12. Problem Between Them

254 42 25
                                    

Pagi yang cerah, tapi tidak untuk pemuda yang kini tengah terdiam di depan lokernya itu.

Lelaki itu hanya menatap isi lokernya bingung. Padahal ia hanya ingin mengambil beberapa buku dari dalam sana, tapi sesuatu yang mengganjal berhasil merebut perhatiannya.

Ini aneh. Kelewat aneh.

Ada sesuatu yang kurang di dalam sana. Ada sesuatu yang tidak ia temukan disana. Alih-alih mengabaikan keanehan itu, ia malah mencoba berpikir dengan keras, berusaha mencari jawaban yang sebetulnya tidak begitu penting juga untuknya.

Menghela nafas panjang dan berat,  Jinyoung tersadar akan sesuatu. Ia kini mengerti, apa yang tengah hilang di dalam sana. Ah, tidak. Bukan hilang, hanya saja lelaki itu tidak menemukannya berada di dalam lokernya seperti biasanya.

"Aku tidak menerima saputangan hari ini. Ini sedikit..."

Aneh.

Lelaki itu menjawab melalui pikirannya. Ini aneh. Mengingat ia selalu mendapat saputangan itu hampir setiap hari, saat ia pindah ke sekolah ini.

Well, tidak masalah. Hal kecil seperti ini juga tidak akan mempengaruhi lelaki dengan surai hitam legam itu. Ia tidak pernah cukup antusias dengan pemberian misterius seperti itu. Jangankan bersikap seolah ia merasa senang dan bahagia karena telah mendapat perhatian cukup banyak dari para gadis, berpikir untuk peduli walau hanya sedikit saja tidak pernah Jinyoung lakukan.

Oke, oke. Jangan tanya kenapa sikapnya selalu dingin seperti itu.

Mungkin laki-laki itu adalah titisan dari dewa es atau semacamnya. Tatapannya, nada bicaranya, bahkan caranya berjalan pun terlihat dingin. Siapapun tidak akan betah berlama-lama dengan Jinyoung, karena saat bibir tipisnya membuka mulut, astaga, sungguh. Siapapun bisa menjadi gemas untuk mengambil jarum jahit dan benang untuk menjahit mulutnya atau minimal menepuk mulutnya dengan sepatu.

Ya, tapi daripada melakukan itu, lebih baik seseorang mengajarkan padanya bagaimana caranya berbicara dengan nada bicara yang baik atau jika tidak, mengajarkan padanya cara tersenyum dengan tulus saat ada seseorang yang menyapanya pun rasanya sudah cukup.

Jinyoung jelas tau bahwa dirinya sebenarnya tidak bisa memungkiri bahwa ia kini cukup penasaran. Penasaran kenapa hari ini ia tidak mendapat saputangan seperti biasanya. Tapi jangankan mencoba peduli atau ingin tau lebih banyak, yang dilakukannya hanya menghela nafas sebelum menutup lokernya dan kembali menguncinya.

Lelaki itu kini berjalan menuju bangkunya dan baru beberapa detik setelah ia duduk, seseorang menepuk bahunya pelan. Jinyoung lantas menolehkan kepalanya, melihat presensi seseorang yang kini tengah mendudukkan diri dan tersenyum padanya.

"Hai, Jinyoungie."

"Ah, kau rupanya, hyung."

Jihoon kembali tersenyum, lalu  mengarahkan pandangannya pada buku-buku milik Jinyoung yang lelaki itu letakkan di meja.

"Apa kau sedang belajar untuk persiapan ujian mendatang?"

Jinyoung hanya menatap bukunya kosong, sebelum akhirnya mengusap tengkuk canggung dan berkata pelan, "daripada disebut belajar, aku hanya memandanginya saja, hyung. Aku tidak pernah tertarik dengan belajar. Kau tau itu."

Jihoon terkekeh, "ternyata kau pandai membual, ya? Aku tau kau selalu belajar meskipun kau tidak menunjukkannya. Kau tau? Kau mirip dengan cutie-ku."

Jinyoung terdiam mendengar perkataan yang keluar dari mulut Jihoon.

Siapa itu tadi?

Cutie?

A Handkerchief Love || Jiheon × JinyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang