"Lo nggak apa?" Arka melihat wajah Lubna agak memucat dan setelah satu pertanyaan itu terlontar dari mulutnya, pipi Lubna menjadi merona kemerahan.
Blush
"Eh? Ng-ngga kok" gadis itu mencengkeram roknya sambil menggigit bibir bawahnya. Arka lalu mengangguk mengerti dan langsung berjalan meninggalkan Lubna yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan.
"Gue harus ke Bryan!" Tepat saat Lubna hendak melangkahkan kaki keluar kelas, bel berbunyi dan menandakan pergantian pelajaran, di ujung koridor kelas Lubna melihat pak Edwin berjalan ke arah kelasnya dengan penggaris kayu panjang yang menjadi senjata andalannya.
'gue rela setiap hari pelajaran pak Edwin asal setiap hari juga Arka nanyain keadaan gue.' Lubna bergumam lalu tersenyum sendiri membayangkan nya.
"Eh gila! Senyam senyum sendiri ih, serem gue anjir" Lubna yang sedang tenggelam dalam lamunan nya, terpaksa imajinasi nya itu harus buyar begitu saja ketika Deka menepuk punggungnya.
*
*
*
Dari kejauhan, Lubna memperhatikan seseorang yang sedang memainkan ponselnya. Kalau boleh jujur, lelah rasanya menjadi pengagum rahasia. Gadis itu sedang berada di kantin bersama dengan Bryan, Lubna yang mengajak cowok itu untuk pergi ke kantin bersama sekaligus ada niat terselubung disana. Yup! Karena dia ingin berbagi kebahagiaan nya pagi ini dengan Bryan.
"Serius banget liatnya?" Bryan melahap siomay yang ada di depannya, Lubna yang mendengarnya hanya bereaksi biasa saja. Gadis itu menyeruput jus mangga yang sudah di pesannya.
"Gua jadi ngerasa ada harapan baru, Ry." Lubna memutar sedotan putih yang berada di dalam segelas jus mangga miliknya sambil tersenyum sendiri.
"Kalau menurut lo itu yang terbaik, up to you, Na" Bryan tersenyum samar.
"So.. lo ada ide?" Lubna memajukan kepalanya sedikit pada Bryan dengan matanya yang memancarkan sebuah harapan yang besar.
"Buat?"
"Buat deket sama Arka.." Lubna memutar bola matanya malas, "eh! Itu Arka mau kemana ya?" Lubna melihat ke arah Arka yang terlihat sedang mengetik, sebuah pesan mungkin. Arka sekarang sudah berdiri hendak meninggalkan kantin, padahal cowok itu belum makan apapun.
"Ooh.." Lubna melirik ke arah Bryan sebentar lalu beralih ke Arka dan cowok itu sebentar lagi pasti sudah tak terlihat batang hidung nya.
"Thanks Ry lo udah mau dengerin cerita gue. Sekarang gue harus pergi, sorry banget.." Melihat ada Deka yang sedang berjalan ke arah kantin, dengan secepat kilat Lubna memanggilnya "Dekaa, sini.." Lubna mengibaskan tangannya ke atas ke bawah dan Deka menghampirinya.
"Kenapa?"
"Ini ada kesempatan bagus buat lo" Lubna melirik sekilas ke Bryan dan Deka langsung mengerti. Namun ada keraguan di benak gadis itu, "ta-tapi.."
"Udah nggak usah tapi-tapi-an. Inget, jangan sia-siakan kesempatan Dek!" Lubna berbisik di telinga Deka dan gadis itu mengangguk setuju.
"Ry, nih ada temen gue, Deka. Biar lo nggak kesepian, dia baik tuh mau nemenin lo. Oke, have fun kalian!" Lubna melengang berjalan meninggalkan kantin.
Tidak terdengar sedikitpun suara obrolan antara Bryan maupun Deka. Keduanya saling diam, mungkin karena kenal hanya sebatas teman MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah). Deka meneguk ludahnya kasar, dia menarik nafas dan memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna [END]
Teen FictionSekeras-kerasnya batu, kalau terus terkena tetesan hujan, maka perlahan akan berlubang. Begitupun cinta dan perasaan -Lubna Tidak ada yang berhak melarang cinta, hal itu mengalir sendiri bagai arus sungai yang tak mungkin di hentikan. -Bryan Egoisme...