Dengan enggan aku tersaruk-saruk mengikuti langkah lebar Pak Ganendra. Kalau saja ia tidak menggenggam tanganku erat, aku sudah lari meninggalkannya dan bersembunyi!
Hari ini Mama memaksaku pergi dengan dosen galak ini untuk memilih cincin pertunangan. Untuk membuat Pak Ganendra muak padaku dan membatalkan pertunangan ini, aku sengaja mengenakan sendal jepit, kaus gombrong dan celana panjang berwarna pudar dengan sobekan di sana sini. Mama saja nyaris pingsan melihat dandananku.
Tapi Pak Ganendra hanya tersenyum dan menarikku masuk ke mobilnya, seolah dandananku sudah layak dan serasi dengannya.
Bagaimana mau serasi? Saat ini Pak Ganendra mengenakan jas semi formal dengan dua kancing teratas kemejanya terbuka, lengan jas-nya ditarik hingga ke siku., sepatunya seperti biasa selalu mengkilat.Kalau dilihat-lihat, aku lebih seperti pembantunya saat ini.
Rambut yang kucepol sembarangan tentu tidak sebanding dengan penampilannya yang macho dengan ketampanan di atas rata-rata."Lepasin kali Pak. Kayak truk aja, gandengan mulu!" gerutuku berusaha melepaskan diri.
"Kamu nurut saja, kenapa sih Ra?"
"Gak enak diliatin orang, Pak. Apa Bapak gak malu dikira gandeng pembokat?"
"Kalau pembokatnya kamu, ngapain aku malu?"
"Huh! Terserah Bapak aja deh," aku menyerah dan pasrah ditarik untuk berjalan lebih cepat.
Kami masuk ke sebuah toko perhiasan. Mataku langsung silau melihat ratusan atau mungkin ribuan batu permata yang diikat dengan emas atau platina berjajar manis memanjakan siapapun penggila perhiasan.
Sekali lagi, sayangnya aku tidak termasuk dalam tipe itu. Meski begitu, tetap saja sebagai perempuan aku terpesona melihatnya. Ih, aku plin plan ya?
"Mas Dewa apa kabar? Ada yang bisa kami bantu?" kudengar seorang wanita cantik menghampiri dengan senyum lebar penuh binar di matanya menatap Pak Ganendra.
"Oh, baik Nin. Saya mau cari cincin untuk tunangan," Pak Ganendra melepas senyum mautnya.
"Loh? Mas Dewa mau tunangan? Dengan siapa?" satu wanita lagi datang menghampiri.
"Kok kita-kita gak dikasih tau?" seorang perempuan lain lagi bertanya dengan nada genit.
Aku hanya melongo memperhatikan interaksi mereka.
Eh? Kok sudah pada kenal akrab ya? Apa jangan-jangan mereka itu para mantan Pak Ganendra?"Iya nih... mendadak soalnya," jawab Pak Ganendra tersenyum makin lebar.
"Mas Dewa!"
Nah! Satu perempuan muncul dari dalam. Sepertinya dia yang paling cantik di antara mereka.
"Hai Sasa. Bisa bantu saya pilihkan cincin tunangan?" Pak Ganendra makin menebar pesona.
"Cincin tunangan? Mas Dewa mau tunangan? Dengan siapa?"
Duh, berasa melihat gula dikerubutin semut kali ya?
"Oh, kalian belum kenal ya? Nih kenalin calon tunangan saya. Kiara namanya," Pak Ganendra menarikku hingga berdiri di sampingnya.
Para perempuan itu terdiam menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dari sendal jepit norak warna ungu hingga cepolan mautku.
"Mas Dewa gak bercanda kan?" tanya perempuan yang dipanggil Sasa itu mengerutkan dahi.
"Ya nggak dong. Masa saya bercanda?"
"Kok beda dengan selera Mas Dewa yang kemarin-kemarin?"
"Beda bagaimana, Sa?"
"Ya.... beda... dari kampung ya Mas? Masih kecil juga. Mas gak salah pilih kan?"
"Oh, menurut Mama saya, dia yang terbaik," Pak Ganendra melirikku tanpa melepaskan genggaman tangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY POSSESSIVE LECTURER (Sudah terbit Di GOOGLE PLAY BOOK)
RomanceHanya cerita aneh tentang perjodohan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Klise. Tidak ada yang istimewa. Tidak ada yang spesial. ????? ⚠⚠⚠⚠⚠ Buat readers yang masih jomblo imut di bawah 21 th... Dimohon dengan sangat untuk tidak membaca cerit...