10

68.1K 4.8K 176
                                    

Aku melongo melihat rumah besar di hadapanku. Seorang satpam membukakan pintu gerbang dan mengangguk hormat dengan sedikit membungkuk. Ini rumah siapa sih?

Mas Dewa memarkirkan mobilnya di teras rumah dan mematikan mesinnya. Ia bergegas keluar dari mobil.

"Turunlah," Mas Dewa menyuruhku sambil membukakan pintu.

Masih kebingungan, aku turun dan mengikutinya.

"Ini rumah siapa?" tanyaku melihat ke sekeliling. Ada taman dan air mancur di depan teras yang dibatasi dua pilar besar.

"Rumahku. Bulan depan akan jadi rumah kita," ujarnya membuatku melongo. Dadaku berdebar mendengarnya.

Mas Dewa membuka pintu utama.

"Selamat pagi, Tuan," kulihat seorang perempuan paruh baya berpakaian formal sedikit membungkuk.

"Pagi, Mer. Ara, ini Merry, kepala pelayan di sini. Mer, ini Kiara, calon istriku," Mas Dewa memperkenalkan kami.

"Senang berkenalan dengan Nona," Merry mengangguk hormat, mengulas senyum sopan tanpa menyambut uluran jabt tanganku. Ia memandangku dengan rikuh.

"Please, Kiara saja," kutarik tanganku setelah menyadari Bu Merry tidak berani menyambut jabatanku karena Mas Dewa. Mama dan Papaku tidak pernah mengajariku untuk membedakan seseorang satu dengan lainnya. Dan apa yang kualami saat ini membuatku mengerutkan dahi.

"Maaf?"

"Panggil Kiara saja. Lagipula saya bukan Boss kamu, Bu Merry," sahutku tidak enak dengan panggilannya padaku.

"Tapi-"

"Kiara, sebaiknya kita ke atas," Mas Dewa menarik lenganku agar mengikutinya dengan tidak sabar, memotong pembicaraanku dengan Bu Merry.

Kulihat Bu Merry segera mundur, masuk ke sebuah ruangan yang aku tidak tau itu ruangan apa.

Mas Dewa membawaku masuk ke sebuah ruangan luas, sebuah ranjang besar dan ada satu kamar mandi yang juga luas.

"Ini kamarku," ia menarikku ke ranjang dan duduk di sana.

"Bagaimana menurutmu?"

"Bagus. Luas. Tapi, apa Mas Dewa tidak takut berada di ruangan sebesar ini sendirian?" tanyaku memperhatikan setiap sudut ruangan. Ada walking closet di dekat pintu kamar mandi.

Sepertinya dia kaya sekali ya? Kupikir penthousenya yang super mewah itu saja sudah suatu keanehan yang dimiliki oleh seorang dosen. Ini ditambah lagi dengan rumah mewah yang sangat besar. Bahkan ada kepala pelayan segala!

"Nanti kan kamu yang menemaniku di kamar ini," aku tidak suka melihat senyumnya. Lebih tepat jika aku menyebutnya seringai mesum.

Dan apa dia bilang? Aku menemaninya di kamar ini? NO!
Tapi kalau orang menikah itu kan tidurnya sekamar ya? Eh? Masa sih harus tidur sekamar? Okelah kalau menikahnya karena saling mencintai. Tapi kalau dijodohkan? Dijodohkan berarti terpaksa kan? Tapi...

"Nggak bisa! Aku nggak mau!" seruku meloncat berdiri.

"Kamu sudah janji lho pas di Bali kemarin. Masa lupa? Ckckck.... apa perlu aku ingatkan?" Mas Dewa berdecak ikut berdiri sambil berkacak pinggang.

Janji? Janji apaan?

"Kan kamu janji kalau sudah sah aku boleh melakukan itu padamu," senyum mesumnya kembali tercetak di wajhnya.

Tiba-tiba aku ingat kejadian di kamar ketika di Bali. Astaga! Itu kan aku asal janji agar bisa lepas dari niat mesum Mas Dewa!

"Kamu mau ingkar? Atau kamu mau kita melakukannya sekarang?"

MY POSSESSIVE LECTURER  (Sudah terbit Di GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang