Lubna bersiap untuk makan malam. Lisa menyuruhnya untuk memakai baju yang sedikit lebih formal namun tetap santai. Tujuannya satu, menghargai tamu. Padahal Lubna sendiri masih belum tahu siapa tamu yang di maksud Lisa.
“Una sayang..sini dek kita mulai makan malamnya, tamu kita juga udah dateng nih dari tadi.”
Lubna bersiap, apa saja bisa terjadi. Iya kan? Bisa saja tamu itu adalah Bryan? Deka? Karena Lisa tidak pernah tau masalah yang Lubna miliki selama ini. Atau bahkan benar tebakan Lubna tadi kalau yang datang malam ini ke rumahnya adalah.. Charlie Puth?!
Lubna berjalan menuruni anak tangga. Di ruang makan, Lisa yang sudah duduk sambi melempar senyum hangat pada Lubna. Di hadapan Lisa ada seorang pria dengan sebuah jas yang di sampirkan pada kursi yang ia duduki. Leon tidak ada di sana, dia bilang ada perayaan ulang tahun temannya. Gibran.
Padahal dia baru saja menghadapi masalah, tapi sekarang malah pulang malam begini. Lubna menebak, di balik kebahagiaan Lisa, pasti ada kekhawatiran terhadap Leon.
Lubna mengira, tidak mungkin pria itu Bryan. Dan yang ada di pikiran Lubna, pasti pria itu adalah Tyo. Lubna berjalan mendekat, saat melewati pria itu.. tepat! Dia adalah Tyo. Dia tersenyum pada Lubna, dan Lubna membalasnya dengan agak kikuk.
Di atas meja makan sudah ada banyak makanan yang pastinya sangat lezat. “Ehm.. yuk mulai makan nya” Lisa mengambil beberapa lauk. “Ayo mas, Una, di makan. Ini enak lho, mama jamin deh. 100% lezat dan halal”
“Iya aku percaya kok, aku cobain, ya?” Tyo mengambil beberapa lauk dan di taruh pada piringnya, Lubna masih diam di tempatnya dan memperhatikan Lisa dan Tyo. “Kamu kok nggak ikut makan, cantik?” Lubna agak tersentak, dia menggaruk tengkuk lehernya.
“Iya, ini aku mau makan.”
Kok gue jadi kayak nyamuk gini sih.
Lubna mengambil beberapa lauk, Tyo menyuap sesendok dari lauk yang tadi dia ambil. “Eum.. Ini sih enak banget! Rasanya nggak kalah sama restoran bintang lima. Percaya deh sama aku, Li!” kedua sudut bibir Lisa terangkat, membentuk seulas senyum. Cantik.
Gak terlalu buruk lah yaa.
Tyo meminum segelas air, lalu menaruhnya kembali. “Oya Lubna. Terima kasih kamu sudah mau menerima Om, dan insyaAllah Om dan mama kamu akan akad dua minggu ke depan.”
Uhuk!
Lubna agak terkejut mendengarnya. Cepet banget. Lubna hanya mengiyakan apa kata Tyo. Mereka makan hingga selesai. Semoga sikap Om Tyo yang ini gak akan pernah berubah, dan semoga dia bisa selalu membuat mama tersenyum.
*
*
*
Cahaya mentari perlahan masuk melalu celah jendela, Lubna membuka matanya malas. Dia mengingat, ini adalah hari.. MINGGU! Lubna tidak jadi bangun dan mengurungkan niatnya untuk mandi. Dia memilih untuk malas-malasan di atas kasurnya. Baru saja dia hendak memejamkan matanya lagi, “Woy! Na! ”
Ah dasar yoyo anak sd! Ganggu orang tidur aja.
“Masuk aja, gak gue kunci.”
Krtt
Leon masuk ke kamar Lubna, dia melihat adiknya kembali tidur pulas. Otak jahilnya mendapatkan sebuah ide, dia masuk ke dalam kamar mandi, mengambil air dari sana dan mencipratkan nya ke wajah Lubna yang berhasil membuat gadis itu terbangun.
“Kenapa sih?! Rese banget tau gak? Orang lagi tidur juga!” Lubna mengoceh sambil mengomel, bukannya takut adiknya itu mengamuk, Leon justru tampak seperti sedang menahan tawa yang sebentar lagi akan meledak.
“HAHAHAHA ANJIR RAMBUT LO KAYAK SINGA GAK PERNAH SISIRAN” Leon terbahak sampai memegangi perutnya. Lubna menaikkan sebelah alisnya,
Pagi-pagi ganggu tidur cantik gue cuma mau ngetawain rambut gue?!
Lubna mengambil sebuah bantal yang terletak tidak jauh darinya, dia melemparkan bantal itu tepat mengenai wajah Leon. “Eh ampun nyai. Udah udah, gue ga ketawa lagi deh”
“Kenapa sih emangnya bangunin gue pagi-pagi gini?” tanya Lubna.
Leon duduk bersandar di lemari Lubna, menyilangkan kedua tangannya. “Mau ngajak lo jogging”
“Tumben amat”
“Udah ah cepet, gue lagi pingin jogging nih. Kapan lagi lo di ajak jogging sama cogan kayak gue?” Leon mengedipkan sebelah matanya.
Lubna bangun, dia tidak bergerak dan menatap Leon. “Apa?” tanya Leon.
“Lo masih mau disini? Gue mau ganti baju. Keluar atau gue siram?” tanpa basa basi lagi, Leon segera keluar dari kamar Lubna. Gadis itu terkekeh melihat aksi nya yang berhasil menakuti Leon.
Setelah selesai berganti pakaian, dengan celana training dan kaos polos, Lubna dan Leon keluar rumah. Mereka mulai berlari kecil. Di sela-sela waktu mereka mengobrol.
Sudah hampir satu jam mereka jogging, “Yo! Gue cape. Istirahat dulu bentar” Lubna mengelap keringat pada pelipisnya dengan punggung tangannya. Leon membeli dua air mineral kemudian membaginya dengan Lubna.
“Makasih abang ganteng..”
Leon berdelik. Mereka kemudian meneguk air masing-masing. Setelah mengatur nafas, Lubna teringat kejadian pengeroyokan waktu itu. “Yo, sebenernya masalah lo sama Bintang apa sih?” tanya Lubna penasaran.
Leon duduk, menselonjorkan kedua kakinya. “panjang ceritanya”
Lubna mendengus kesal, “Sepanjang apa sih? Ceritain dong gue penasaran nih” pinta Lubna dengan nada seperti anak kecil yang sedang merengek.
“okee, gue to the point aja. Gue sama Bintang pernah balapan‘’ Lubna terbelalak sebentar, “Gak usah kaget gitu. Udah biasa gue”
“Hm oke, lanjut”
“Disitu ada Jessica. Lo juga pasti tau siapa dia, iya salah satu temen si Arka”
Ah cowok itu.
“Gue pribadi gak tau buat apa dia datang ke sana. Dan ya.. lo tau lah gue naksir dia dari lama. So, gue berusaha semampu gue buat menangin balapan itu. Well, gue menang. Jessi teriak kegirangan, dia senyum. Gue seneng banget liat dia senyum kayak gitu, dia nyamperin gue dan dari situ gue mulai deket sama dia. Bintang gak terima, dia nyamperin gue dan mukul gue tiba-tiba. Gue gak terima, ya gue bales lah. Gue pukul balik, lo tau sendiri kalo raja hutan udah marah kayak gimana. Haha" Leon menaikkan sebelah alisnya, membuat Lubna memutar bola matanya malas.
“terus?”
“ya dia bilang, gue ga terima semua ini. Lo liat pembalasan gue nanti. Ternyata dia nyakitin adek gue ini. Sialan emang” Lubna mengangguk kan kepalanya tanda mengerti.
“Ooh jadi karena itu” Lubna teringat makan malam semalam, “Yo, lo udah tau mama mau nikah dua minggu ke depan?” tanya Lubna.
Leon mengangguk, “mama ngasih tau gue semalem, pas gue balik.” Lubna ber oh ria, “Lo udah gak keberatan kan?” tanya Leon.
Lubna mendesah pelan, “Iya, gue berusaha menerima.” Leon mengacak puncak kepala Lubna, “Bagus deh. Mama keliatan bahagia Na kalo sama Om Tyo, gue mau mama selalu bahagia.”
Loh kok jadi melow?
“Iya yoyooo, gue juga mau mama selalu bahagia.”
Leon kembali meneguk airnya, “Gue laper abis cerita, balik yok”
“Ayo deh”
Kadang gue mikir, udah jogging eh balik balik langsung makan, percuma dong?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna [END]
Teen FictionSekeras-kerasnya batu, kalau terus terkena tetesan hujan, maka perlahan akan berlubang. Begitupun cinta dan perasaan -Lubna Tidak ada yang berhak melarang cinta, hal itu mengalir sendiri bagai arus sungai yang tak mungkin di hentikan. -Bryan Egoisme...