20

63.3K 4.5K 261
                                    

"Mas! Aku cuma mau ketemu dan ngobrol dengan teman-temanku, Mas kenapa mau ikut?" protesku sebal.

"Loh Mas kan suami kamu! Masa Mas gak boleh ikut?"

"Tapi ini kan ketemuannya sama sahabat-sahabatku!" aku bersedekap memasang wajah cemberut.
Mana bisa ngobrol bebas kalau Mas Dewa ikut?

"Ya tidak apa-apa kan? Teman kamu berarti teman Mas juga," katanya tidak mau kalah.

"Tapi kan beda. Mas kan dosen. Mana enak ngobrolnya?" tolakku mentah-mentah.

"Dibuat enak aja, Ara. Kamu aja sampe ngedesah-desah keenakan gitu," Mas Dewa menyeringai mesum.

Wajahku terasa panas.

"Tuh, muka kamu merah. Kenapa? Membayangkan lagi ngedesah ya?"

"MAS DEWA MESUM!"

Mas Dewa tergelak.

"Mas gak bisa kalau gak mesum sama kamu," katanya masih tertawa. Tangannya mengacak rambutku.
Huh! Memangnya aku masih anak kecil apa?

"Terserah Mas! Pokoknya aku sudah ijin. Besok aku ketemuan dengan teman-temanku dan Mas tidak boleh ikut. Titik!"

"Koma! Mana bisa? Kalau Mas bilang nggak boleh ya nggak boleh! Kecuali Mas yang antar!"

"Mas, please.... oke, Mas boleh antar. Tapi jangan ikut ya..." rengekku berharap Mas Dewa menyetujuinya.

"Baiklah, tapi ada syaratnya...."

Aku bersorak senang.

"Apa syaratnya?" tanyaku cepat dan antusias.

"Malam ini ehem-ehemnya yang banyak ya," syaratnya sambil mengedipkan sebelah matanya membuatku shock! Syarat macam apa itu?

"Syaratnya gak bisa diganti gitu?' aku menyipitkan mata.

Mas Dewa menggeleng mantap.

Aku mengeluh dalam hati. Alamat bangun dengan tubuh remuk besok. Bayangkan saja tubuh Mas Dewa yang sebesar itu dibandingkan tubuh mungilku.

"Sekali saja ya," aku masih berusaha menawar. Sekali saja udah capek, masa mau yang banyak?

"Mau apa tidak? Mas gak membuka penawaran. Kalau mau ayo, kalau gak mau ya sudah, besok Mas ikut kamu. Bagaimana?"

Sambil memandangnya ngeri, aku terpaksa mengangguk dengan sangat tidak rela.

.

.

.

💟💟💑💟💟

.

.

.

Aku menahan nafas ketika Mas Dewa mulai melepaskan pakaianku satu persatu dengan cepat. Matanya lekat menatapku dan membuatku membalas tatapannya hingga tidak bisa berpaling. Seluruh tubuhku merona hangat dan kikuk menyadari bagaimana sekarang aku di depan Mas Dewa.

Mas Dewa menarikku mendekat. Mencondongkan tubuhnya, berbisik di telingaku.

"Lepaskan pakaian Mas, Sayang."

Tubuhku kaku. Jantungku berdebar kencang. Selama ini Mas Dewa selalu melepaskan sendiri pakaiannya dan pakaianku. Aku menggigit bibir. Dengan gemetar aku mulai melepas satu persatu kancing kemejanya.

Ia sudah bertelanjang dada sekarang.

"Celana Mas belum, Sayang," bisiknya menyentil ujung dadaku dan memilinnya pelan. Entah apa warna wajahku sekarang.

MY POSSESSIVE LECTURER  (Sudah terbit Di GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang