannya sering kumat, yang kalau ngambek gampang hilangnya. Yang kalau cemberut bikin Ardan kumat ingin nyium terus-terusan.

Pokoknya laki-laki itu lagi kesengsem berat pada sang istri. Seperti pagi ini, berdua kencan di pasar tradisional dekat rumah hanya untuk beli sayuran dan jajanan pasar. Tangan kanan sih pegang plastik belanjaan, tapi tangan kiri nyantol di jemari Drupadi.

"Gethuk yang enak di Salatiga, Mas."

Ardan mengunyah jajanan pasar yang sempat ia beli tadi, dia memutuskan untuk duduk di jok motor, sementara Drupadi berdiri dengan es cendhol dalam genggaman.

"Bukannya rasanya sama aja ya?"

"Ih beda. Gethuk di Yogya, Magelang, Salatiga, beda rasa beda bentuk."

"Masak sih?"

"Iyes, yang di Semarang beda juga." Drupadi mengusap sisa serutan kelapa di sudut bibir Ardan. "Makan kok belepotan."

"Sengaja, biar diperhatiin istriku." Ardan berbicara dengan nada yang sama sekali tidak ada romantis-romantisnya. Tapi kenapa Drupadi jadi gugup?

"Belajar ngrayu di mana sih? Udah khatam berapa kali coba?"

Ardan tertawa mendengar celetukan Drupadi. "Khatam? Udah kayak baca Al Qur'an aja."

"Emang bener."

Omong-omong soal Al Qur'an, Drupadi jadi ingat hafalan Surat suaminya. Sampai saat ini, belum ada hadiah teristimewa selain hafalan Surat Ardan untuk dirinya. Membuat iri para jomblowati yang belum dapat pasangan. Teman-teman Drupadi sampai ngefans dengan Ardan. Hebat kan ya? Tapi di sisi lain membuat Drupadi cemburu. Duh, serba salah punya suami ganteng, soleh lagi.

"Malah ngalamun," Ardan menyentil ujung hidung Drupadi. Dia tersenyum. "Pulang sekarang yuk."

Drupadi mengangguk, menurut saat Ardan memasangkan helm di kepalanya.

"Udah klik, kalau gini kan aman. Helm buat keselamatan, bukan karena takut ditilang."

"Oke, Pak Pol." Seperti biasa, Drupadi menyematkan profesi baru lagi pada Ardan. Membuat gurat senyum di sudut Ardan enggan menghilang.

"Kalau kamu yang nglanggar tak bawa pulang, Dru."

Drupadi berdecak, "bisaan aja. Yuk, cus Pak Satpam!"

"Lah kok ganti Pak Satpam?"

"Katanya biar aman, kan penjaga keamanan namanya Pak Satpam."

Bola mata Ardan berotasi ke atas, begini ini yang membuat Ardan pegal pipinya. Dasar Drupadi, kesayangannya Ardan.

-------

"Dru."

"Hem?"

"Yang bikin kamu pertama kali suka sama Mas apa sih?"

Cuddling, itu kebiasaan baru Ardan ke Drupadi. Pengennya meluk terus, namanya juga pengantin baru yang tidak honeymoon ke mana-mana. Cukup di Surabaya, menikmati cuti tujuh hari terus persiapan pisahan lagi. Wajar kan kalau Ardan maunya nempel Drupadi terus. Tapi meski begitu, dia masih lihat sikon kok, kalau sedang berkumpul dengan Keluarga Drupadi ya biasa saja. Malu dibilang kayak temboknya Drupadi. Ardan dindingnya, Drupadi cicaknya.

Resepsi di Lembang dihelat tiga minggu lagi, namun di sela waktu, tetap saja suaminya Drupadi itu harus balik Situbondo. Paiton menunggu katanya.

Oke, kembali ke pertanyaan Ardan. Sejak kapan Drupadi suka pada dirinya?

"Suka ya? Eum.. bentar tak inget-inget dulu."

Ardan penasaran, dipeluknya Drupadi menggantikan guling yang sengaja dibuang jauh-jauh. "Masak pake inget-inget sih?"

"Memoriku isinya terlalu banyak kamunya, Mas." Drupadi menautkan alisnya. "Nyebelin ih!"

"Hehe, asik dong!"

"Heleh." Drupadi memencet hidung mbangir Ardan. Tak lama dua matanya mengerjap seraya tersenyum.

"Gimana, udah nemu?"

Drupadi mengangguk, disentuhnya pipi hingga bergerak pada sudut bibir Ardan.

"Jadi, kapan?"

"Pas di kebun binatang."

"Ha? Kok bisa?" Ardan ingat betul pengalaman dia menguntit Drupadi, makan kacang rebus setengah mateng, sampai ngeces lihat Drupadi makan mangga asem. Di mana momen istimewanya coba? Perempuan di sampingnya itu bahkan tidak menampakkan rasa tertarik kecuali sedikit-sedikit ngambek. Seingatnya sih begitu.

"Bisa aja, kalau Allah mau membolak-balikkan hati."

Ardan terkesiap, ditatapnya lagi wajah tulus Drupadi. "Kamu gak lagi ngarang kan, sayang?"

Drupadi menggeleng. "Aku ngucap Subhanallah pas liat Mas Ardan habis wudhu." Sudut bibir Drupadi terangkat.

Ardan mengerjap tidak percaya. Masak karena itu Drupadi tertarik padanya? Bukan karena dia baik hati membelikan manisan mungkin?

"Sejak itu kupikir Mas terlihat beda. Sampek bikin hatiku lelah." Bibir Drupadi dimanyunkan. "Kalau inget itu jadi sebel sendiri."

Ardan tertawa kecil. Ah, ternyata itu alasan Drupadi dulu berani bertanya tentang hatinya terlebih dahulu? Karena hatinya lelah. Jawaban yang lucu.

"Terus habis dari McD jadi gimana gitu ya?" Ardan menopang kepala Drupadi dengan lengannya.

"Habis itu? Jantungan!" Drupadi terlihat berapi-api. "Aku bingung tau. Mas itu sukanya ngajak pasukan ke rumah, mana bawa Abah sama Umi lagi. Tega sumpah!"

Ardan tergelak lagi, terbukti kan lugunya Drupadi membuatnya gemas. "Loh bagus kan, Mas serius sama kamu. Cowok harusnya gitu."

"Halah bilang aja biar gak digantung Mas Naren."

"Itu juga sih, haha!" Ardan tertawa semakin lebar. Narendra itu tantangan tersendiri, sikap protektifnya Naudzubillah. Tapi setelah tahu niat khitbahnya Ardan langsung deh Narendra berubah anteng banget. Bahkan jadi tim pendukung nomer wahid.

"Mas."

"Hem?"

"Besok ngebolang yuk."

"Ke mana?"

"Pujon, terus turun ke Batu. Nginep di Malang."

"Walah tempat dingin semua itu."

Drupadi berkedip-kedip. "Biar bebas mau ngapain aja."

Ardan terpaku sesaat lalu senyumnya terbit. "Ga usah bawa selimut ya."

"Loh kok?"

"Mas mau selimutin kamu terus."

Satu.

Dua.

Tiga.

Empat.

Lima detik.

"Mesum ih!"

"Ibadah, Dru."

Astaga!



Epilog Selesai

Sampai ketemu di Mijil

Ada yang mau tanya tentang cerita ini? Akan saya jawab satu per satu.

Asmarandana [Macapat Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang