Mall sangat ramai siang ini. maklum, mereka baru saja bagi rapot. Keduanya kini sedang berjalan menuju gramedia. Tentu saja bukan kemauan Varo, tapi Abel.
"Ih liat deh, Yo!! Ini buku yang gue cari-cari!" Varo mengernyit sambil memperhatikan Abel yang sedang memegang-megang buku soal matematika dengan sangat bahagia.
"Lo jauh-jauh ke sini masih sama aja ya? Bukuuu mulu yang dicari." Omel Varo sambil mendorong kepala Abel ke belakang dengan jari telunjuknya hingga cewek tersebut menutup mata rapat-rapat.
"Yeee bego! Orang mana yang ke toko buku tapi ga nyari buku?" Balas Abel sambil menimpuk Varo dengan keras menggunakan buku soal matematika yang tebalnya mencapai 100 halaman hingga cowok tersebut meng-aduh dengan cukup keras.
"Eeehhh, sakit ya?" Tanya Abel sambil mengusap-usap kepala Varo.
"Orang mana yang ditimpuk buku tapi bilang gak sakit?" Sindirnya sambil menatap Abel dengan sinis.
"Eleh elehhh baperan sia. Gitu doang ngambek. Apa kabar gue yang tadi lo pukul-pukul di sekolah?"
"Ish, mending lo ikut gue. Ga usah beli buku pelajaran. Lo udah pintar."
"Tapi gue masih kurang, Yo." Ucap Abel dengan memelas.
"Idih. Ranking satu seangkatan, hampir semua nilai lo 100 gitu, dan lo masih bisa bilang kurang? Lo liat gue, Ra. Liat gue. Gue 80 aja gak mungkin terus gue mau gitu berharap 100? Gila aja. Kalau gue jadi lo, nyokap gue udah beliin gue mobil baru kali."
"Tapi kan gue—"
"Ribut, ayo ikut gue! Taro buku lo, ga usah bawa-bawa metik. Eneg gue liatnya."
"Loh... katanya cinta." Goda Abel sambil menaruh buku matematika tersebut ke raknya dan tertawa melihat wajah kesal Varo.
"Kan, bacot kan."
"Oooo kasar ya."
"Cot."
"Lapor bunda nih."
"Cot."
"Beneran gue laporin loh nanti."
"Ribut banget sih lo, nih."
"Apaan? Lo bawa gue ke tempat novel?" Varo mengangguk.
"Maksud lo gue harus baca novel?"
"Iya lah."
"Tumben lo ga rekomendasiin gue komik."
"Gue tau lo suka yang banyak kata-katanya kayak gini. Makanya gue pilih novel." Abel ber-oh ria sambil memegang buku-buku novel tersebut.
"Lo harus tau kalau hidup itu bukan cuma cari materi."
"Tapi itu yang bakal nentuin masa depan, Yo."
"Iya, gue tau. Tapi lo ga bisa gini terus, Ra. Lo harus tau, lo harus nikmatin masa sma lo. Karena ini gak akan datang dua kali. Lo harus tau namanya pacaran, lo harus tau namanya pdkt sama orang, and anything that will makes you happy. You should feel the butterflies flying in your stomach when you falling love with someone."
"Jadi... pas gue suka sama orang..." Varo mengangguk.
"Gue harus makan kupu-kupu?" Tanya Abel dengan polosnya. Varo refleks memukul keningnya sambil meng-aduh pelan.
"Polos sama bodoh beda tipis, Var. Beda tipis." Gumamnya sepelan mungkin agar Abel tidak mendengarnya.
"Lo bilang apa, Yo?"
"Nggak."
"Tadi lo ad—"
"Intinya, lo harus suka sama orang. Kalau lo mau tau rasa 'kupu-kupu terbang' di perut lo, lo harus suka sama orang dulu."
"Tapi kan gue ga pernah suka sama orang lagi semenjak itu."
"Ya makanya, coba buka hati lo. Gue tau bisa. Lupain dia. Gue kasian sama lo, belajaaaarr mulu." Ucap Varo sambil merangkul Abel dan menepuk-nepuk pundaknya. Abel tertawa lalu mengangguk mengiyakan.
"Iya, lo bener. Gue harus mulai semuanya dari awal."
F r i e n d s
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS (Completed)
Teen Fiction"Menurut gue, ga ada namanya sahabat diantara cewek sama cowok. Gue bener-bener yakin bakal ada perasaan meskipun cuma sedikit." Ucap Bara sambil menatap bintang-bintang di langit yang semakin indah jika dipandang dari sini. Abel menoleh sambil meng...