22. Misunderstanding Kiss

258 33 69
                                    

Jiheon menatap pagar rumahnya  beberapa kali. Gadis itu tengah duduk di teras rumahnya, sesekali mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai untuk menghilangkan rasa bosan. Barangkali gadis itu telah menunggu selama hampir setengah jam dan tanda-tanda kehadiran  Jihoon belum juga terlihat.

Tapi alih-alih marah dan menyuruh sunbae-nya itu untuk cepat datang, Jiheon hanya duduk manis di kursi terasnya, menunggu dengan sabar. Jiheon juga tahu ia tidak mungkin meninggalkan Jihoon dan pergi ke festival lampion sendirian. Well, dia tidak seberani itu untuk melakukannya. Gadis itu bisa mati ditangan penculik atau minimal dibawa kabur oleh ahjussi mesum. Ah, Tidak-tidak. Itu terlalu berlebihan, opsi kedua barangkali lebih tepat.

Baru saja Jiheon mengeluarkan ponsel dari dalam sling bag pinklatte miliknya, suara seseorang yang terdengar sangat familiar memanggil namanya dengan cukup keras.

"Cutie!"

Jiheon tersenyum saat melihat presensi seseorang yang kini tengah berdiri di depan pagar rumahnya sembari melambaikan tangan. Gadis itu lantas segera memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas dan berjalan menghampiri Jihoon.

Saat gadis itu telah sampai di hadapannya, Jihoon tersenyum dan mengusap rambut Jiheon pelan, "Kau terlihat sangat manis, cutie."

Jiheon memang terlihat cantik dan manis hari ini. Gadis itu mengenakan dress putih selutut lengan panjang dengan sedikit renda di bagian bawah, serta sepatu berwarna dusty pink dengan tali hitam dan juga hak yang tidak terlalu tinggi. Gadis itu juga mengenakan kaos kaki diatas mata kaki yang berwarna senada dengan dress. Rambut lurusnya ia biarkan tergerai, semakin menambah kesan girly yang tampak begitu dominan dalam diri Jiheon.

Menanggapi pujian dari Jihoon, Jiheon hanya tersenyum kikuk, "Terimakasih, sunbae."

Jihoon kembali tersenyum sebelum akhirnya menjawab, "Hm. Kau manis. Lebih manis saat bersamaku."

Pipi Jiheon mendadak memanas dan gadis itu memijat-mijat tangannya karena canggung. Ingin sekali Jihoon mencubit pipi Jiheon karena gemas. Well, itu bukan keinginan yang mudah bagi Jihoon, sebenarnya. Mengingat ia dan Jiheon masih berada dalam masa-masa canggung, meskipun tidak seburuk saat beberapa hari pertama setelah pertemuan mereka di pantai kapan lalu. Sungguh, bukan seperti ini yang Jihoon harapkan. Jihoon tidak pernah mengira bahwa Jiheon akan menjaga jarak meskipun itu hanya sedikit.

Tapi, ayolah. Siapa yang mau berada dalam situasi seperti itu? Saat kau sudah mengenal seseorang dengan sangat dekat lalu tiba-tiba semuanya menjadi canggung dan dia tiba-tiba menjauhimu.

Oh bung, itu sulit.

Menepis semua pikiran yang datang tiba-tiba, Jihoon lantas mengulurkan tangannya pada Jiheon, tersenyum dengan manis.

Jiheon yang melihat uluran tangan dari Jihoon hanya terdiam. Gadis itu terlalu bodoh untuk mengerti apa arti dari uluran tangan itu hingga pada akhirnya, suara Jihoon menyadarkannya.

"Tanganmu."

Jiheon tetap terdiam dan menatap Jihoon bingung. Merasa Jiheon tak kunjung mengerti juga, Jihoon dengan segera meraih tangan kiri gadis itu dan menggenggamnya erat.

Kini Jiheon telah berdiri disamping Jihoon dengan tangan kirinya yang berpautan dengan tangan kanan milik Jihoon.

Jihoon menggenggam tangan Jiheon erat, "Begini lebih baik. Tanganmu tidak akan kesepian lagi. Tanganku yang akan menemaninya."

Jihoon tersenyum dengan sangat tulus, membuat hati Jiheon bergetar. Mereka berdua kemudian berjalan perlahan, menikmati angin malam yang cukup bersahabat. Barangkali angin juga ingin menari bersama puluhan lampion yang indah untuk malam ini, turut  membagi rasa cinta dan harapan dari semua orang.

A Handkerchief Love || Jiheon × JinyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang