Li(ma)

1.8K 140 0
                                    

Mungkin benar rasa nyaman itu perkara soal waktu, jadi sekarang aku tinggal menunggu kapan waktu itu menuntun mu mulai bermain hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mungkin benar rasa nyaman itu perkara soal waktu, jadi sekarang aku tinggal menunggu kapan waktu itu menuntun mu mulai bermain hati. Dan jarak yang sebenarnya mulai terjadi.

...

Difa menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan, kelas sudah kosong karena semua penghuni memilih beranjak ke kantin.

"Dif... lo udah tau yah?"

Gadis itu mengintip di balik lipatan tangan melihat Cece yang duduk di hadapannya meletakan satu minuman kaleng di meja.

Tidak mendapat respon Cece menarik lipatan itu memperlihatkan wajah Difa yang tertekuk di sana "Lo masih belum jujur, lo gak bilang yah..?" Tanya Cece kini menaikan nada suaranya.

Difa yang merasakan keanehan dari Cece membenarkan posisinya. Kini wajah gadis itu sudah menatap Cece "Kenapa sih Ce?"

Cece mendesah pasrah, melihat respon Difa gadis itu berpikir untuk kedua kalinya. Difa tidak tahu tentang ini, atau cewek ini sedang berusaha menutupi semuanya.

"Lo tau di kantin semua orang heboh.." suara Cece lebih serius dan pandangan gadis itu benar-benar lurus.

"Heboh.. heboh kenapa?"

"Heboh dengan pernyataan cinta Feral ke Delista.."

Setelah itu, Difa di bekukan, pandanganya menjadi buram. Desiran itu tiba-tiba ada di dadanya seolah membelah dan rasanya tidak enak. Perasaanya begitu saja jatuh dari tempatnya dan semua zona suara menghilang.

"Lo gak kenapa-napa kan?"

Air wajah Cece yang semula serius memudar ketika menatap Difa. Gadis itu mungkin benar akan perasaan Difa sekarang, Difa memang tidak kenapa-napa, hanya saja hatinya yang tidak baik-baik saja.

...

Feral menarik napasnya susah payah, setelah berhasil memanggil Difa dan menghentikan langkah kaki gadis itu untuk masuk ke dalam perkarangan rumah.

Mereka berdua di pertemukan tepat di depan rumah masing-masing. Setelah keduanya sama-sama susah payah menolak pertemuan di sekolah. Difa yang berjalan dan Feral yang baru ingin memasukan motor ke dalam.

"Kenapa Ral?" Dengan berat Difa berujar biasa, gadis itu menunduk dulu baru berani menatap mata Feral.

Jeda sebentar dengan Feral yang mulai turun dari motornya dan menstandarkan motor matic nya di depan pagar. Cowok itu berjalan ke tengah di antara perkarangan rumahnya dengan Difa.

Melihat itu, Difa kini menyesuaikan. Dan barulah kedua mata itu kembali bertemu sedekat dulu.

"Kenapa?" Ulang Difa menatap Feral terlampau tak acuh dan melihat sirat itu hati Feral tertohok nyeri.

GraciasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang