21

51.2K 4.5K 200
                                    

Sepanjang perjalanan kembali ke rumah, aku hanya terdiam. Rasanya enggan untuk pulang ke rumah besar Mas Dewa.

"Kamu kenapa kok jadi pendiam?" tanya Mas Dewa mengusik keheningan yang diam-diam sedang kunikmati.

"Tidak apa-apa," sahutku membuang pandanganku.

Kudengar Mas Dewa menghela nafas.

"Ara, kita sudah menikah bukan? Mas harap tidak ada yang kita sembunyikan dan saling jujur satu sama lain," Mas Dewa menyentuh punggung tanganku sekilas.

Aku menunduk. Bagaimana dengan Mas Dewa? Banyak yang aku tidak tau tentangnya. Apakah Mas Dewa mau jujur padaku? Ada banyak pertanyaan yang memenuhi kepalaku saat ini.

"Sekarang, boleh Mas bertanya?"

Aku menatapnya sesaat dan mengangguk.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Aku menatapnya lagi dan mengangguk ragu.

"Kamu ingin bertanya padaku? Tanyakan saja, Mas akan menjawab sebisa Mas," ujarnya menggenggam tanganku dan meremasnya perlahan sebelum dilepaskannya dan kembali pada stir mobilnya.

"Uhm.... selain adik Bu Merry, apa hubungan Mas dengan Rima?" akhirnya aku bisa mengutarakan rasa penasaranku.

Mas Dewa menoleh cepat ke arahku.

"Tidak ada," sahutnya datar, kembali memfokuskan pandangannya ke jalanan.

"Mas... Mas bilang kalau kita harus saling jujur kan?"

Mas Dewa menarik nafas panjang.

"Tiga tahun lalu, Mama sakit dan harus dilakukan operasi pencangkokan ginjal. Untuk itu dibutuhkan donor ginjal yang cocok. Aku dan Papa tidak memenuhi kriteria pendonor untuk Mama. Kami tidak ingin kehilangan Mama. Kami hampir putus asa ketika Bu Merry menemui Papa dengan membawa surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa Bu Merry cocok dan sangat layak untuk menjadi pendonor bagi Mama. Ternyata diam-diam Bu Merry menemui dokter dan berniat menjadi pendonor untuk Mama. Tapi pada saat akan dilakukan operasi, mendadak Rima muncul. Ia tidak mengijinkan Bu Merry melakukan cangkok ginjal untuk Mama karena ia dan Bu Merry hanya hidup berdua. Rima takut operasi itu akan berdampak pada kesehatan Bu Merry," Mas Dewa menarik nafas lagi. Tatapannya menerawang jauh seolah menembus dimensi waktu masa lalu.

Aku tercenung, tidak menyangka dengan apa yang diceritakan oleh Mas Dewa.

"Aku sangat mencintai Mama. Karena itu aku membujuk Rima, agar merelakan Bu Merry menjadi pendonor ginjal untuk Mama. Aku bahkan tanpa pikir panjang, aku berjanji akan membiayai sekolahnya dan menjaganya seumur hidup," suara Mas Dewa memelan. Ia menunduk sebelum mengalihkan tatapannya padaku.

Aku membalas tatapannya.

"Apakah sikap atau perkataannya mengganggumu?" tanya Mas Dewa menyadarkanku akan ucapan Rima padaku pagi tadi.

Rima benar. Secara tidak langsung, Mas Dewa adalah miliknya. Aku hanyalah orang baru yang kebetulan anak dari sahabat Mama Mala. Yang kebetulan juga bahwa Mama Mala menyukai dan menginginkanku menjadi menantunya. Yang kebetulan juga menjadi istri Mas Dewa,

Tiba-tiba saja dadaku terasa sesak. Air mataku mengambang di pelupuk mata. Refleks aku memutuskan pandanganku dan membuangnya jauh keluar jendela, menyembunyikan air mata. Kenapa menyadari semua itu terasa menyakitkan untukku? Kenapa aku merasa tidak rela mendengar kenyataan ini?

Hei! Ada apa denganku?

.

.

.

MY POSSESSIVE LECTURER  (Sudah terbit Di GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang