17. Try to Respect Love

202 31 41
                                    

Jinyoung menatap bayangan dirinya di cermin.

Lelaki itu memandang pantulan dirinya yang terlihat menyedihkan. Mata yang sedikit membengkak dan wajah yang sudah seperti orang yang kehilangan semangat hidup.

Oh, hei. Bukankah memang seperti itu dia saat ini?

Semangat hidupnya telah hilang seutuhnya tanpa menyisakan bekas sekecil apapun. Bahkan, tidak ada harapan tentang kebahagiaan lagi di dalam sana kendati lelaki itu telah berusaha dengan keras, mencari satu titik yang mungkin masih bisa ia genggam, masih bisa ia yakini untuk disebut sebagai 'kebahagiaan'.

Mungkin ia telah kehilangan semua. Yang tersisa hanyalah raga yang seolah tak memiliki nyawa. Jinyoung jelas tahu hidupnya sudah seperti kapal kecil yang tersesat ditengah lautan, terombang-ambing tak karuan, dan pada akhirnya dihempaskan oleh ombak hingga hilang tak bersisa.

Ia sudah tak memiliki apapun lagi.

Semuanya hilang.

Kebahagiaannya telah lenyap.

Menarik nafas dan menghembuskannya kasar, lelaki itu lantas berjalan menuju kamar mandi. Semuanya terasa berat, ditambah kenangan masa lalu yang terus menyeruak tanpa henti. Membuat kepalanya terasa pening.

Lelaki itu kini menutup matanya, menenggelamkan diri didalam bathub dan membiarkan air dari shower mengalir membasahi wajahnya.

Yang bisa ia lakukan hanyalah berharap agar ia bisa melewati hari ini dengan baik.

🌻🌻🌻

Jihoon mengetukkan tangannya beberapa kali ke meja, terlihat resah setengah mati tentang apa yang harus dilakukannya kini.

Keresahan itu lantas semakin bertambah ketika kedua irisnya mendapati presensi Jinyoung yang tengah memasuki kelas dengan langkah gontai, seolah seseorang telah mencuri jatah makannya hingga ia terpaksa untuk tidak makan selama berhari-hari.

Tidak, tidak. Itu konyol.

Jihoon tahu Jinyoung selalu makan dengan baik kendati makanan yang masuk ke dalam perutnya tidak seberapa. Tentu. Seorang laki-laki juga harus menjaga berat badannya, bukan? Jadi Jihoon pikir, hal itu tidak menjadi masalah.

Tapi melihat ekspresi Jinyoung yang sedang tidak baik-baik saja seperti saat ini, jujur, itu membuat Jihoon sedikit takut.

Oke, mari kita lihat sebentar. Meskipun lelaki dengan surai hitam legam itu terkenal dengan sikap dinginnya, tetapi sejujurnya, Jinyoung memiliki sisi yang hangat. Jihoon bahkan beberapa kali mendapati lelaki itu tersenyum dengan tulus pada para hyung-nya saat mereka tengah berkumpul bersama. Meskipun senyuman yang terkesan hangat dan tulus itu tidak pernah ia tunjukkan pada gadis, tapi setidaknya, ia masih tersenyum terhadap orang lain.

Tapi hari ini, senyuman itu tidak muncul lagi. Tidak ada senyuman hangat yang ditunjukkan olehnya lagi.

Jihoon merasa sedikit aneh. Harusnya Jihoon yang bersikap seperti itu padanya. Jihoon yang harusnya memasang ekspresi wajah 'aku sedang tidak baik-baik saja' pada Jinyoung. Oke, tentu. Siapa yang masih bisa bersikap seolah semuanya baik-baik saja saat hatinya tengah hancur? Siapa yang masih bisa bersikap seolah tak ada apapun yang terjadi saat kenyataan pahit benar-benar telah menampar dan memberi bekas lebam dalam hati?

Harusnya Jihoon merasa marah, harusnya Jihoon meluapkan emosinya pada Jinyoung sekarang juga.

Ia telah mengambil seseorang yang berharga dalam kehidupannya.

Tapi alih-alih melakukan semua itu, yang dilakukan Jihoon saat ini hanya terdiam, melihat Jinyoung yang menatap kosong ke arah jendela kelas. Jihoon hanya bungkam, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Jinyoung.

A Handkerchief Love || Jiheon × JinyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang