Mas Dewa melepaskan genggamanku, beringsut mendekat pada Bu Mer, meraih dan menggenggam tangan gemetar wanita itu.
"Bu, apapun yang terjadi, saya tetap akan memberikan rumah ini untuk Bu Merry dan Rima. Saya ikhlas. Bagi saya, Bu Merry tetap penolong Mama, karena tanpa Bu Merry, saya tidak akan bisa merasakan kasih sayang Mama sampai sekarang. Terima kasih Bu. Dan saya sudah menyiapkan pekerjaan untuk Rima kalau Rima berkenan," kata Mas Dewa membuatku merasa bangga memiliki suami sepertinya.
Bu Merry menyusut air matanya, memandang Mas Dewa.
"Saya tidak berhak atas rumah ini, Tuan. Saya tidak pantas. Tolong Tuan ambil kembali rumah ini. Saya tidak ingin menerimanya," Bu Merry memberikan kembali surat-surat dalam amplop coklat itu pada Mas Dewa.
Mas Dewa menolak.
"Bu Merry simpan saja. Bu Merry boleh melakukan apapun pada rumah ini. Bahkan kalau Bu Merry ingin menjual rumah inipun, Bu Merry berhak. Saya dan istri saya sudah membeli rumah yang baru. Jadi, Bu Merry tidak perlu khawatir," Mas Dewa menyakinkan Bu Merry agar menerima pemberian Mas Dewa.
"Tapi rumah ini terlalu mewah, Tuan. Saya tidak pantas menerima ini semua. Terutama karena sikap Rima yang begitu kurang ajar pada Tuan dan Nyonya."
"Bu Merry pantas. Mulai sekarang, saya dan istri saya bukan majikan Bu Merry lagi. Bukan saya menolak Bu Merry bekerja pada saya, tapi sudah saatnya Bu Merry mengerjakan hal-hal yang Bu Merry ingin. Untuk kepentingan Bu Merry sendiri," Mas Dewa berdiri dan menarikku berdiri.
"Kami pamit ya Bu. Sampaikan pada Rima juga pesan saya. Saya harap dia mau menerima pekerjaan itu," kata Mas Dewa menggamit pinggangku dan berjalan keluar.
Bu Merry hanya mengangguk diam, mengantarkan kami keluar, menunggu hingga mobil yang kami tumpangi keluar dari halaman rumah besar itu.
Kusandarkan kepalaku di bahu Mas Dewa. Lega rasanya.
"Kalau kamu nempel-nempel begini, Mas seneng banget Ra. Sudah lama Mas pengen kamu manja-manja begini sama Mas," Mas Dewa terkekeh.
Aku tersenyum memejamkan mataku.
"Mama bilang besok ada pembantu baru yang diantar ke apartemen untuk bantu-bantu kamu, Ra," beritahu Mas Dewa.
Aku menegakkan tubuhku.
"Buat apa? Lagian besok aku masuk kuliah, Mas! Aku sudah bolos lama! Bisa mengulang aku nanti!"
"Cuma untuk bersih-bersih, Sayang. Nggak menginap kok. Biar kamunya nggak kecapekan," Mas Dewa mengacak rambutku pelan.
Aku membulatkan bibirku mengangguk.
"Mas," panggilku pelan.
"Hmm?"
"Aku kan sudah lama nggak masuk kuliah. Kira-kira menurut Mas, aku bisa lulus nggak sih?"
"Kamu tenang saja. Kamu tinggal ikut ujian. Aku bisa privatin kamu kok," Mas Dewa mengedipkan sebelah matanya.
"Masa sih?"
"Iya. Apa sih yang nggak buat kamu?"
"Ih, Mas Dewa gombal!" seruku menutupi perasaan tersanjungku.
"Kok gombal sih? Beneran Mas cinta kamu!"
"Eh? Kok jadi cinta dibawa-bawa?"
"Ya kamu sih, nggak pernah bilang cinta ke Mas. Sebenernya kamu cinta nggak sih sama Mas?"
Aku tersipu.
"Cinta," sahutku lirih.
"Hah? Apa? Mas nggak dengar, Sayang. Boleh diulangi?"
![](https://img.wattpad.com/cover/147472493-288-k568221.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY POSSESSIVE LECTURER (Sudah terbit Di GOOGLE PLAY BOOK)
RomanceHanya cerita aneh tentang perjodohan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Klise. Tidak ada yang istimewa. Tidak ada yang spesial. ????? ⚠⚠⚠⚠⚠ Buat readers yang masih jomblo imut di bawah 21 th... Dimohon dengan sangat untuk tidak membaca cerit...