Berpasang-pasang mata memperhatikan kedatangan Arka dan Lubna, padahal selama ini mereka tidak pernah terlihat bersama sekalipun. Jujur Lubna merasa risi karena mendapat berbagai macam tatapan, sebagian besar seperti sedang menginterogasi nya. "Cuekin aja. Anggap batu."
Arka menaruh helm nya di atas si hitam. Dia merapihkan rambutnya sebentar lalu melirik Lubna, gadis itu masih memperhatikan orang-orang yang menatapnya intens. Dan tentu saja yang paling banyak melakukan hal 'itu' adalah kaum hawa.
"Nggak mau masuk kelas?" Lubna menengok, dia tersenyum lalu berjalan di belakang Arka. Tatapan orang-orang itu masih membuatnya canggung untuk berjalan beriringan di samping Arka. "Kenapa?."
"Lo jalan duluan aja deh, Ka." Bukannya menuruti perkataan Lubna, Arka justru menggenggam tangan Lubna, gadis itu menurut tanpa penolakan apapun.
Saat menaiki anak tangga, Lubna menghentikan langkahnya lalu menatap ke arah seseorang yang selama ini memjadi teman mengobrolnya, Lubna tersenyum canggung ke Bryan. Arka menoleh ke belakang untuk memastikan Lubna masih mengekor pada dirinya bahkan genggaman tangan itu masih belum terlepas. Melihat gadis itu tersenyum pada seseorang, Arka lalu mengikuti arah matanya. "Eh lo, Ry?"
Bryan tersenyum samar pada keduanya, lalu berjalan begitu saja melewati Arka dan Lubna. Gadis itu merasa bersalah, sikap Bryan akhir-akhir ini menjadi berubah. Mereka juga sudah tidak pernah mengobrol di kala malam dengan Bryan, bernyanyi dari dua balkon yang berbeda.
Arka mengantar Lubna sampai ke kelasnya, Lubna sudah menolak namun apa daya kalau Arka yang meminta. "Thanks" Arka hanya mengangguk lalu berjalan meninggalkan kelas Lubna, saat Arka berbelok dan benar-benar sudah tidak terlihat Lubna langsung loncat kegirangan.
"AAAAA senengnyaa gi-"
"Ngapain sih loncat-loncat gitu? Huh, Kayak anak kecil aja" Deka yang baru saja masuk kelas lalu melewati Lubna yang sedang berjingkrak jingkrak. Dia hanya membalas dengan senyuman lalu berjalan ke kursinya.
Mereka saling diam, tidak ada pembicaraan apapun. Baik Lubna maupun Deka keduanya bertopang dagu menatap ke depan papan tulis yang padahal belum ada satupun guru yang mengajar.
"WOY KALIAN BENGONG AJA!" Bobi menggebrak meja membuat Lubna dan Deka tersentak kaget. Lubna langsung mencubit lengan gemuk milik Bobi yang sangat empuk itu, dia lalu meringis kesakitan "aw sakit, Na! Aduuh, lemak gue di sakiti.."
Deka refleks tertawa di barengi dengan Lubna. Kalau suda begini, satu jam lagi di pastikan mereka akan baikan.
Tama datang dari belakang dan langsung berteriak histeris "lemak lo nggak apa kan? Ada yang sakit? Sini gue kasih tau kak Seto biar si Lubna di sleding" Tama membolak-balikkan lengan Bobi dengan panik seperti sedang mencari sesuatu yang janggal.
"Nggak apa, aku udah biasa di giniin.. udah kuad dede" Bobi mengusap dadanya seperti baru saja tertimpa musibah besar.
"Heh jigong monyet! Lo jangan lebay gitu, jijik gue liatnya" Deka angkat suara, ah mereka berdua ini paling senang bertengkar.
"AHAHAA anjir jigong monyet!" Tama memukul punggung Bobi dengan semangat, dia tertawa terbahak-bahak sampai memegangi perutnya. Bobi menatap sinis Tama, dia cemberut lalu mendekat ke arah Tama, "eh anjir! Mau ngapain lo?!" Tama yang panik refleks mundur beberapa langkah sampai punggungnya terbentur mengenai tembok.
"Kamu, ja-hat! Huh" Bobi menunjuk Tama dengan telunjuknya, Lubna dan Deka yang memperhatikan dari kursinya hanya bisa tertawa menyaksikan kelakuan ketua kelas dengan biang kerusuhan kelas.
"Fiuhh.. selamat" Tama menghela nafas.
Bobi berjalan melewati Lubna dan Deka lalu berhenti tepat di samping meja mereka berdua, dengan cepat Bobi menengok lalu berkata dengan gaya bicara pak Edwin yang tidak pernah santai dalam bercakap cakap. "Heh! Jangan ketawa mulu, nangis aja baru tau rasa. ngeluarin air mata baru nangis deh tuh"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna [END]
Teen FictionSekeras-kerasnya batu, kalau terus terkena tetesan hujan, maka perlahan akan berlubang. Begitupun cinta dan perasaan -Lubna Tidak ada yang berhak melarang cinta, hal itu mengalir sendiri bagai arus sungai yang tak mungkin di hentikan. -Bryan Egoisme...