28

52.3K 4.8K 451
                                    

Hari menjelang malam ketika kususuri jalanan di depan Esplanade. Kumasukkan tanganku ke kantong jaketku. Langkah perlahanku diiringi sepasang kaki kokoh seseorang yang pernah terluka karenaku.

Ia menarikku ke tepi, duduk di salah satu bangku yang tersedia.

"Kamu masih juga tidak mau cerita? Atau aku harus bertanya pada Bintang?" tanyanya pelan.

"Jangan! Please Kak, Kak Bintang tidak tau apa yang sedang terjadi padaku. Kak Bintang sedang fokus pada perusahaan. Ada sedikit masalah dan aku tidak mau menyusahkan Kak Bintang," aku berharap Kak Dion mau mengerti, mengapa aku tidak mengadu pada Kak Bintang sedangkan selama ini Kak Bintang-lah yang menjadi tempatku mengadu setiap aku galau.

Kak Dion mengerutkan dahi menatapku lekat.

"Ada apa Kia?"

Aku mendesah pelan. Memejamkan mataku, mencoba menahan sesak yang kembali kurasakan.

"Apa suamimu menyakitimu? Berbuat kasar padamu?"

Aku menggeleng, meenelan ludah dengan susah payah. Mas Dewa tidak berbuat kasar padaku, tidak menyakitiku secara fisik, tapi hatiku yang sakit. Sakit karena perempuan yang bernama Rima.

"Oke, kalau kamu belum mau menceritakannya padaku, aku tidak memaksa, Kia. Tapi asal kamu tau, perasaanku padamu tetaplah sama. Aku masih belum bisa mengalihkan hatiku darimu. Aku tidak tau apa yang sedang kau rasakan sekarang, tapi aku merasa sakit melihatmu seperti ini," Kak Dion meraih sebelah tanganku dan merangkumnya dengan kedua belah tangannya.

"Maaf, Kak," gumamku pelan.

Kak Dion mengusap rambutku lembut, tersenyum sangat teduh.

"Sudah malam. Kita makan malam lalu Kakak akan mengantarmu ke tempatmu menginap," ia menarikku berdiri.

Aku panik. Kak Dion tidak boleh tau kalau aku menginap sendirian!

"Eh, ti-tidak usah Kak. Aku masih kenyang kok. Lagipula aku masih ingin ke suatu tempat," tolakku gugup.

"Kenapa kamu panik, Kiara? Kamu takut suamimu marah? Seharusnya dia cemas kamu belum kembali sampai sekarang," Kak Dion menatapku dengan kening berkerut.

"Nggak. Nggak apa-apa. Aku bisa kembali sendiri," elakku cepat.

"Kiara, biarkan aku mengantarmu. Oke? Tidak ada bantahan!"

Bahuku meluruh mendengar ucapan Kak Dion. Akhirnya aku mengikutinya ketika ia membawaku ke mobilnya untuk menuju sebuah rumah makan.

Aku baru menyadari bahwa kami makan tidak hanya berdua. Ada driver dan tiga orang berpakaian serba hitam yang ikut bersama kami meskipun di meja terpisah.
Keempat orang itu terlihat sangat patuh pada Kak Dion.

Selama makan malam berlangsung, hanya ada obrolan-obrolan kecil yang menyenangkan. Kak Dion tidak berubah. Ia hanya sesekali terlihat memandangku dengan tatapan sedih.

"Di mana kamu menginap, Kia? Aku akan mengantarmu," tanyanya setelah kami selesai makan malam.

"Aku bisa naik taksi, Kak," elakku kembali menggeleng.

"Tidak. Katakan di mana kamu menginap, atau berikan nomor suamimu agar aku bisa menyuruhnya menjemputmu," katanya tegas.

Aku menyerah.
Memberikan nomor ponsel Mas Dewa itu sesuatu yang sangat kuhindari untuk saat ini. Lagipula, aku tidak membawa ponselku. Akhirnya aku menyebutkan nama hotel tempatku menginap.

Kak Dion mengerutkan dahi dan menatapku curiga, memerintahkan supirnya untuk mengantar ke hotel tempatku menginap.

Tidak sampai lima belas menit, mobil berhenti di depan hotel.

MY POSSESSIVE LECTURER  (Sudah terbit Di GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang