“Haloo teman-teman kuuu!”
Percuma, menyapa seperti apapun pada penghuni kelas yang sedang sibuk dengan urusan masing-masing, hanya membuang tenaga saja rasanya.
Lubna melihat ada sesuatu yang berbeda pada kursinya. Bukan hanya kursinya saja yang kosong tidak di tempati, tapi juga kursi di sebelahnya. Deka, gadis itu tidak ada disana.
Batin Lubna bertanya-tanya penasaran, kemana dia setelah semua terungkap? Di sisi lain dia juga tidak perduli dengan hal yang satu itu. Bobi yang tadinya sedang asyik bermain game, menyadari kehadiran Lubna dan beralih dari ponselnya, “Lo pasti nyariin Deka ya?”
“Nggak juga”
“Dia pindah sekolah, Na. Masa lo nggak tau?”
Berita yang baru saja Bobi sampaikan membuat Lubang terkejut. Pasalnya dia tidak menyangka kalau Deka akan sampai pindah sekolah begini. “Serius? Gue baru tau dari lo” Dan yang pasti juga anak-anak di kelas tidak tahu apa masalahnya.
Masalah lebih baik hanya di ketahui oleh kita sendiri dan orang yang bersangkutan saja, kalau tidak.. kalau orang luar ikut tahu masalah itu sendiri, kadang malah memperbesar masalah dan menambah masalah lain. Lubna juga tidak mengerti apa yang harus dia katakan pada teman-temannya yang pasti 'kepo' apa yang menjadi penyebab Deka sampai pindah sekolah.
Anak-anak kelas juga tahu benar kalau selama ini Lubna lah teman dekat Deka. Tidak mungkin juga kan kalau ada yang bertanya "Deka kok pindah sekolah, Na?" Dan Lubna menjawab “Dia ada masalah kali.” jawaban itu hanya akan mendatangkan berbagai pertanyaan lain, dan dari orang-orang 'kepo' lainnya.
Bobi datang ke meja Lubna, duduk di kursi samping Lubna. “seriusan deh gue gak bohong, si Deka beneran pindah. Kira-kira dia kenapa sampe pindah sekolah, ya?” nah kan! Bobi tampak berpikir keras, sementara itu Lubna juga di buat greget sendiri karena bingung memikirkan jawaban yang akan di berikan.
Bobi menggebrak meja, mengejutkan Lubna yang perlahan mulai hanyut dalam lamunan “Woy! Kok malah bengong sih?”
“Deka pindah karena bosen, jajanan kantin itu-itu aja.” seketika Bobi melongo, antara percaya tidak percaya apa yang barusan dia dengar. Itu adalah jawaban paling tidak masuk akal menurutnya.
Bobi menatap Lubna dengan tatapan paling aneh miliknya. Lubna hanya cengengesan melihatnya, Bobi lalu segera pergi dan keluar kelas. Dengan wajah penasaran, Bobi berjalan ke arah kantin, dan mengecek jajanan di sana.
Abaikan Bobi yang sedang mencicipinya makanam kantin, Lubna mengeluarkan ponsel dan earphone miliknya. Sayangnya baru saja ia hendak mengklik tombol Play musik, Bu Ning masuk kelas. Sontak Lubna mengurungkan niatnya itu. Mau tidak mau sebenarnya, Bu Ning adalah guru BK di sekolanya.
Seantero sekolah saat ini sedang ramai menjadikan Bintang dan kedua temannya sebagai buah bibir. Hampir di setiap penjuru kelas, banyak gerombolan siswi yang membicarakan kejadian tadi. Terlebih fans Bintang, maklum, salah satu most wanted di sekolah karena ya.. bagaimanapun wajahnya masuk ke dalam kategori tampan.
Sesuatu yang lumrah sebenarnya, jika terjadi sebuah kejadian yang lumayan besar, apalagi sampai perkelahian sudah pasti banyak yang membicarakannya.
“Gak nyangka gue, ka Bintang kan ganteng banget. Keliatan nya juga baik, gak tau nya kayak gitu ya..”
“Luarnya doang kayak sutra, dalemnya udah kayak preman” Kurang lebih begitulah opini mereka tentang Bintang dan teman-teman nya.
“Eh bro! Beli es teh dulu, gimana?” ucap Bryan pada Darel yang sebentar lagi sampai di kelas. Darel, ketua OSIS yang sebenarnya amat sangat patuh dengan peraturan itu mengiyakan Bryan. Mereka putar balik arah, kembali ke lantai bawah menuju kantin.
Darel dan Bryan adalah teman satu kelas bahkan bisa di sebut sebagai sahabat, awal pertemuan mereka adalah ketika masa orientasi siswa. Mereka memang tidak tampak seperti dua orang yang bersahabat, Darel yang memiliki jabatan penting di sekolah membuatnya sibuk di setiap detik.
Tak jarang pula Darel bercerita tentang keluh kesahnya menjadi ketos, tentang dia saat menyita kaos kaki siswa yang hanya sepanjang mata kaki, tentang dia dan antek-anteknya yang harus menangkap 'perusuh' sekolah yang terkadang berkumpul di warung belakang sekolah.
Selalunya yang di lakukakan Bryan saat Darel bercerita hanyalah tertawa. Berbeda dengan Bryan yang tidak memiliki kesibukan yang teramat seperti Darel, Bryan lebih sering menghabiskan waktunya dengan teman-teman dan jangan lupakan gitar kesayangan. Satu lagi, Bryan juga mengisi waktu luangnya dengan memikirkan seseorang, tersenyum sendiri saat ingat kelakuan konyol nya, Lubna.
Jangan salah tanggap, Darel pun laki-laki normal yang suka dengan perempuan. Dia juga sedang naksir seorang perempuan yang cantik katanya. Pastinya, orang kalau sedang di mabuk cinta, mau sejelek apapun pasti akan di bilang paling terbaik dan tak ada tandingannya.
Es teh sudah di tangan, dan sudah hampir habis mereka minum. Bryan dan Darel kembali ke kelas.
*
*
*
Di kelasnya, Lubna sedang bersenandung sambil mengetuk jari pada meja. Seorang guru masuk, dia pak Ali, salah guru fisika di sekolah ini. Pak Ali menaruh tumpukan kertas miliknya yang tak lain adalah absen dan buku nilai.
Beliau berdiri di depan kelas, semua murid menatapnya serius, tidak ada satu pun yang berani bercanda dalam situasi seperti ini. “Kalian sebagai murid seharusnya tahu, apa kewajiban kalian dan apa yang menjadi larangan” ini sih akan panjang lebar. Pak Ali di pastikan akan berbicara banyak, entah tentang apa itu.
“Saya mau langsung ke inti saja. Ada anak kelas 12 yang baru saja di pastikan di drop out dari sekolah ini karena terbukti menjadi pelaku utama pengeroyokan”
Tubuh Lubna menegang. Astaga! Tidak pernah sedikitpun terlintas di pikirannya kalau masalah ini akan semakin besar. Pertama Deka pindah sekolah. Lalu Bintang di drop out. Kemudian apa lagi?
“Pak, maaf, saya izin ke toilet” Lubna memberi interupsi pada pak Ali. Dia berjalan keluar kelas setelah bersalaman pada pak Ali. Ponsel Lubna berdering, Lisa menelpon.
“Halo, ma?”
“Una sayang, kamu pulang cepet kan hari ini?”
“Iya ma, ada apa emangnya?”
“Malam ini kita kedatangan tamu nih, kamu pasti seneng banget deh!”
“Siapa, ma? Charlie Puth?”
“Dasar kamu. Nanti juga kamu tau, dek, hehe. Yaudah, mama mau nyiapin makan malam nanti.”
“Oke”
Tuuut...
Oke, siapa yang akan bertemu malam ini di rumahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna [END]
Teen FictionSekeras-kerasnya batu, kalau terus terkena tetesan hujan, maka perlahan akan berlubang. Begitupun cinta dan perasaan -Lubna Tidak ada yang berhak melarang cinta, hal itu mengalir sendiri bagai arus sungai yang tak mungkin di hentikan. -Bryan Egoisme...