Samar-samar Lubna melihat sebuah dinding berwarna creme, tentunya itu bukan dinding yang berbahan dasar batu bata melainakan tenda berbahan dasar plastik. Dia berusaha membuka matanya dengan sempurna dan melihat seseorang yang sedang berdiri membelakangi nya.
Lubna berusaha duduk dan seorang perempuan dengan jas putih menghampiri nya, pastinya dia adalah anggota palang merah remaja. Wajahnya tidak asing, sepertinya Lubna mengenali gadis ini. Dia mengingat-ingat, OH! dia adalah gadis yang sama yang merengek pada Arka waktu itu. Ah, membayangkannya hanya membuat mood Lubna hancur. Ternyata gadis itu bukan hanya atlet bela diri tapi juga berpotensi menjadi perawat, Hmm.. atau dokter? Dia mengecek kondisi Lubna, mengetuk perut Lubna dan setelahnya dia mengatakan kalau gadis itu positif maag.
"Siapa yang bawa gue kesini?" Tanya Lubna pada gadis di sebelahnya tanpa menyebut nama, padahal dia tau nama gadis itu. Jessica, cuma malas saja Lubna menyebutnya.
"Temen lo." Jawabnya singkat tanpa menatap Lubna sedikitpun.
Perempuan berjas itu keluar tenda. Lubna mendengus kesal atas keadaannya saat ini, dia mengeluarkan ponselnya lalu mencari sebuah nama. Baru saja gadis itu hendak menelpon, dia teringat akan jarak yang sedang terjadi dengan Deka.
Sendirian di dalam sebuah tenda yang terdapat banyak obat-obatan dan kotak p3k, Lubna merasa bahwa dirinya sangat lemah. Dia tidak suka ini, sebelumnya dia tidak pernah sakit sampai pingsan begini. Dahulu dia pernah sakit yang berhubungan dengan ususnya, perutnya terasa melilit ketika sakitnya kambuh tetapi Lubna berusaha kuat agar tidak terlihat lemah di depan Lisa dan Leon.
"Hufft nyebelin!"
Tidak ingin berlama di tenda, Lubna keluar dari sana dan berjalan menuju kerumunan yang sepertinya akan bermain game. Dia menghampiri siapapun yang dilihatnya, "Permisi, gue mau tanya, ini mau ngapain?" Deka bertanya kepada seorang gadis dengan rambut yang di kuncir dua, sangat lucu dan sekiranya gadis itu merupakan adik kelasnya.
Dia mengulum senyum, "ini mau main game kak" jawabnya antusias, anak ini sepertinya sangat senang dengan persami. "Kalo kakak nggak tau ada di kelompok mana, kakak bisa tanya ke temanku Gilang, dia juga panitia di acara ini." Lubna tersenyum lalu menggangguk mengerti, dia melirik name tag yang ada di sisi baju pramuka gadis itu untuk melihat namanya, "nama aku Aqila Keinasha Gerkha, panggil aja Keke"
'Gue kayak pernah denger nama belakangnya'
"Eh?" Lubna merasa malu karena tertangkap basah mencari-cari nama gadis itu, melihat Keke yang sudah mengulurkan tangannya Lubna dengan segera menyambut salam itu. "Nama gue Lubna Salfeera Zein, panggil aja Lubna"
"Waah namanya bagus! Keke suka" matanya berbinar, Keke sangat asyik di ajak bicara.
"Iya, makasih. Nama lo juga bagus." Lubna menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga.
"Hmm.. kalo gue masuk kelompok lo, boleh?" Lubna menggigit bibir bawahnya, dia harus siap menanggung malu atas pertanyaan nya. Bisa daja Keke akan menjawab "siapa elo kak?" Tapi tidak, sepertinya dia bukanlah gadis jahat yang akan mempermalukan teman barunya ini. Iya teman, mereka sudah resmi berteman kan?
"Boleh aja sih.. bentar aku tanya Gilang" dia berlari sehingga kucirnya bergerak ke kanan dan kiri. Setelah sampai di depan seorang laki-laki dengan seragam pramuka selaras dengan Keke, mereka tampak sedang berbincang, lebih tepatnya Keke sedang bernegosiasi dengan Gilang.
Tak lama setelahnya, Keke kembali dengan wajah bahagia nya itu. "Kak! Kakak boleh masuk kelompok aku." Lubna terkekeh melihat semangat yang membara pada Keke, seakan di dalam tubuhnya ada begitu banyak hal yang selalu bisa membuatnya bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna [END]
Teen FictionSekeras-kerasnya batu, kalau terus terkena tetesan hujan, maka perlahan akan berlubang. Begitupun cinta dan perasaan -Lubna Tidak ada yang berhak melarang cinta, hal itu mengalir sendiri bagai arus sungai yang tak mungkin di hentikan. -Bryan Egoisme...