EMPAT

262 22 4
                                    

Assalamualaikum wr.wb.. Selamat siang, mohon maaf mengganggu bapak/ibu guru yang sedang mengajar. Kepada seluruh ketua kelas, harap berkumpul di depan ruang tata usaha sekarang!

"Pasti tentang persami -perkemahan sabtu minggu- yang di ceritain si Salma kemarin tuh" bisik Deka.

"Bisa jadi.." Jawab Lubna.

Bobi yang sedang menyalin tulisan dari papan tulis langsung menaruh pulpennya di atas meja, biar di perbaiki, itu bukan pulpen Bobi melainkan pulpen Anggi yang selalu di curi dengan cara halus. Anggi dalam seminggu sudah kehabisan 1 pcs pulpen, entah terlalu kaya atau terlalu boros. Yang pasti, pelaku betak pulpen -sebutan bagi orang yang mencuri pulpen secara diam-diam- selalu menggunakan modus "pinjem pulpen dong" dan nanti ketika di tagih oleh sang empunya, pasti akan menjawab "yahh gue lupa naronya dimana.. ikhlasin aja deh ya? Anggap aja sedekah" pasti di setiap kelas ada spesies makhluk yang seperti itu tanpa memandang gen, salah satu pelaku nya adalah Bobi.

"Permisi bu, saya izin ada panggilan dari sumber suara." Bobi mengangkat tangan memberi interupsi pada guru yang sedang mengajar di depan kelas. Bu Dewi mengizinkan dan Bobi melengang keluar kelas dengan senyum yang merekah di bibirnya, "bebaaas.." teriaknya.

Sekitar sepuluh menit kepergian Bobi, cowok itu kembali ke kelas yang di sambut bel istirahat. Kalau kata Aisyah, ini namanya rezeki anak sholeh. "Jangan ada yang ke kantin dulu, gue ada info penting buat acara besok."

Quuna dan Qeena, kembar yang selalu kompak di kelas yang hendak pergi ke kantin harus kembali mundur setelah mendengar interupsi dari kapten kelas. Bobi mengeluarkan secarik kertas yang berisi Informasi.

"… jadi intinya besok datang jam tujuh karena bus akan datang lebih awal." Jelas Bobi panjang lebar. "Sekarang kalian boleh ke kantin, monggo mas mbak.." ucap Bobi sambil membungkuk sekaligus tangan kirinya yang di tempelkan pada bagian atas perut dan tangan yang satunya lagi mempersilahkan keluar terlihat seperti seorang pelayan restoran.

Lubna dan Deka berjalan menuju kantin sambil mengobrol hal yang kurang penting sebenarnya, jika terdengar lucu, selera humor mereka yang ada di ambang receh akan keluar saat itu juga. Saat keduanya sedang tertawa karena cerita Lubna dengan Leon yang rebutan sisa roti bakar, -camkan itu, sisa- keduanya mendadak terdiam karena kedatangan seseorang yang terlalu tiba-tiba.

"Hai" sapanya singkat.

"Kenapa, Ry?" Respon Lubna santai, berbeda dengan orang di sampingnya yang jantungya sudah berdegup kencang. Tangannya mulai berkeringat dan terasa dingin, tangan itu menggenggam tangan kiri Lubna erat dan semakin erat membuat Lubna refleks menengok ke arah Deka, "lo.. sakit?"

Bryan yang menyadari hal itu ikut melirik ke arah Deka dan gadis itu langsung menunduk tak sanggup menatap cowok itu lebih lama. "Lo sakit, Dek?" Tanya Bryan dengan ekspresi agak panik, hanya sedikit namun sangat berakibat fatal bagi Deka.

Deka menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri dua kali dengan cepat lalu mengangkat wajahnya. "Nggak" ketika sadar akan sikap anehnya sejak tadi, Deka segera melepaskan genggaman tangannya pada Lubna dan berusaha mengatur nafas sebaik mungkin.

"Ekhem.." Lubna berdehem, Deka dan Bryan langsung menatapnya bersamaan.

"Kenapa?" Tanya mereka berbarengan. Lubna semakin semangat menjahili keduanya dengan gurauan, terlebih untuk meledek Deka si manusia panik.

"Cieee kompak, cocok lo berdua, jodoh kali yaa.." Lubna menggigit bibir bawahnya lalu menatap ke sembarang arah berpura-pura tidak menganggap kehadiran dua orang di sekitarnya.

"Apa sih" Deka menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajahnya dan dapat di lihat pipi gadis itu yang mulai merona. Haha melihatnya Lubna harus menahan tawanya yang sebentar lagi akan meledak. Terlebih ketika melihat respon Bryan yang menyadari akibat dari pertanyaan keramat itu pada Deka.

Lubna [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang