Aku pikir dengan hari yang terus berganti dapat mengerikan luka ini, ternyata salah malah luka itu semakin mengada dan rasanya sudah sulit terkecap di dunia.
...
14 hari berlalu, 336 jam terlewati, dan dua minggu sudah tepat hari ini. Pengakuan Feral tentang hubungannya dan Delista masih terus berjalan yang berhenti hanya hubungan Feral dan Difa.Tidak ada lagi sejoli itu berjalan beriringan memasuki kantin, berdekatan layaknya pacaran di kelas atau bergoncengan pergi dan sepulang sekolah. Semuanya sudah menjadi kenangan di dalam ingatan masing-masing, bahkan mereka tidak lagi sekedar menyapa lewat jendela.
Jendela yang awalnya selalu terbuka lebar dan selalu di hampiri tiap malam. Kini selalu tertutup setiap sorenya. Tidak ada candaan di sana, hanya ada jendela dengan gorden yang tertutup.
Pengakuan Feral adalah jarak terjauh yang pernah mereka bentang. Entah Difa yang berusaha menciptakan jarak itu semakin panjang atau Feral yang sengaja juga menambah lebarnya. Keduanya sama-sama memberi jarak, yang dulunya selalu skin ship sekarang rentinanya saja saling menolak jika di pertemukan.
Keduanya memilih egois dengan perasaan masing-masing. Memilih kepada pendiriannya yang menyatakan dengan ini mereka bahagia, padahal nyatanya mereka sama-sama terluka dengan kebohongan yang ada.
Difa menghembuskan napasnya ketika membuka jendela kamar, gadis itu memilih diam sejenak di sana sampai jendela sebrang juga terbuka. Menampilkan Feral yang masih sibuk mengenakan dasinya.
Melihat Difa di sana, Feral diam. Ada rasa bahagia mengingat jika gadis itu baik-baik saja tanpa ada dirinya. Keduanya tanpa sadar selalu menunggu momen membuka jendela di setiap paginya, menunggu momen dimana mereka bisa saling sapa lewat pandangan tanpa kata-kata.
Difa pandang sebentar, lalu gadis itu berbalik dan pergi. Dan Feral tidak lama mengikuti berbalik dan pergi meninggalkan penghubung mereka.
"Selamat pagi.. Mama, Abang, Pa...-- loh Papa gak ikut sarapan?" Tanya Difa setelah ia turun dan mendekati meja makan.
Bobi yang tepat duduk di hadapan gadis itu menatap Difa sebentar sebelum kembali mengigit roti tawarnya.
"Bang, Papa kemana?" Tanya Difa.
"Bobi udah kenyang, ada matkul pagi jadi Bobi berangkat dulu" ujar Bobi bangkit dari duduknya tidak memperdulikan Difa dengan pertanyaannya.
Difa menaikan sebelah alisnya, gadis itu tidak mengerti sikap kakaknya kenapa. Bukan, Difa hanya heran aja biasanya Bobi selalu semangat kalau sarapan.
Melihat Kakaknya yang sudah melesat ke luar, Difa putuskan menuju dapur menghampiri Mama.
"Selamat pagi Mama.." ujar Difa dengan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gracias
Teen FictionDari miliaran pasang mata kenapa harus mata sekelam angkasa. Dari ribuan alasan kenapa harus bertajuk pada pengakuan. Tentang segalanya, tentang kamu yang luar biasa manisnya.