27. Cry Again

236 25 19
                                    

Jihoon mengusap punggung gadis itu perlahan, berusaha membuatnya sedikit lebih tenang.

Setelah gadis itu menghentikan tangisannya, Jihoon melepas pelukannya dan menatap kedua iris Jiheon dalam.

Gadis di hadapannya itu hanya mampu bungkam tanpa balas menatap Jihoon, wajahnya masih terlihat sangat pucat dan iris cokelatnya menatap ke arah lain.

"Tidak apa-apa. Tidak perlu menceritakannya sekarang. Aku tidak akan memaksamu. Ceritalah saat kau sudah merasa lebih baik, cutie."

Jiheon hanya mengangguk, membuat Jihoon menghela nafasnya berat.

"Gaja, kuantar kau pulang."

Jiheon dengan cepat menggeleng, "Sunbae. Aku tidak mau pulang. Aku tidak mungkin menemui eomma dalam keadaan seperti ini."

Benar. Tidak mungkin Jihoon mengantar gadis itu kembali ke rumahnya saat bahkan keadaanya masih terlihat kacau. Kondisi Jiheon juga belum membaik seutuhnya.

Jadi yang Jihoon lakukan hanya mengangguk sebelum akhirnya melanjutkan, "Baiklah, tinggalah di rumahku sampai keadaanmu membaik, cutie. Aku akan menjagamu."

Jihoon lantas menggenggam tangan Jiheon erat, setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini untuk membuat gadis di sampingnya menjadi sedikit lebih tenang.

🌻🌻🌻

Jiheon tersenyum kecil saat kedua kakinya telah berhasil melangkah masuk ke dalam rumah Jihoon.

Rumah ini tidak banyak berubah, mungkin hanya beberapa ruangan saja yang diganti warna catnya dan sedikit dekorasi baru di ruang tamu, Jiheon rasa seperti itu.

Jiheon masih mengingat dengan baik, bagaimana ia dan Jihoon dulu diam-diam menghabiskan satu toples cookies cokelat di meja, bermain petak umpet di dalam rumah dan bersembunyi di balik mesin cuci, dan oh! Robot mainan warna warni itu bahkan masih disimpan dengan baik di dalam lemari kecil yang terletak di sudut ruang tamu. Saat masih kecil, Jiheon sangat menyukai robot mainan itu, tapi Jihoon dengan nakalnya selalu mengambil robot itu dari Jiheon, dengan wajah mengejek, ia selalu mengatakan,

"Hey, mana ada anak perempuan yang bermain robot? Lebih baik bermain boneka, oke?"

Dan kemudian Jiheon akan menangis, membuat Jihoon tertawa tanpa rasa berdosa dan kembali memberikan Jiheon robot mainan miliknya.

Siapa sangka kini mereka berdua telah tumbuh dengan baik hingga menjadi sebesar sekarang. Tidak ada lagi Jiheon yang cengeng dan juga Jihoon yang berpipi gembil. Mereka berdua telah tumbuh menjadi remaja yang cantik dan tampan.

Meskipun begitu, bagi Jiheon, tidak ada yang berubah sama sekali. Kenangan masa kecilnya bersama Jihoon tetap tersimpan dengan baik dalam memorinya. Tidak ada yang hilang, tidak ada yang memisahkan diri antara memori satu dengan yang lainnya. Semuanya masih melekat dengan kuat. Jihoon tetaplah Jihoon yang lucu dan menggemaskan bagi Jiheon. Meskipun harus Jiheon akui, masa puber telah memukul Jihoon dengan kuat hingga ia bisa berubah menjadi setampan ini sekarang.

Oh, hey. Jiheon bahkan berani bertaruh bahwa tidak akan ada seorangpun yang  percaya bahwa Jihoon yang dulu telah tumbuh sebesar dan setampan ini. Tentu, tentu. Foto kecilnya bahkan berbeda jauh dengan Jihoon yang sekarang. Entahlah, Jiheon juga tidak mengerti mengapa efek samping dari pubertas bisa sampai separah ini. Pubertas telah merubah Jihoon dengan total. Dan mengingat itu membuat Jiheon terkekeh karena sungguh, Jihoon yang sekarang sangatlah berbeda dengan Jihoon yang dulu.

"Apa yang kau tertawakan?"

Suara Jihoon membuat Jiheon berhenti terkekeh seketika. Ia melihat Jihoon yang kini tengah menatapnya dengan bingung.

A Handkerchief Love || Jiheon × JinyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang