26. She's Hurt

284 27 24
                                    

Jiheon merasa tubuhnya sedikit berguncang, dan dalam kesadarannya yang belum sepenuhnya pulih, gadis itu mendengar suara dari seseorang.

"Hey, anak manis, kau baik-baik saja? Bangun.. kenapa kau bisa tidur disini? Anak manis... buka matamu..."

Jiheon berusaha sekuat tenaga untuk membuka matanya yang terasa berat, gadis itu mendesis saat memegangi kepalanya yang terasa seperti akan pecah.

"Apa kepalamu sakit? Biar kubantu kau duduk,"

Suara itu ternyata adalah suara milik seorang bibi yang Jiheon tidak tahu bagaimana bibi itu bisa menemukan dirinya disini.

"Aku tinggal di sekitar sini dan saat aku keluar untuk membeli sayuran, aku melihatmu."

Seakan mengerti isi benak Jiheon, bibi itu menjawab pertanyaan yang belum sempat terlontar dari bibir Jiheon.

Saat tubuhnya telah sepenuhnya duduk, Jiheon kembali mendesis merasakan kepalanya yang terasa sangat pusing. Gadis itu bahkan meringis karena menahan rasa sakit.

Berusaha melawan tubuhnya yang terasa sangat lemah, Jiheon lantas tersenyum tipis dan mengucapkan terimakasih pada bibi yang belum ia ketahui siapa namanya itu.

"Bibi... terimakasih karena sudah membangunkanku. Aku tidak tahu lagi bagaimana jika tidak ada bibi. Aku pasti akan tetap tidur di pantai ini entah sampai kapan."

Bibi itu menatap Jiheon dengan iba, terlebih saat melihat penampilannya yang berantakan. Seragam sekolah yang masih menempel dengan apik di tubuhnya, yang kini telah kotor karena pasir pantai yang menempel di beberapa bagian seragam miliknya, serta rambut lurusnya yang kini terlihat kusut dan juga penuh dengan pasir, wajahnya yang pucat dan berkeringat, bibirnya yang kering serta tatapan mata gadis itu yang terlihat sangat lemah.

Saat bibi dengan rambut yang digelung itu melihat kearah bungkus plastik berisi dua botol soju dan tiga botol kosong serupa lainnya tergeletak di dekat Jiheon, ia lantas menghela nafas dan bertanya pada gadis itu, memastikan semuanya.

"Apa semalam kau mabuk?"

Jiheon hanya diam untuk beberapa detik, sebelum akhirnya mengangguk lemah.

Gadis itu kemudian melanjutkan dengan sangat lirih, "Aku... aku tidak tau apa yang harus kulakukan, bi. Aku pikir dengan aku meminum semua itu, perasaanku akan membaik. Tapi, tidak ada yang berubah."

Jiheon lantas menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis. Kepalanya semakin pusing dan dadanya juga terasa sesak. Sungguh gadis itu tidak mengerti kenapa ia masih merasa sakit dan menangis setelah semalam ia telah berusaha untuk melupakan segalanya. Tiga botol soju benar-benar tidak membantu mengembalikan perasannya menjadi baik seperti semula lagi.

"Sst, sudah-sudah, jangan menangis. Anak manis tidak boleh menangis. Bibi tau kau pasti telah melewati hari yang berat. Sekarang tenangkan dirimu dan beristirahatlah dirumah bibi sebentar, lalu bibi akan mengantarmu pulang. Orang tuamu pasti sangat khawatir karena kau tidak pulang."

Jiheon terdiam saat mendengar perkataan yang keluar dari mulut bibi itu.

Eomma.

Gadis itu seketika merasa sangat bersalah karena ia telah menjadi seorang anak yang tidak berguna sama sekali untuk eomma nya. Jiheon juga tahu bahwa ia belum bisa memberikan yang terbaik tapi seakan membuat keadaan menjadi lebih buruk, gadis itu malah tidak pulang ke rumah hanya karena masalah seperti ini.

Bibi itu lantas membantu Jiheon berdiri, tentu saja dengan susah payah karena Jiheon masih belum bisa berdiri tegap dengan baik. Gadis itu merasa kepalanya seakan memikul sesuatu yang teramat berat saat tubuhnya mulai berdiri, sehingga ia menggenggam pegangan tangan bibi baik itu dengan erat.

A Handkerchief Love || Jiheon × JinyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang