Setelah kemarin bercerita dengan Keke, Lubna terus memikirkan apa yang di katakan gadis imut itu padanya, bahkan sampai saat ini.
“mereka yang terlihat baik, belum tentu benar-benar baik”
“Woi! Bengong aja, udah istirahat nih. Gak mau ke kantin?” Deka membuyarkan lamunan Lubna.
“duluan aja deh, gue nggak laper” jawab Lubna sambil tersenyum simpul.
“oke”
Lubna mengeluarkan ponselnya, seperti biasa dia mendengarkan lagu lewat earphone kesayangan. Saat dia sedang menikmati lirik-lirik lagu yang dia dengar, seseorang menarik sebelah earphonenya lalu duduk di sampingnya. Jangan lupakan dia yang juga ikut memakai benda itu, Lubna menoleh tak percaya.
“Ngapain disini?” tanya Lubna sambil menengok.
“nyamperin cewek nyebelin karena udah lama dia nyuekin gue, nyenengin diri nggak salah kan?” dia menatap Lubna lama.
“Hm”
“singkat banget, cuma 'hm'?”
“ya terus gue harus bilang apa?” tanya Lubna lagi, yang sedang tidak minat dengan gurauan orang di sampingnya.
“Na, coba dengerin gue kali ini." Dia menatap Lubna serius, kelas sangat sepi karena penghuni kelas sedang memanjakan perut di kantin dan sekarang hanya ada mereka berdua saja. "Gue tau keadaan lo sekarang ini benar-benar buruk, ini bukan feeling gue, Na tapi gue memang tau semua ini. Kalo lo mau cerita, gue siap jadi kertas dan pena buat lo, silahkan tulis, cerita, gue akan dengar Na.."
Lubna, gadis itu menunduk pedih karena teringat semua masalah yang datang bertubi-tubi padanya.
"Jangan pernah sungkan sama gue, kita itu sahabat, dari kecil. Ingat? Lo nggak usah pikirin perasaan gue ke lo Na, gue bisa terima keputusan lo itu. Karena mau bagaimana pun gue ngerti, yang namanya cinta itu nggak bisa di paksakan"
"Gue gatau harus bilang apa karena terlalu banyak cerita di hidup gue, Ry." Lubna membenarkan posisi duduknya, "yang pasti, gue mau minta maaf ke lo, maaf atas segala kesalahan gue. Maaf, Ry.."
"Lo nggak salah, dan nggak perlu minta maaf, ok?" Bryan menangkup wajah Lubna dengan kedua tangannya. Lubna tersenyum lembut, dia mengangguk.
"Makasih Bryan-kuu~" ucap Lubna penuh binar dan ceria.
"Udah lama gue nggak denger panggilan itu" Bryan terkekeh, dia mengacak puncak kepala Lubna. Satu persatu orang mulai berdatangan kembali ke kelas. “lo udah makan?”
“belum, nggak laper” jawab Lubna sambil menggembungkan sebelah pipinya yang membuatnya semakin terlihat imut.
"Makan sana, yuk ke kantin. Badan udah kayak daun kelapa, sok-sok-an nggak makan" Bryan mencubit pipi Lubna dengan gemas.
"Iiiih lama-lama lo kayak bang Leon tau nggak?! Ngatain gue lidi, huh!" Lubna melipat kedua tangannya di depan.
Bryan bangun lalu berlari sambil berteriak "LUBNA SI CEWEK LIDIII"
“BRYAAAN!!! TUNGGU GUEEE”
*
*
*
“Hmm.. Na, tadi.. gue liat Bryan ke kelas. Dia ada urusan apa?”
"Oh itu, nggak ada yang penting sih.. gue cuma minta maaf aja ke dia. Gue seneng banget Dek, akhirnya gue bisa baikan sama Bryan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna [END]
Teen FictionSekeras-kerasnya batu, kalau terus terkena tetesan hujan, maka perlahan akan berlubang. Begitupun cinta dan perasaan -Lubna Tidak ada yang berhak melarang cinta, hal itu mengalir sendiri bagai arus sungai yang tak mungkin di hentikan. -Bryan Egoisme...