"Keke adik gue" Lubna mengerjap tidak percaya, dia menatap Keke dan beralih ke Arka. Jadi yang di maksud Keke kakaknya itu memiliki sifat berbanding terbalik dengan dirinya adalah Arka.
"Iya, ini Kak Arka yang aku ceritain ke Kak Lubna" Keke menunjuk Arka, cowok itu menatap Keke tajam seolah matanya menyiratkan sesuatu,
'Cerita apa aja kamu tadi?'
"Oya! Tadi aku liat kak Bintang babak belur gitu, makanya aku langsung cari Kak Lubna takut kakak kenapa-kenapa. Soalnya 'kan tadi Kak Lubna sama Kak Bintang, kakak nggak apa 'kan?" Keke bercerita dengan histeris, Arka menggeleng geleng melihat adiknya yang berbicara tanpa henti, Lubna hanya tersenyum lalu menggeleng pelan.
"Nggak apa kok"
'Kan ada kakak kamu' lanjutnya dalam hati.
"Ih Kak Arka modus pegang tangan Kak Lubna!" Keke berteriak lagi ketika melihat Arka yang menggenggam tangan Lubna, mengaitkan jari nya dengan jari Lubna. Keduanya melirik ke bawah, entah sejak kapan mereka bergandengan. "Udah kayak drama Korea yang sering aku tonton aja.. Cieee"
"Sorry" Arka melepaskan genggaman nya lalu menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal. Keke kemudian tersenyum jahil, dan sebelum adiknya itu berbicara lagi, Arka langsung mengajaknya untuk kembali berkumpul dengan yang lain.
"Kak, berhasil deh tuh modusnya" bisik Keke pada Arka.
"Hush! Berisik kamu"
*
*
*
"Anjir! Elo kenapa kak?" pekik Pian yang melihat Bintang berlari tergopoh menghampiri nya, "di serang binatang buas?" tanya Pian.
"Berisik lo" Bintang menyentuh sudut bibirnya lalu meringis karena nyeri, "ssh bangsat!" Dia memukul pohon di dekatnya, Pian dan Hikam yang tidak mengerti memilih untuk pergi menjauh daripada nanti menjadi pelampiasan seorang Bintang.
Di sisi lain semua orang sudah bersiap untuk pergi meninggalkan lokasi, "kak aku mau ke bus, duluan, ya?" Keke berpamitan pada Arka dan Lubna yang masih bersama.
"Iya, hati-hati." jawab Arka sangat singkat. Tidak ada basa-basi kalau butuh apa-apa bilang kakak, atau kalau kamu mau sesuatu bilang kakak aja.
"Ehm.. gue ke bus dulu deh" ucap Lubna lalu agak membungkuk meraih tasnya yang sudah ada di depan kakinya.
"Nggak." Arka menahan lengan Lubna, "lo pulang bareng gue aja. Gue bawa kendaraan sendiri kesini." Ujar Arka dan Lubna berusaha keras untuk menyembunyikan senyum nya. Dia terlalu senang, tapi berusaha cuek di depan Arka.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya?" Arka bertanya balik.
"Ajak gue bareng"
"Karena gue ingin." Arka menarik Lubna pelan untuk menuju motor Arka. "Lo tunggu sini, jangan kemana-mana."
Lubna menunggu Arka, dia tersenyum puas saat Arka benar-benar pergi. 'Ya ampun, senangnya!' Tapi di sisi lain pula Lubna sangat membenci Bintang, dan ingatkan gadis itu untuk mencari tahu apa masalah Leon dan Bintang.
Tak lama Lubna menunggu, Arka kembali dengan motornya. "Siniin tas lo." Dia meminta ransel Lubna yang terlihat besar.
"Buat apa?"
"Berat. Biar gue titip ke bus panitia." Oh ya! Tentu, Arka juga anggota OSIS dan merupakan panitia. Lubna mengangguk lalu menyerahkan ranselnya pada Arka, dia kembali turun dari motornya lalu berjalan meninggalkan Lubna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubna [END]
Teen FictionSekeras-kerasnya batu, kalau terus terkena tetesan hujan, maka perlahan akan berlubang. Begitupun cinta dan perasaan -Lubna Tidak ada yang berhak melarang cinta, hal itu mengalir sendiri bagai arus sungai yang tak mungkin di hentikan. -Bryan Egoisme...