Abel menggoyang-goyangkan kedua kakinya sambil menunggu Varo makan. Saat ini kantin sedang ramai-ramainya dengan anak-anak yang berbahagia karena ujian telah selesai.
"Lama banget sih, Yo." keluh Abel sambil menelungkupkan kepalanya. Ia sudah 30 menit lebih menunggu Varo memakan nasi uduknya.
"Mau?" Abel menggeleng pelan.
"Gue sengaja lama-lamain." Cewek tersebut mendongak melihat Varo dengan tatapan datar.
"Kenapa?"
"Biar bisa sama lo lama-lama."
"Ah, gembel kamu mas."
"Itu gombal, bego."
"Santai anjir."
"Yeuu ngegas!"
"Ya lo duluan. Gimana sih!"
"Ya lo nga—"
"Pacaran mulu ni anak dua." Tegur Michael—pentolan kelas 12 yang kini sedang berdiri di depan mereka bersama kelima temannya.
"Eh, bang." Sapa Varo sambil tersenyum sambil memberikan tos kepada Michael. Abel hanya tersenyum kecil menanggapi Michael. Sejujurnya ia tidak terlalu suka Michael, karena menurutnya cowok itu terlihat menyeramkan. Ia selalu saja membuat masalah dan membuat Abel takut Varo akan melakukan hal yang sama.
"Berdua aja nih?" Tanya Michael sambil duduk di samping Abel, meninggalkan teman-temannya yang sudah duduk di meja sebelah. Abel hanya tersenyum sambil meng-iyakan pertanyaannya.
"Lo kok gak makan? Lo gimana sih Var? Cewek lo kagak makan lo biarin aja."
"Hah? Sejak kapan dia jadi cewek gue bang?" Ucapnya sambil tertawa.
"Oh bukan cewek lo, kalau gitu gue bisa lah curi start." Goda Michael sambil merangkul Abel yang kini sudah keringat dingin.
"Hahahaha, tanya dulu bang sama anaknye. Mau kagak." Balas Varo sambil lanjut memakan nasi uduknya.
"Umm, gue ke toilet dulu ya. Duluan ya Yo, kak." ucapnya sambil melepaskan tangan Michael dengan perlahan.
"Iya iya santai aja." Jawab Michael, sedangkan Varo hanya melambaikan tangannya. Cowok itu tau sahabatnya sedang dalam posisi yang tidak enak.
***
Sebenarnya Abel tidak berjalan ke toilet, ia hanya ingin kabur dari cowok berandalan itu. Tatapan matanya kosong sambil meminum es teh di gelas plastik yang ia pesan di kantin tadi saat bersama Varo.
Tiba-tiba ada yang menabraknya, sehingga membuat es teh yang masih setengah itu pun mendarat dengan indah di seragam putihnya.
"Ck! Liat-liat dong!" Gerutu Abel sambil menarik sedikit seragam sekolahnya.
"Ya lo lah yang liat-liat! Gak tau lagi urgent apa ya?"
"Ya lo ngapain lari-lari? Lagian udah tau ada orang jalan di sini, masih aja lo tabrak."
"Heh, dengar ya! Lo itu udah keluar dari koridor, jalan lo itu udah gak jelas tujuannya. Lapangan kan tempat orang lari-larian, lo yang harusnya pake mata!" Abel melihat ke sekelilingnya sambil mencerna kata-kata cowok itu yang dalam hati ia akui benar.
"Y-yaudah sih! Kan tau ada orang jalan, kenapa masih ditabrak?" Sergahnya tidak mau kalah.
"Duh! Lo itu tadi hampir aja kena bola basket. Lo harusnya berterima kasih sama gue karena udah nyelamatin kepala lo itu! Malah ngomel! Cantik-cantik bego."
"Ih anjir, udah nabrak gak minta maaf malah bilangin gue bego lagi!!" Bentaknya sambil mendorong bahu kanan cowok tersebut hingga ia mundur dua langkah.
"Eh ada apa ini? Lo kenapa, Ra?" Tanya Varo yang baru saja selesai memakan nasi uduknya.
"Urusin nih pacar lo, jalan ga pake mata." Ucap cowok itu sambil melirik Abel dan pergi meninggalkan keduanya di tengah lapangan.
"Lo ngapain sih?"
"Udah lah, gue mau balik. Bye!"
F r i e n d s
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS (Completed)
Teen Fiction"Menurut gue, ga ada namanya sahabat diantara cewek sama cowok. Gue bener-bener yakin bakal ada perasaan meskipun cuma sedikit." Ucap Bara sambil menatap bintang-bintang di langit yang semakin indah jika dipandang dari sini. Abel menoleh sambil meng...