EMPAT BELAS

139 14 0
                                    

“kita mau kemana?” tanya Bryan dengan suara agak keras agar Lubna bisa mendengarnya.

“terserah, gue sih lagi pingin ke danau.”

'Anjir danau! gue jadi flashback di tolak si Una' -Bryan

Mereka akhirnya pergi ke danau, disana mereka hanya duduk di pinggir danau sambil memakan camilan yang sudah di beli di minimarket sebelum ke tempat itu. Lubna terlihat asyik dengan makanannya sedangkan Bryan bingung mau melakukan apa.

“Na, gue bosen liatin air doang” Ucap Bryan sambil menengok ke arah Lubna.

Lubna masih mengunyah keripik kentang dengan rasa bbq, “biar ga bosen liat gue aja”

“ogah, nanti diabetes gue makin parah” jawab Bryan sambil mengedikkan bahu.

“kok bisa?” tanya Lubna.

“lo nya manis sih” jawab Bryan yang membuat Lubna blushing saat itu juga.

“eh makanan gue abis, pulang yuk!”

“idih salting! Hahahhahaha”

“nggak Bryaaaan iiiiih bikin gue malu deh” Lubna menutup wajahnya dengan kedua tangannya, kemudian Bryan berdiri menyamakan posisinya dengan Lubna.

“hahahaha lo tau nggak? Kalau lo lagi malu kayak gini makin keliatan cantik” Bryan mencubit pipi Lubna gemas.

“Ry! udah iiih jangan muji gue mulu. Ayok pulang.” Lubna sudah berdiri dengan rerumputan yang menempel pada bagian belakang tubuhnya.

“baju lo kotor, bersihin dulu sana. Ga sopan kalau gue yang bersihin.”

“eh iya!” Lubna menepuk nepuk roknya, “udah nih.”

“yuk” mereka kembali berjalan ke arah pulang. Bryan terlihat sangat tulus dalam hal apapun.

Apa gue harus mencoba buka hati buat dia? Perlahan gue biarin semua terjadi, kalau memang jodoh nggak akan kemana 'kan?

*

*

*

Lubna turun dari motor, “sampai ketemu di balkon, princess” gadis itu tersenyum lalu dengan segera berlari ke dalam rumah.

Rumah tampak sepi, sepertinya orang rumah belum pulang. Saat melewati kamar orang tuanya, Lubna teringat akan Lisa dan Zein. Sepertinya kali ini Lisa benar-benar serius untuk menjalani hubungan dengan om Tyo.

Apa Lubna siap menerima posisi ayahnya di gantikan oleh om Tyo? Tidak. Tidak mungkin bisa hero terbaik dalam hidupnya di gantikan begitu saja oleh orang yang bahkan sangat asing di matanya.

Zein adalah ayah terbaik, dia bahkan tidak pernah mengeluh lelah bekerja. Dia tidak pernah menunjukkan sikap kasar kepada anak dan istrinya.

Sedangkan om Tyo? Mengobrol dengan nyaman saja Lubna tidak pernah melakukannya. Lubna tidak yakin dengan hal yang satu ini, di film biasanya ibu atau ayah tiri akan bertindak kejam 'kan?

Tapi itu tidak akan Lubna biarkan, dia dan Leon tidak akan tinggal diam kalau calon ayah tirinya berani bersikap sewenang.

Terlebih first impressions dirinya dengan Om Tyo tidak begitu baik.  Dia yang saat itu baru saja pulang dari sekolah, dan di suguhkan pemandangan yang tambah merusak mood nya hari itu.

“Leon?! Dia udah tau belum ya kalau mama mau nikah lagi? Pasti dia juga marah banget” Lubna berjalan ke kamar sambil menghubungi Leon. Tangan kirinya menenteng tas dan tangan kanannya sibuk memegang ponsel.

"Yo!"

Songong! Sopan dikit lo jadi adek.

“Iya maaf, Abang Leon yang terhormat, Gue punya dua kabar, baik dan buruk. Lo mau dengar yang mana dulu?” Lubna membuka pintu, dia kemudian duduk pada sisi kasur.

Kabar baik dulu

“Oke. Kabar baiknya gue udah baikan sama Bryan, dan kabar buruknya..” Lubna mengambil bantal dan menjadikannya sanggahan tubuhnya.

kabar buruknya?

“Yo lo nggak lagi bawa mobil kan?” tanya Lubna yang sebenarnya khawatir terjadi sesuatu pada Leon jika dia mendengar berita buruk yang satu ini.

Nggak, emang kenapa?

“Gue cuma takut lo kena serangan jantung tiba-tiba, terus kecelakaan saat dengar berita buruk ini, Yo”

Lebay lo gak ilang-ilang, cepetan kenapa?

“Mama mau nikah lagiiiii”ucap Lubna dengan nada merengek.

Gue udah tau” jawab Leon santai? Berbeda dengan Lubna yang bereaksi seperti api yang di siram minyak tanah.

“YO! KOK LO NGESELIN SIH?!”

Udah dulu ya, gue lagi di luar nih. Bye

Tuuut…

“emang yaa itu orang ngeselin banget, dasar lampu neon!” Lubna lalu merebahkan tubuhnya, menatap kosong langit-langit kamarnya.

Lubna teringat sesuatu, dia berlari menuju balkon kamar. Cahaya temaram matahari menyeruak ke segala arah, warna jingga menghiasi langit indah. Lubna melihat dia, sosok yang selama ini hilang, dan dia telah kembali sekarang.

“Ry!” panggil Lubna, Bryan yang sedang bermain gitar langsung beralih pada objek lainnya, yaitu Lubna.

Bryan, cowok itu tersenyum. “gue kira lo tidur, kecapean gitu”

Lubna menarik sebuah kursi, lalu duduk di atasnya. “nggak, kemungkinan gue bakal begadang nih” posisi ini, keadaan ini, euphoria ini, semua terulang sekarang. Lubna dan Bryan yang hanya terpisahkan sebuah jalan kecil namun itu tak menjadi penghalang.






[TBC]

Lubna [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang